RASA TAKUT KEPADA ALLAH

RASA TAKUT KEPADA ALLAH



1. Kisah Amalan Rasulullah saw. Ketika Terjadi Angin Taufan

“Aisyah r.ha. bercerita, jika terjadi awan gelap, angin taufan, atau sebagainya, maka wajah Rasulullah saw. yang penuh nur akan berubah pucat. Karena rasa takut beliau, kadang kala beliau di dalam atau keluar sambil terus membaca do'a:
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikan angin ini, dan kebaikan yang berada di dalamnya, dan kebaikan yang dikirim dengannya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan angin ini, dan kejelekan padanya, dan kejelekan pada yang dikirim dengannya. " 

Dan jika hujan mulai turun, maka wajah Rasulullah saw. akan mulai cerah. Saya ('Aisyah r.ha.) bertanya, "Ya Rasulullah, semua orang suka jika melihat awan mendung, menandakan akan turun hujan, tetapi mengapa engkau seperti ketakutan?" Jawab Nabi saw., "Aisyah, bagaimana aku tenang jika belum dipastikan di dalamnya tidak akan turun adzab? Kaum 'Ad telah diadzab oleh Allah dengan keadaan seperti ini. Ketika melihat awan hitam, mereka senang. Mereka menganggap awan itu akan turun hujan. Padahal, itu tanda adzab Allah kepada mereka." Allah swt. berfirman; 
"Ketika orang-orang itu (yaitu Kaum 'Ad) melihat bahwa awan tersebut menuju ke arah lembah-lembah mereka, maka mereka berkata, "Inilah awan yang akan menurunkan hujan ke atas kita' (Allah menjawab perkataan mereka) 'Bukan, itulah ancaman yang kamu minta untuk disegerakan. (karena kalian telah berkata kepada Nabi as; 'jika kalian memang benar sebagai Nabi maka kamu kirimkanlah adzab kepada kami') Angin yang terdapat di dalamnya adzab yang sangat pedih. Menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya sehingga mereka tidak kelihatan, kecuali bekas rumah-rumah mereka. Demikianlah, kami membalas kaum yang durhaka. "(Al-Ahqaf : 24-25) 

Faedah:
Ini adalah rasa takut kepada Allah yang Maha Suci yang telah ditunjukkan oleh Sayyidul Awwalin wal Akhirin Rasulullah saw.. Semua itu dapat diketahui melalui sabda-sabda beliau saw.. Dalam firman-Nya, Allah berfirman bahwa Allah swt. tidak akan mengadzab suatu kaum yang Nabi saw. berada di dalamnya. Walaupun Allah swt. telah berjanji demikian, Nabi saw. tetap demikian takut kepada Rabbnya. Jika terjadi awan gelap atau angin taufan, beliau teringat kaum-kaum terdahulu yang telah diadzab oleh Allah. Juga hendaknya kita melihat diri kita yang selalu bergelimang dosa. Namun, kita tetap tidak terkesan terhadap gempa dan berbagai adzab lainnya. Bukannya segera menyibukkan diri dengan bertaubat, beristigfar dan shalat. Malah tetap sibuk dengan berbagai jenis kelalaian. 

2. Kisah Amalan Anas ra. Ketika Terjadi Angin Taufan

Nadhr bin Abdullah ra. bercerita, "Pada masa hidup Anas ra., pernah terjadi angin taufan dengan tiba-tiba. Saya segera menjumpai Anas ra. dan bertanya kepadanya, "Apakah ini pernah terjadi di jaman Nabi saw.?" Jawabnya, "Aku berlindung kepada Allah, pernah terjadi demikian di jaman Nabi. Kami segera pergi ke masjid, karena takut akan terjadi Kiamat." Abu Darda ra. pun bercerita, "Jika ada angin ribut, maka Rasulullah saw. akan cemas dan segera pergi ke masjid."

Faedah:
Dewasa ini, walaupun berbagai musibah besar melanda kita, sangat sedikit yang mengingat masjid. Orang-orang awam meninggalkan masjid, dan orang-orang penting pun sedikit saja yang mempedulikannya. Jawablah masalah ini dengan merenungkannya dalam hati kita masing-masing.

3. Kisah Amalan Rasulullah saw. Ketika Terjadi Gerhana Matahari

Suatu ketika, terjadi gerhana pada jaman Rasulullah saw.. Para sahabat ra. ingin mengetahui apa yang dilakukan Rasulullah saw. ketika itu. Mereka yang sedang sibuk pekerjaannya pun segera berlari meninggalkan pekerjaannya. Bahkan, anak-anak kecil yang sedang berlatih memanah pun, ikut berlarian ingin mengetahui apa yang dilakukan Nabi saw.. 

Rasulullah saw. mengerjakan dua rakaat shalat Kusuf yang sangat panjang, sehingga sebagian orang yang mengikutinya ada yang jatuh pingsan. Dalam shalat itu Nabi saw. menangis dan berdo'a, "Ya Rabb, Engkau telah berjanji bahwa Engkau tidak akan menyiksa mereka selagi aku masih bersama mereka. Dan Engkau berjanji tidak akan mengadzab mereka selama mereka sibuk beristighfar." Dalam surat Al-Anfal, Allah telah berjanji demikian:

"Dan Allah sekali-kali tidak akan mengadzab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan Allah tidak akan mengadzab mereka, sedang mereka memintaampun." (Al-Anfal: 33)

Kemudian Rasulullah saw. berkhutbah, " Jika kalian mengalami gerhana baik matahari ataupun bulan, maka bersegeralah shalat. Jika kalian mengetahui keadaan hari akherat sebagaimana yang telah saya lihat, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis. Jika terjadi lagi seperti demikian, maka dirikanlah shalat, berdo'a, dan bersedekahlah."

4. Kisah Tangisan Rasulullah saw. Sepanjang Malam 

Pernah pada suatu malam, Nabi saw. menangis sepanjang malam. Dan beliau shalat hingga waktu shubuh, sambil terus menerus membaca ayat berikut ini,





"Jika Engkau siksa mereka, sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu. Dan, jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau adalah Maha Perkasa lagi Bijaksana. " (Al-Maidah:118)

"Ya Allah, jika Engkau adzab mereka, Engkaulah penentunya. Mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan Engkaulah pemiliknya. Dan, pemilik berhak menghukum hambanya yang bersalah. Jika Engkau maafkan mereka, sungguh Engkaulah penentunya. Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau berkuasa untuk memberi maaf. Engkau pun Maha Bijaksana, maka memaafkan juga sesuai dengan kebijaksanan-Mu." (Bayanul Quran).
Diriwayatkan bahwa Imam A'zham pun beramal seperti ini. Beliau pernah dalam suatu malam terus menerus membaca ayat di bawah ini sambil menangis; 
"Dan  berpisahlah kamu pada hari ini,  hai orang-orang yang berdosa" (Yasiin:59) 

Ayat di atas bermaksud, bahwa pada hari Kiamat akan dikatakan kepada para pendosa, "Selama di dunia kalian saling berkumpul, tetapi pada hari Kiamat sekarang ini, kalian akan dipisahkan dengan mereka yang tidak berdosa." Mendengar perintah pada ayat ini, wajarlah menangis karena tidak tahu apakah dalam golongan para pendosa atau golongan orang-orang yang taat? 

5. Kisah Perasaan Takut Abu Bakar ra. 

Sesuai kesepakatan ahli sunnah bahwa Abu Bakar ra. adalah orang yang paling utama diantara seluruh manusia di dunia ini selain Anbiya as.. Demikian tinggi keyakinan beliau, sehingga Rasulullah saw. sendiri telah memberi kabar gembira bahwa ia akan menjadi pemimpin jamaah di surga nanti. Dan semua pintu surga akan memanggil-manggil namanya serta 'menyampaikan kabar gembira kepadanya. Nabi saw. pun pernah bersabda, "Orang yang paling dahulu masuk surga di kalangan ummatku adalah Abu Bakar ra.." Walaupun demikian, Abu Bakar ra. justru berkata, "Seandainya aku menjadi sebatang pohon yang akhirnya ditebang." la juga pernah berkata, "Seandainya aku menjadi rumput yang akan dimakan oleh hewan." Kadang ia berkata, "Seandainya aku hanya menjadi rambut seorang mukmin." Suatu ketika, ia pernah berada di dalam sebuah tarnan. Dan di dekatnya ada seekor burung yang bertengger di atas dahan. Abu Bakar berkata, "Wahai burung, alangkah nikmatnya hidupmu, kamu makan, minum, dan terbang di antara pepohonan tetapi di akherat tidak akan ada hisab atasmu. Andaikan Abu Bakar menjadi sepertimu." (TarikhulKhulafd) 

Rabi'ah Aslami ra. bercerita, "Suatii ketika saya pernah salah paham dengan Abu Bakar ra.. Dan ia telah berbicara kasar kepadaku, tetapi saya diamkan hal itu. Ketika ia menyadari kesalahannya, ia berkata kepadaku, "Ucapkanlah kata-kata kasar kepadaku, sehingga menjadi balasan bagiku.", Namun, saya menolaknya. la berkata, "Kamu harus mengucapkannya, jika tidak saya akan adukan kepada Rasulullah saw.." Saya tetap tidak menjawab apa pun. Lalu, ia bangun dan pergi meninggalkanku. Ketika itu ada beberapa orang Banu Aslam yang menyaksikan kejadian tadi, mereka berkata, "Orang ini aneh sekali, ia sendiri yang memulainya dan ia sendiri yang mengadukannya kepada Rasulullah saw." Saya berkata, "Tahukah kamu siapakah dia? Dialah Abu Bakar, jika kamu menyakitinya berarti kamu menyakiti Rasulullah dan barangsiapa menyakiti Rasulullah, berarti ia telah menyakiti Allah swt. Jika perbuatanku telah menyakiti Allah swt, maka siapakah yang dapat menyelamatkan kehancuran Rabi'ah?" Kemudian saya pun pergi menemui Nabi saw. dan menceritakan kejadian tersebut. Sabda beliau, "Kamu tidak mau membalasnya dan tidak mau menjawab itu baik, tetapi sebaiknya kamu katakan;" Semoga Allah swt. memaafkanmu, wahai Abu Bakar!" 

Faedah: 
Inilah keteladanan rasa takut kepada Allah. Hanya karena sepotong kalimat yang sepele, Abu Bakar ra. demikian takut akan balasannya nanti di akherat. Ia sangat cemas dan mengkhawatirkannya. 
Padahal beliau sendiri yang memulai dan beliau sendiri yang mengadukannya kepada Nabi saw., agar Rabiah ra. mau membalas perbuatannya itu.
Pada hari ini, kita saling mencaci dengan mudah. Tanpa rasa khawatir sedikit pun, bagaimana balasan di akherat, atau hisab atas perbuatankita.

6. Kisah Perasaan Takut Umar ra.

Kadang-kala Umar ra. memegang setangkai rumput dan berkata, "Seandainya aku menjadi setangkai rumput ini." Terkadang beliau berkata," Seandainya ibuku tidak melahirkanku."

Suatu ketika, ia sedang sibuk dengan pekerjaannya. Seseorang mendatanginya dan berkata, "Si fulan telah menzhalimiku. Engkau hendaknya menindaknya." Umar ra. segera mengambil sebatang cambuk dan memukul orang itu, sambil berkata, "Ketika saya sediakan waktuku untukmu, kamu tidak datang. Sekarang saya sedang sibuk dengan urusan lain, kamu datang dan memintaku untuk menyelesaikannya." Orang itu pun pergi. Lalu Umar ra. menyuruh seseorang untuk memanggil kembali orang tadi. Setelah datang, Umar ra. memberikan cambuk kepadanya dan berkata, "Balaslah aku!" Jawab orang itu, "Aku telah memaafkanmu karena Allah."
Segera Umar ra. pulang ke rumahnya dan mengerjakan shalat dua rakaat. Kemudian beliau berbicara kepada dirinya sendiri, "Hai Umar, dahulu kedudukanmu rendah, sekarang Allah meninggikan derajatmu. Dahulu kamu sesat, lalu Allah memberimu hidayah. Dahulu kamu hina, lalu Allah memuliakanmu, dan Dia telah menjadikanmu sebagai raja bagi manusia. Sekarang telah datang seorang laki-laki mengadukan nasibnya dan berkata, "Aku telah dizhalimi, balaskanlah untukku, tetapi kamu telah memukuhiya. Kelak pada hari Kiamat, apakah jawabanmu di hadapan Tuhanmu?" Lama sekali Umar menghukumi atas dirinya sendiri. (Asadul Ghobah)

Pelayan beliau, yaitu Aslarn ra. berkata, "Suatu ketika saya pernah bersama Umar ra. pergi ke Hirah (salah satu kota dekat Madinah). Lalu, terlihat ada nyala api di atas gunung. Umar ra. berkata, "Itu mungkin suatu kafilah yang kemalaman dan mereka tidak sampai ke kota, mereka terpaksa menunggu di luar kota. Mari kita lihat berita baik dari mereka, bagaimana penjagaan malam mereka!" Setibanya di sana, tampaklah seorang wanita dengan beberapa anak kecil yang menangis di sekelilingnya. Dan perempuan itu sedang merebus air dalam suatu kuali di atas tungku yang menyala. Umar ra. memberi salam kepada wanita tadi, dan meminta ijin untuk dapat mendekatinya, dan bertanya, "Mengapa anak-anak ini menangis?" Jawab Wanita itu, "Mereka kelaparan." Lalu Umar ra, bertanya, "Apa yang sedang engkau masak dalam panel itu?" Jawab wanita itu, "Panci ini penuh dengan air, hanya untuk membohongi anak-anak agar mereka senang dengan menyangka saya sedang memasakkan makanan untuk mereka, sehingga mereka tertidur. Semoga Allah menghukum Amirul Mukminin Umar ra., yang tidak mau tahu dengan kesempitanku ini." Umar ra. menangis, dan berkata, "Semoga Allah merahmatimu, tetapi bagaimana Umar ra. dapat mengetahui keadaanmu?" Jawab wanita itu, "Dia adalah ketua kami, seharusnya ia memperhatikan keadaan kami."

Aslam ra. melanjutkan ceritanya; kemudian Umar ra. mangajakku kembali ke Madinah. Lalu ia mengeluarkan sekarung gandum, kurma, minyak, dan beberapa potong pakaian juga beberapa dirham dari Baitul Mal. Setelah karung itu penuh berisi, beliau berkata kepadaku, "Wahai Aslam, letakkan karung ini di pundakku!" Saya menjawab, "Biarkan saya yang membawanya, ya Amirul Mukminin." Sahut Umar ra,, "Tidak! Letakkan saja di pundakku." Dua tiga kali aku menawarkan diriku dengan sedikit memaksa kepadanya, lalu beliau berkata, "Apakah kamu akan memikul dosa-dosaku nanti pada hari Kiamat? Tidak, aku sendirilah yang akan memikulnya, dan aku juga yang bertanggung jawab atas hal ini." Terpaksa, saya letakkan karung itu di pundak beliau. Dan dengan tergesa-gesa beliau membawa karung itu ke kemah tadi dan saya pun tetap turut bersamanya.

Setibanya di sana, beliau langsung memasukkan tepung, dan sedikit minyak, ditambah dengan kurma lalu diaduk, dan beliau sendiri yang menyalakan tungkunya. Aslam bercerita, "Saya melihat asap mengenai janggutnya, beliau memasak sampai matang. Lalu, beliau sendiri yang menghidang makanan itu dengan tangannya yang penuh berkah kepada keluarga itu. Demikian senangnya Umar ra. tertawa-tawa melihat mereka makan. Setelah selesai makan, anak-anak itu pun bermain-main riang. Wanita itu sangat senang, ia berkata, "Semoga Allah memberimu balasan yang baik, seharusnya kamu lebih berhak menjadi khalifah daripada Umar. Untuk menyenangkan hati ibu tadi Umar ra. berkata, "Jika kamu menjumpai khalifah, maka kamu akan menjumpaiku di sana."
Kemudian, Umar ra. meletakkan kedua tangannya di bawah dan duduk di atas tanah. Beberapa saat kemudian beliau pun meninggalkan mereka. Umar ra. berkata kepada Aslam ra, "Aku tadi duduk di situ karena aku telah melihat mereka menangis, dan hatiku ingin duduk sebentar menyaksikan mereka tertawa." (Asyharu Masyahir)
Dalam shalat-shalat Shubuhnya, Umar ra. selalu membaca surat-surat Al-Qur'an yang panjang. Kadang-kadang, beliau membaca surat Al-Kahfi, Thaha, dan surat lainnya, sambil menangis terisak-isak, sehingga suara tangisannya terdengar hingga beberapa shaf ke belakang.  Suatu ketika Umar ra. membaca surat Yusuf dalam Shubuhnya, ketika sampai di ayat:

"Ya'qub menjawab: "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya." (Yusuf: 86)

Beliau menangis terisak-isak sehingga suaranya tidak terdengar lagi. Beliau juga kadang-kadang terus membaca Al-Qur'an sambil menangis dalam tahajjudnya sehingga terjatuh dan sakit.

Faedah:
Inilah keteladanan rasa takut seseorang kepada Allah, yang namanya sangat ditakuti oleh raja-raja. Sekarang, setelah 1.300 tahun lamanya, adakah seorangraja, seorangpejabat, atausekedarpemimpin biasa yang mempunyai rasa tanggung jawab dan kasih sayang terhadap rakyatnya sedemikian rupa seperti Umar ra.?

7. Kisah Ibnu Abbas ra. Memberi Nasehat

Wahab bin Munabbih rah.a. bercerita, "Pada masa tua Abdullah bin Abbas ra., matanya telah menjadi buta. Saya pernah membawanya ke Masjidil Haram. Setibanya di sana, terdengar suara orang bertengkar. Beliau berkatakepadaku, "Bawalah sayake situ." Saya pun membawanya ke perkumpulan itu. Di sana, beliau langsung memberi salam, dan mereka mempersilakan beliau duduk, tetapi beliau menolak. Beliau berkata, "Kalian tidak mengetahui bahwa hamba-hamba Allah yang istimewa adalah mereka yang karena rasa takutnya kepada Allah banyak berdiam diri. Padahal, ia tidak udzur atau bisu, bahkan ia fasih berbicara, pandai berbicara, pintar, tetapi karena sibuk mengingat keagungan Allah swt., hal itu menjadikan akal mereka, hati mereka dibiarkan hancur dan lisan mereka dibiarkan membisu. Jika mereka menemui sesuatu atau keadaan yang menyulitkan, maka mereka akan segera beramal shaleh. Maka, mengapa kalian lari dari teladan tersebut?" Wahab bin Munabbih rah.a. berkata, "Setelah kejadian tersebut, say a tidak pernah lagi melihat dua orang berkumpul di suatu tempat."

Faedah:
Karena tingginya rasa takut Ibnu Abbas ra. kepada Allah swt., sehingga beliau menangis setiap saat. Dan dalam kisah di atas, Abdullah bin Abbas ra. telah memberikan suatu cara yang mudah untuk beramal shaleh, yaitu dengan mengingat kebesaran dan keagungan Allah swt. tentu akan memudahkan kita untuk beramal shaleh. Dan yakinlah, bahwa hal itu akan menambah keikhlasan hati kita. Apa sulitnya, jika kita coba meluangkan sebagian kecil waktu kita dalam 24 jam sehari semalam, untuk memikirkannya?

8.    Kisah Perjalanan Melewati Perkampungan Kaum Tsamud KeTabuk

Perang Tabuk adalah perang yang sangat masyhur. Itu adalah perang terakhir yang diikuti oleh Rasulullah saw.. Suatu ketika, sampailah berita kepada Nabi saw. bahwa raja Rum akan menyerang Madinah Munawwarah dengan bala tentara yang besar melalui Syam. Atas berita ini, maka pada tanggal 5 bulan Rajab tahun kesembilan Hijriyah, Rasulullah saw. telah berangkat dari Madinah untuk melawanpenyerangan ini.
Ketika itu, cuaca sangat panas dan musuhpun sangat besar. Nabi saw. telah mengumumkan kepada pasukan Muslimin agar mempersiapkan diri sebaik mungkin. Beliau pun menganjurkan beberapa nasehat di dalamnya. Pertempuran inilah yang telah menyebabkan Abu Bakar ra. mengorbankan seluruh hartanya. Sehingga ketika beliau ditanya oleh Nabi saw., "Apa yang kamu tinggalkan di rumahmu?" la menjawab, "Saya tinggalkan Allah dan Rasul-Nya bersama mereka." Dan Umar ra. telah mengorbankan setengah hartanya. Kisah ini akan dijelaskan pada bab kedua nanti. Utsman Al-Ghani ra. juga mengorbankan perlengkapan perang untuk seluruh pasukan. Sedangkan yang lainnya, telah menginfakkan menurut kemampuan mereka. Pada masa itu, keadaan para sahabat sedang susah. Sehingga, seekor unta harus dikendarai oleh sepuluh orang sahabat ra. secara bergiliran. Oleh sebab itu, perang ini pun disebut dengan 'Jaysyul Usrah' (Pasukan kesulitan).
Memang perang ini penuh dengan kesulitan. Jaraknyapun sangat jauh, ditambah musim yang sangat panas. Bersamaan dengan itu, kebun-kebun kurma di Madinah sedang musim panen. Sedangkan sebagian besar penduduk Madinah bergantung pada bertanam kurma. Itulah sumber rezeki mereka selama setahun.
Demikianlah ujian iman yang sangat berat bagi Kaum Muslimin. Di satu sisi mereka sangat bertakwa kepada Allah dan tidak mungkin mereka mengabaikan perintah Nabi saw.. Dan di sisi lainnya, kesulitan ekonomi mereka yang dapat terhenti. Khususnya, dari usaha mereka selama setahun penuh, dimana mereka telah berusaha keras atas tanaman tersebut, sehingga sulit bagi mereka untuk meninggalkannya.
Ujian itu sangat jelas terlihat pada diri mereka, tetapi karena ketakwaan mereka kepada Allah lebih besar daripada lainnya, maka mereka menyambut seruan Rasulullah saw. tersebut. Sehingga yang tinggal di Madinah hanyalah golongan munafikin, orang-orang udzur, para wanita, anak-anak, dan sebagian sahabat yang tidak dapat meninggalkan Madinah karena tidak ada kendaraan yang dapat ditunggangi. Padahal mereka sangat ingin menyertai pasukan itu. Mereka menangisi hal ini. Atas kejadian ini, turunlah ay at Al-Qur'an:
"lalu mereka kembali, sedangkan mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan tidak memperoleh apa yang akan mereka najkahkan. "(At-Taubah : 92)

Selain mereka itu, ada tiga orang sahabat yang tidak ikut berperang. Kisah mereka akan dikisahkan kemudian.

Di tengah perjalanan, mereka melalui bekas perkampungan kaum Tsamud. Rasulullah saw. menutupi wajahnya yang penuh nur sambil mempercepat untanya. Sabda beliau, "Kita hendaknya melewati tempat ini dengan cepat. Menangislah dan tanamkan rasa takut setiap melewati tempat orang-orang zhalim. Semoga adzab tersebut tidak diturunkan ke atas kalian, sebagaimana telah diturunkan ke atas mereka. " (Islam Khomis)

Faedah:
Walaupun Rasulullah saw. itu kekasih Allah., namun beliau tetap merasa takut ketika melewati tempat orang-orang yang pernah diadzab oleh Allah swt.. Begitu halnya para sahabatnya ra., walaupun keadaan mereka sangat memprihatinkan, mereka tetap berkorban. Sedangkan, jika kita melalui kampung yang terkena gempa bumi atau bencana alam, kita tidak berduka dan tidak peduli, bahkan hati kita tidak risau dan menangis karena takut atas adzab Allah swt. .

9. Kisah Ka'ab Bin Malik ra. Bertaubat Tidak Ikut Serta Ke Medan Tabuk

Dalam perang Tabuk, selain mereka yang udzur, ada lebih dari delapan puluh orang munafik Anshar yang tidak menyertai pertempuran itu, juga sebagian kecil orang Badui dan beberapa orang luar. Kaum munafik itu bukan saja tidak mengikuti perang tersebut, bahkan mereka berkata kepada yang lainnya,


"Janganlah kalian keluar di musim panas. " (At-Taubah : 81) Allah swt. menj awab perkataan mereka dengan firman-Nya;

"Api neraka jahannam lebih panas lagi. " (At-Taubah : 8 1)

Selain mereka, ada tiga orang sahabat tulen, yang tidak menyertai perang tersebut tanpa udzur yang kuat. Mereka itu ialah, Ka'ab bin Malik ra., Hilal bin Umayyah ra., dan Murarah bin Raabi' ra.. Mereka sedikit pun bukan munafik. Mereka tidak mengikuti perang Tabuk bukan karena sebab tertentu. Atas ketidaksertaan mereka dalam pertempuran tersebut, Ka'ab ra. menuturkan sendiri kisahnya, yang akan diceritakan dalam lembaran berikut ini. Adapun Murarah bin Raabi' ra., ketika itu kebun miliknya sedang panen besar. la berpikir; 'Jika saya ikut berperang, semuanya akan menjadi sia-sia. Saya senantiasa menyertai peperangan, jika untuk kali ini saya tidak menyertainya, tidaklah mengapa." Atas pertimbangan itu, ia tidak menyertainya. Kelak, ketika ia diingatkan oleh Nabi saw., bahwa kebun kurmanyalah yang menyebabkan ia tidak ikut ke Tabuk, maka ia segera menyedekahkan seluruh kebunnya itu. Dan yang menyebabkan Hilal bin Umayyah ra. tidak menyertai peperangan itu, karena bertepatan ketika itu seluruh keluarga dan kaum kerabatnya sedang berkumpul. la pun berpikiran sama dengan Murarah bin Raabi' ra.. Bahwa ia telah menyertai banyak peperangan sebelumnya, maka jika pada saat ini ia tidak menyertainya, tentu tidaklah mengapa. Akhirnya ia pun tidak menyertai peperangan tersebut. Akan tetapi, setelah ia diperingatkan di kemudian hari oleh Nabi saw., maka ia berniat akan memutuskan hubungan dengan kaum kerabat serta ahli keluarganya. Karena sebab merekalah, ia tidak menyertai peperangan tersebut.

Sedangkan kisah Ka'ab bin Malik ra. telah banyak ditulis dalam kitab-kitab hadits. la telah menerangkan kisahnya sendiri dengan terperinci. Ia bercerita, "Sebelum perang Tabuk, saya belum pernah mendapatkan kekayaan dan kesehatan seperti pada saat perang Tabuk. Ketika itu saya mempunyai dua ekor unta, padahal sebelumnya saya tidak pernah mempunyai dua ekor unta sekaligus. Sudah menjadi kebiasaan Nabi saw., jika akan mengadakan suatu peperangan, beliau tidak pernah memberitahukan tujuannya, tetapi beliau menjelaskan keadaannya. Namum pada peperangan kali ini, karena cuaca yang sangat panas dan jarak perjalanan yang sangat jauh, dan musuh yang sangat kuat, maka sebelumnya telah diumumkan agar kaum Muslimin membuat persiapan untuk menghadapinya. Pada saat itu, kaum Muslimin yang akan menyertai Nabi saw. dalam perang Tabuk sangat banyak jumlahnya, sehingga sulit untuk menuliskan nama-nama mereka. Mereka yang tidak ikut pun, tidak dapat diketahui dengan mudah, karena banyaknya jumlah pasukan. Bertepatan pada masa itu, kebun-kebun kurma di Madinah sedang panen besar.

Saya sendiri sangat ingin mempersiapkan peralatan perang sejak pagi hari. Tetapi sampai sore harinya, keinginan saya itu belum terlaksana. Terpikir dalam benak saya, bahwa saya akan mendapatkan banyak keuntungan, dan jika saya bersungguh-sungguh, saya dapat menyusul pasukan itu kapan saja. Akhirnya, Nabi saw. telah berangkat ke medan perang beserta kaum Muslimin, sedangkan saya masih belum membuat persiapan. Lagi-lagi terpikir dalam benak saya; Jika saya siap, saya dapat menyusulnya. Demikianlah yang terjadi, hingga keesokan harinya, diperkirakan Nabi saw. telah tiba di tempat tujuan. Saat itu pun saya masih belum membuat persiapan. Ketika saya melihat keadaan sekeliling Madinah Thayyibah, ternyata yang saya lihat hanyalah orang-orang yang sudah jelas kemunafikannya dan mereka yang udzur.

Kemudian tersiar kabar bahwa Nabi saw. dan rombongannya telah sampai ke tempat tujuan. Juga terdengar kabar, bahwa beliau bertanya; mengapa Ka'ab bin Malik ra. tidak menyertai kita? Seorang sahabat menjawab, "Ya Rasulullah saw., harta dan untanya telah menjadikannya demikian." Muadz ra. menyahut, "Itu tidak benar, selama ini kita mengenal Ka'ab adalah orang baik." Namun Nabi saw. hanya berdiam diri, tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Beberapa hari kemudian, saya mendengar berita kedatangan Nabi saw. di Madinah. Saya langsung merasa takut dan cemas. Terlintas niat di dalam hati untuk memberikan alasan bohong. Sekedar untuk menghindari kemarahan Rasulullah saw.. Bisa saja saya berbohong lalu di kemudian hari, saya meminta maaf kepadanya. Atas masalah ini, saya bermusyawarah dengan seluruh keluarga. Tetapi setelah mendengar kabar bahwa Rasulullah saw. benar-benar telah tiba di Madinah, saya telah memutuskan di dalam hati, bahwa jika hal ini disertai dusta, maka tidak akan menyelamatkan diri saya. Maka saya bertekad akan berkata jujur di hadapan Nabi saw..

Telah menjadi kebiasaan Nabi saw. yang mulia, bahwa setiap kembali dari perjalanan, maka pertama kali beliau akan memasuki masjid, lalu shalat dua raka'at, dan duduk sebentar memberi kesempatan kepada orang-orang yang ingin berjumpa dengan beliau. Begitu Nabi saw. duduk, maka kaum munafik langsung mendatangi Nabi saw. dan memberikan alasan-alasan serta sumpah-sumpah palsu mereka atas ketidak-ikutsertaan mereka dalam peperangan itu. Secara lahir, Nabi saw. menerima alasan mereka. Namun secara batin beliau menyerahkan kepada Allah swt. untuk membereskannya.

Kemudian tibalah giliran saya, saya mendekati beliau dan memberi salam kepadanya. Sambil menoleh ke tempat lain, beliau tersenyum hambar kepada saya. Saya berkata," Ya Rasulullah, engkau telah berpaling dari saya, saya bersumpah, saya bukan munafik dan sayameyakini keimanan saya." Sabda Beliau, "Kemarilah!" Saya pun duduk mendekatinya. Beliau berkata, "Mengapa kamu tidak menyertai peperangan itu, bukankah kamu sudah membeli unta-unta untuk kendaraan?" Saya menjawab, "Ya Rasulullah, jika pada saat ini saya mendatangi ahli-ahli keduniaan, maka saya yakin saya akan membuat alasan-alasan bohong yang masuk akal agar saya terhindar dari kemarahanmu. Dan Allah telah memberi saya karunia kepandaian bicara. Jadi, saya paham, jika saya berhadapan denganmu lalu saya berbohong, dan engkau rela kepadaku, namun Allah pasti memurkai saya. Sebaliknya, jika saya jujur sekarang, maka engkau mungkin akan memarahi saya, tetapi tidak lama Allah yang Maha Suci akan menghilangkan kemarahanmu. Untuk itu saya akan berkata jujur. Demi Allah, saya tidak ada udzur apapun, saya seperti yang lainnya sedang bebas dan lapang. Bahkan, saat ini adalah kesempatan terbaik saya daripada masa-masa sebelumnya." Sabda Nabi saw., "Kamu berkata benar." Lalu sabdanya, "Berdirilah, masalahmu nanti Allah sendiri yang akan memutuskan." Saya pun pergi meninggalkan Rasulullah saw. dan kembali ke rumah.

Di tengah keluarga saya, mereka memarahiku, "Mengapa engkau demikian jujur kepada Nabi saw.? Kamu belum pernah berbuat dosa sedikit pun, Jika kamu meminta agar Rasulullah saw. memohonkan istighfar bagimu tentu itu cukup." Saya katakan kepada mereka, "Banyak orang yang telah berbuat demikian." Orang lain memberitahu, bahwa selain saya, ada dua orang lainnya yang telah berbuat sama dengan saya terhadap Nabi saw. Dan mereka pun mendapatkan jawaban yang sama dengan saya. Pertama, ialah Hilal bin Umayyah ra., dan Murarah bin Rabi' ra.. Saya melihat kedua kawan saya yang juga telah ikut dalam perang Badar, pun diperlakukan sama dengan saya. Dan Rasulullah saw. juga telah melarang orang lain berbicara dengan kami bertiga."

Cerita Ka'ab ra. selanjutnya, "Karena Rasulullah saw. telah melarang orang-orang berbicara dengan kami, maka tiada seorang pun yang berani berbicara dengan kami, bahkan mereka menjauhi kami. Bagi kami, dunia ini seakan-akan telah berubah, sehingga kami merasa bumi yang luas ini bagaikan sempit yang menghimpit. Semua orang menghindari kami, dan yang paling mengganggu pikiran saya adalah, saya khawatir jika saya meninggal dunia pada saat itu; apakah janazah saya akan dishalatkan oleh Rasulullah saw. atau tidak. Dan yang lebih ditakutkan lagi, yaitu jika Rasulullah saw. lebih dahulu meninggal dunia, maka saya akan selama-lamanya dalam keadaan demikian. Tiada seorang pun yang akan berbicara dengan kami. Tiada yang berani menyolatkan jenazah saya. Siapakah yang berani menentang perintah Nabi saw.? Semogasajahal itu tidak terjadi.

Selama lima puluh hari kami demikian. Dua orang kawan saya itu sudah tidak berani lagi keluar rumah, mereka hanya berdiam di dalam rumah saja. Sedangkan saya yang masih mampu keluar rumah dan berjalan-jalan ke pasar, dan ikut berjamaah di masjid. Tetapi. Tetap tiada seorang pun yang berani berbicara dengan saya. Saya masih sering hadir di majelis Rasulullah saw.. Dan saya sangat mengharapkan ada j awaban dari mulut beliau yang mulia untuk kami.

Suatu ketika, setelah selesai shalat berjamaah, saya berdiri shalat sunnah berdekatan dengan Rasulullah saw.. Saya ingin melihat apakah Rasulullah saw. melihat saya ataukah tidak. Ternyata ketika saya sibuk dengan shalat saya, Rasulullah saw. memandangi saya, tetapi ketika saya memandang beliau, beliau memalingkan muka. Demikianlah. Kaum Muslimin, tidak mau berbicara sama sekali dengan saya. Ini suatu penderitaan batin yang sangat berat bagi saya.

Suatu saat, saya memanjat tembok kebun sepupu saya, yaitu Abu Qatadah ra., ia sangat akrab dengan saya. Saya memanjat dindingnya dan memberi salam kepadanya, tetapi ia tidak membalas salam saya. Saya bersumpah dihadapannya, saya bertanya, "Apakah engkau mengetahui atau tidak, bahwa saya masih mencintai Allah dan Rasul-Nya?" la tidak menjawab pertanyaan saya. Saya kembali bersumpah dan bertanya kepadanya. Tetapi ia tetap tidak mau menjawab pertanyaan saya. Saya ulangi lagi untuk yang ketiga kalinya, dan ia hanya menjawab, "Hanya Allah dan Rasul-Nya lah yang mengetahui." Mendengar kalimat itu keluar dari lisannya, saya langsung menangis, lalu saya tinggalkan tempat itu.

Suatu hari, saya sedang berjalan-jalan di pasar Madinah, kemudian saya melihat ada seorang Qibti (Mesir) Nasrani yang datang dari Syam ke Madinah untuk bisnis. la berkata kepada orang-orang, "Saya mendengar ada seseorang yang bernama Ka'ab bin Malik ra., Tolong tunjukkan alamatnya." Orang-orangpun menunjukkan tangannya ke arah saya. Lalu ia mendatangi saya dan memberikan sepucuk surat dari raja kafir yang memerintah di Ghasan, terrulis di dalamnya;

"Kami memahami bahwa saat ini anda sedang mendapatkan perlakuan zhalim dari pemimpin anda. Allah tidak akan membiarkan anda dalam keadaan hina dan menyia-nyiakan anda. Maka, datanglah kepadaku, aku akan menolong anda." (Sudah menjadi kebiasaan di dunia ini, bahwa jika seorang bawahan menerima suatu peringatan dari pimpinannya, maka ia akan bertambah baik atau malah melarikan diri dari pimpinannya).

Ka'ab bin Malik ra. berkata, "Setelah membaca surat ini saya langsung mengucapkan; "Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun ", sampai demikian keadaan saya pada saat itu, sehingga orang-orang kafirpun menginginkan saya dan berusaha mengeluarkan saya dari islam. Ini suatu musibah besar dari saya. Saya ambil surat tadi, dan mencampakkannya ke dalam api. Kemudian saya mengunjungi Nabi saw. dan berkata, "Ya Rasulullah, karena keputusanmu orang-orang kafirpun menghendaki diri saya untuk memasuki agama mereka." Demikian keadaan saya kurang lebih empat puluh hari lamanya. Sehingga pada suatu saat, datanglah seorang utusan dari Rasulullah saw., bahwa kamipun harus berpisah dari istri-istri kami. Saya bertanya, "Apakah yang dimaksud adalah saya harus menthalaknya?" Jawab mereka, "Bukan, tetapi sekedar berpisah sementara." Kepada kedua kawan sayapun, utusan itu telah datang untuk menyampaikan hal yang sama. Saya berkata kepada istri saya, "Pulanglah ke rumah orang tuamu dan tinggallah disana, selama Allah belum memutuskan masalah ini." Sedangkan istri Hilal bin Umayah ra. menemui Rasulullah saw. dan menyampaikan, "Hilal ra. sudah sangat tua; jika tidak ada yang mengurusnya maka dapat mencelakakan dirinya. Karena itu saya meminta ijinmu, jika engkau mengijinkan dan berbaik hati terhadap saya, saya ingin melayaninya." Sahut Nabi saw., "Kamu boleh menjaganya, "Asal tidak berhubungan badan dengannya." Jawab istrinya, "Ya Rasulullah, ia sudah tak ada keinginan lagi, sejak hal ini menimpanya, ia telah menghabiskan masanya dengan menangis."

Ka'ab melanjutkan, "Ada yang mengusulkan kepada saya agar saya pun berbuat seperti Hilal yaitu meminta kepada Nabi saw. agar istri saya melayani saya. Mungkin saya akan diijinkan untuk tinggal dengan istri." Namun saya menjawab, "Hilal itu sudah tua, sedangkan saya masih muda, saya tidak tahu apa jawaban Rasulullah, untuk itu, saya tidak akan ijin atas hal ini." Keadaan tersebut berjalan selama sepuluh hari, sehingga kehidupan tanpa bicara, tanpa bergaul ini, telah berjalan selama lima puluh hari. Pada hari ke lima puluh setelah shubuh, ketika saya sedang duduk-duduk penuh cemas diatas rumah saya, walaupun saya tinggal diatas tanah milik sendiri, tetapi hidup ini terasa sangat sempit bagi saya. Tiba-tiba, dari arah bukit terdengar suara keras, "Hai Ka'ab! Ada berita baik untukmu!" Demikian gembiranya saya, sehingga saya langsung sujud syukur dan menangis penuh gembira. Saya paham, kesempitan ini telah berakhir. Setelah shalat shubuh tadi, Rasulullah saw. telah mengumumkan keampunan bagi kami. Berita yang pertama kali kami dengar adalah dari orang yang menyampaikan berita dari atas gunung itulah. Kemudian datang lagi seseorang yang menunggang kuda membawa berita yang sama saya langsung melepaskan pakaian yang sedang saya pakai dan memberikannya kepada si pembawa berita tadi, karena begitu gembiranya. Padahal, pada saat itu saya tidak memiliki lagi pakaian kecuali pakaian yang saya pakai itu. Lalu saya meminjam pakaian itu untuk menghadap Rasulullah saw.. Kabar gembira inipun telah disampaikan kepada kedua teman saya. Setibanya di Masjid, para khadim Rasulullah saw. pun sedang berkumpul disana, mereka memberi selamat kepada saya atas kabar gembira ini. Yang pertama kali memberi selamat ialah Abu Thalhah ra., saya memeluk dan menyalaminya, peristiwa ini tidak akan saya lupakan. Saya mendatangi tempat duduk Rasulullah saw. Dan memberi salam kepada beliau. Nampaklah wajah beliau penuh dengan nur. Beliau memperlihatkan wajahnya yang penuh nur kegembiraan itu kepada saya. Saya sangat terpaku melihat wajah bahagia Nabi saw. yang bercahaya seperti bulan purnama. Sayaberkata, "Ya Rasulullah, untuk menyempurnakan taubat saya ini, saya ingin menyedekahkan seluruh harta saya di jalan Allah." Sabda Beliau, "Kelak kamu akan mengalami kesulitan. Sebaiknya tinggalkanlah sebagian harta itu untuk persiapanmu." Maka saya sedekahkan seluruh harta saya, kecuali harta rampasan yang saya peroleh dari Khaibar. Saya rasa, kejujuran telah menghasilkan kegembiraan bagi saya. Karena itu, saya berjanji akan senantiasa berkata jujur. (DurrMantsur - FathulBari)

Faedah:
Demikianlah suatu teladan ketaatan para sahabat terhadap agama, dan ketakwaan mereka kepada Allah swt.. Meskipun sebelumnya mereka selalu mengikuti berbagai peperangan, tetapi karena sekali saja mereka tidak mengikuti peperangan, mereka mendapatkan penderitaan selama lima puluh hari. Dan mereka tetap menjalaninya dengan penuh ketaatan dan keridhaan atas aturan yang telah diberikan. Dan harta mereka yang menyebabkan mereka lalai, telah mereka infakkan di jalan Allah. Walaupun kejadian itu telah membuat orang-orang kafir membujuk mereka agar meninggalkan Islam, tetapi mereka tetap teguh atas iman mereka, bahkan iman mereka semakin bertambah. Diamnya Allah dan Rasulullah saw. atas perbuatan mereka, telah menyadarkan mereka akan kelemahan iman mereka. Sampai-sampai orang-orang kafir menghendaki agar mereka menj adi murtad.

Kita juga orang Islam, dan firman Allah dan sabda Rasulullah saw. tertera di depan kita, namun perintah Allah yang paling besar dan tiada yang lebih besar darinya setelah iman, yaitu shalat, apakah sudah kita sempurnakan? Dan bagaimanakah kita menunaikannya? Dan juga tanyakanlah, bagaimana dengan zakat, haji dan sebagainya, yang juga mengeluarkan uang.

10. Kisah Rasulullah saw. Mengingatkan Sahabat Yang Tertawa Dengan Alam Kubur

Suatu ketika, Rasulullah saw. datang untuk shalat. Lalu beliau melihat kumpulan sahabat ra. sedang tertawa-tawa. Mereka tertawa sangat keras, sampai gigi-gigi mereka terlihat jelas, Nabi saw. bersabda, "Apabila kalian banyak mengingat maut, maka kalian tidak akan seperti yang saya lihat saat ini. Perbanyaklah mengingat maut. Di kubut, tiada sehari pun yang terlewati kecuali kubur akan berkata, "Saya adalah iranah yang tidak mengenal persahabatan, saya adalah ramah yang penuh dengan debu, saya adalah rumah penghabisan, saya adalah nnnah kalajengking." Apabila seorang mukmin diletakkan di dahm kubur, maka kubur akan berkata, "Selamat datang, bagus kamu tdah datang, sebanyak apapun orang yang tinggal di atas bumi ini, kamulah yang paling saya sukai. Sekarang kamu telah tiba, maka saya akan berbuat yang terbaik bagimu." Kemudian kubur akan melebar seluas pandangan si mayit, dan akan dibukakan untuknya salah satu pintu surga. Sehingga berhembus angin surga kepadanya, dan akan tercium harumnya surga.

Dan jika seseorang yang berakhlak buruk dimasukkan ke kubur, maka kubur akan berkata, "Tiada ucapan selamat datang bagimu. Sangat buruk kedatanganmu ini. Dari semua orang yang berada di atas bumi ini, kamulah yang paling saya benci. Sekarang kamu telah datang padaku, maka lihatlah bagaimana saya tunjukkan sesuatu yang paling jelek bagimu." Kemudian kubur akan merapat dan akan terus menghimpitnya, sehingga tulang rusuknya saling menikam. Kemudian datanglah tujuh puluh ekor ular menyiksanya. Jika satu saja bisa ular itu jatuh ke bumi, maka tiada sehelai rumput pun yang dapat tumbuh di atasnya. Ular-ular itu terus menyiksanya sampai hari Kiamat." Sabda Rasulullah saw., "Kubur adalah salah satu taman dari taman-taman surga, atau salah satu jurang dari jurang-jurang neraka,"

Faedah:
Takwa kepada Allah adalah bekal yang terpenting, sehingga senantiasa dipikirkan dan direnungkan oleh Nabi saw.. Di samping itu, mengingat maut adalah sesuatu yang sangat bermanfaat. Sehingga Rasulullah saw. dengan melukiskan keadaan kubur, beliau bersabda, bahwa mengingat kubur itu sangat penting dan bermanfaat.

11. Kisah Rasa Takut Hanzhalah Terhadap Sifat Nifak 

Hanzhalah ra. bercerita, "Suatu ketika kami sedang di majelis Rasulullah saw.. Beliau menasehati kami, sesuatu yang membuat hati kami menjadi lembut dan air mata pun bercucuran. Seolah-olah kami melihathakekat yang sebenarnya. Selesai dari majelis Rasulullah saw., saya kembali ke rumah dan berkumpul dengan anak istri. Lalu mulailah kami berbicara masalah duniawi, bercanda dengan anak-anak, dan bercumbu dengan istri. Ketika itu, sangat berbeda keadaannya dengan ketika di dalam majelis Nabi saw.. Terpikir di benak saya; Keadaan saya ternyata berbeda dengan keadaan ketika itu. Saya berkata dalam hati, jadi sebenarnya kamu ini seorang munafik. 

Sebab, ketika di majelis Rasulullah saw. keadaanmu berbeda dengan ketika kamu berada di tengah anak-istrimu. Saya sangat kecewa ketika menyadari hal ini, dan sangat sulit menerimanya. Dengan pikiran kalut saya keluar rumah sambil berkata, "Hanzhalah! kamu telah munafik." Lalu Abu Bakar ra. datang menghampiriku. Saya berkata kepadanya," Hanzhalah telah menjadi munafik." Sahut Abu Bakar ra., "Subhanallah! tidak benar apa yang kamu katakan!" Saya pun menceritakan kejadiannya, bahwa ketika saya di majelis Nabi saw., ketika beliau menceritakan tentang surga dan neraka, maka ketika itu seolah-olah keduanya berada di hadapan saya. Tetapi ketika pulang ke rumah, bercanda dengan anak istri, maka semua yang terjadi bersama Rasulullah saw. terlupakan." Abu Bakar ra. menyahut, "Ya, itu pun terjadi pada kami."

Lalu keduanya menemui Rasulullah saw.. Hanzhalah ra. berkata, "Ya Rasulullah, saya telah menjadi munafik." Sabda Beliau saw., "Apa yang terjadi?" Hanzhalah bercerita, "Ya Rasulullah, jika kami berada di hadapanmu dan engkau menceritakan tentang surga dan neraka kepada kami, maka seolah-olah keduanya berada di depan kami. Tetapi jika kami meninggalkanmu dan bercanda dengan anak istri kami, maka apa yang baru terjadi denganmu telah terlupakan oleh kami." Jawab Beliau saw., "Demi Dzat yang nyawaku berada di tangan-Nya, jika setiap saat, keadaanmu senantiasa seperti ketika bersamaku, maka para malaikat akan menyambutmu di tempat tidurmu dan berjabat tangan denganmu di jalan-jalan. Namun Hanzhalah, keadaan seperti itu kadang-kadang sajaterjadi."

Faedah:
Manusia tetap memiliki keperluan hidup yang hams ditunaikan. Makan, minum, anak, istri, bahkan menggauli mereka pun sangat penting. Dan keadaan mengingat surga dan neraka pun kadang-kadang terjadi juga, tetapi tidak setiap waktu. Tanpa kita kehendaki, keadaan demikian akan terjadi pada diri kita. Jika tidak demikian, maka itu adalah keadaan malaikat. 

Mereka tidak disibukan dengan urusan lain, tanpa anak istri, tanpa berpikir tentang kehidupan dan tanpa urusan keduniaan. Sebaliknya, manusia senantiasa dipenuhi tugas dan keperluannya sebagai manusia. Sehingga tidak dapat menetap dalam satu keadaan. Yang hams kita perhatikan dalam hal ini adalah; bagaimana sahabat sangat merisaukan agama mereka. Dengan berubah sedikit saja keadaan mereka dari ketika bersama Nabi saw., mereka telah menyangka bahwa diri mereka itu munafik. Mencintai sesuatu, akan menj adikan beribu cara kita untuk memikirkannya. Jika anak kita yang kita cintai sedang dalam perjalanan, maka kita akan sangat merisaukannya. Jika kita mendapat berita bahwa daerah yang di tuju terkena wabah atau bencana, maka berapa banyak surat serta telegram yang akan kita kirimkan?

Artikel Terkait