KEHIDUPAN SAHABAT RA. YANG ZUHUD DAN FAKIR

KEHIDUPAN SAHABAT RA. YANG ZUHUD DAN FAKIR


KEHIDUPAN SAHABAT RA. YANG ZUHUD DAN FAKIR

Sangat banyak kisah atau hadits Nabi saw. mengenai judul di atas. Karena memang demikianlah kehidupan Nabi saw.. Zuhud dan sederhana adalah kesenangan beliau. Demikian banyak hadits tersebut yang terdapat dalam kitab-kitab, sehingga tidak mungkin ditulis semuanya di sini. Sabda Nabi saw., "Kemiskinan adalah hadiah bagi seorang mukmin."

1. Kisah Penolakan Rasulullah saw. Terhadap Tawaran Gunung Emas
Rasulullah saw. bersabda, "Tuhanku telah menawariku dengan menukar gunung-gunung di Mekkah menjadi emas. Namun aku katakan, "Ya Allah, aku lebih suka makan sehari dan lapar pada esok harinya. Jika aku lapar, maka aku dapat mengingat-Mu. Jika aku kenyang, aku dapat rnemuji-Mu dan bersyukur atas nikmat-Mu." {Tirmidzi)

Faedah:
Demikianlah kehidupan jiwa yang suci, dimana kita sering menyebut nama beliau, dan juga bangga menjadi umatnya. Dimana seharusnya selalu kita berittiba' kepada beliau dalam segala hal.

2. Kisah Peringatan Rasulullah saw. Kepada Umar ra. Dan Kehidupan Nabi Yang Zuhud

Suatu ketika, Nabi saw. bersumpah bahwa beliau akan berpisah dengan istri-istrinya selama sebulan, sebagai peringatan bagi mereka. Selama sebulan Nabi saw. tinggal seorang diri dalam sebuah kamar sederhana di atas loteng. Kabar angin mulai tersebar di kalangan para sahabat, bahwa Nabi saw. telah menceraikan istri-istrinya. Ketika Umar ra. mendengar kabar tersebut, ia langsung khawatir, dan lari menuju masjid. Di masjid, terlihat para sahabat sedang duduk menangis karena takut atas kemarahan Nabi saw.. Demikian juga para wanitanya, menangis di rumah-rumah mereka. Umar ra. segera menemui Hafshah r.ha., putrinya. Ia pun sedang menangis di kamarnya. Umar ra. bertanya, "Mengapa menangis? bukankah selama ini aku telah melarangmu berbuat sesuatu yang dapat mambuat marah Nabi?" Lalu Umar kembali ke masjid. Terlihat ada sekelompok sahabat sedang menangis di dekat mimbar. Dia pun ikut duduk bersama mereka sejenak. Lalu ia bangun dan berjalan menuju kamar Nabi saw. yang terletak di tingkat atas masjid. Ia menemui Ribah ra., seorang hamba sahaya yang duduk di tangga kamar Nabi saw.. Melalui Ribah, Umar ra. meminta ijin menemui Nabi saw.. Ribah ra. menyampaikannya kepada Nabi saw., lalu ia kembali dan memberitahukan bahwa ia telah menyampaikan keinginan Umar ra., namun Rasulullah saw. tidak menjawab apa-apa. Umar ra. pun mencoba untuk meminta ijin menemui Nabi hingga tiga kali. Akhirnya ia putus asa dan duduk kembali ke dekat mimbar.

Beberapa lama kemudian, Umar ra. kembali mencoba untuk meminta ijin menemui Nabi saw., dan sekarang ini ia diijinkan masuk. Ribah ra. berkata, "Rasulullah saw. mengijinkanmu masuk." Umar ra. memasuki kamar Nabi saw.. Dia menjumpai Nabi saw. sedang berbaring di atas sehelai tikar dari pelepah kurma, tanpa alas kain sedikit pun. Sehingga guratan tikar itu terlihat jelas di badan Nabi saw. yang putih bersih dan indah itu. Di samping beliau, ada sebuah bantal kulit binatang yang berisi kulit dan daun-daun kurma. Umar ra. memberi salam kepada Nabi saw.. Umar bercerita, "Yang pertama kali saya katakan kepada beliau ialah," Apakah engkau telah menceraikan istri-istrimu?" Jawabnya, "Tidak." Saya merasa lega dan sambil bergurau saya berkata, "Ya Rasulullah saw., kita kaum Quraisy, selalunya menguasai kaum wanita kita, tetapi ketika kita tiba di Madinah ini, Kaum lelaki Anshar dikuasai oleh wanita mereka, sehingga wanita-wanita kita pun terpengaruh oleh mereka." Saya berbicara beberapa ucapan yang membuat Nabi saw. tersenyum. Saya perhatikan keadaan kamar Nabi saw.. Saya melihat tiga helai kulit yang sudah disamak dan sedikit gandum kasar di salah satu pojok kamar. Saya terus memperhatikan tempat itu, dan saya tidak menjumpai selain benda-benda tadi. Melihat hal itu saya menangis. Nabi saw. bertanya, "Mengapa menangis?" Jawab saya, "Bagaimana saya tidak menangis, ya Rasulullah, Saya telah menyaksikan bekas guratan tikar yang tuan tiduri di badan tuan yang penuh berkah ini, dan saya melihat keadaan kamar tuan di depan mata saya ini. Semoga Allah mengaruniakan tuan dengan bekal yang lebih luas. Orang-orang Parsi dan Romawi tidak beragama dan tidak menyembah Allah swt., tetapi raja mereka hidup mewah. Para Kaisar dan Kisra mereka hidup di taman-taman yang di tengah-tengahnya mengalir anak sungai. Sedangkan engkau adalah pesuruh Allah, orang yang sangat khusus di sisi Allah, tetapi engkau hidup dalam keadaan seperti ini." Ketika saya ucapkan kata-kata itu, Nabi saw. sedang bersandar di bantal. Begitu saya selesai berkata, beliau langsung bangun sambil berkata, "Wahai Umar, nampaknya kamu masih ragu mengenai hal ini. Dengarlah! Kesenangan di akherat nanti, tentu jauh lebih baik daripada kesenangan dunia ini. Orang-orang kafir itu mendapatkan kesenangan hidup dan kemewahan di dunia ini, sedangkan kita akan memperolehnya di akherat kelak.." Saya berkata, "Ya Rasulullah, berdo'alah kepada Allah agar Allah mengampuni saya, saya telah bersalah dalam hal ini." (Fath)

Faedah:

Beliau adalah pemimpin dunia dan agama, sekaligus kekasih Allah swt.. Tetapi beliau saw. tidur di atas sehelai tikar yang tidak dilapisi apapun, yang menyebabkan goresan di badannya. Juga dapat kita ketahui bagaimana kebendaan di rumah Nabi saw.. Bahkan dapat kita ketahui, ketika ada orang yang menganjurkannya agar beliau berdo'a kepada Allah swt. dalam masalah kebendaan, beliau malah memperingatkannya. Ada yang bertanya kepada Aisyah r.ha., "Bagaimanakah keadaan bantal dan kasur Rasulullah saw.?" Jawab Aisyah r.ha., "Bantal beliau terbuat dari kulit binatang yang berisi kulit pohon kurma." Hafshah r.ha. pun pernah ditanya oleh seseorang, "Bagaimana keadaan bantal dan kasur Rasulullah saw.?" Jawabnya, "Tikarnya adalah sehelai terpal yang dilipat dua. Suatu hari, saya pernah melipatnya menjadi empat lipatan agar beliau saw. merasa lebih nyaman. Saya hamparkan alas tersebut untuk beliau berbaring. Keesokan paginya Nabi saw. bertanya kepadaku, "Apa yang telah kamu hamparkan untuk saya tadi malam?" Jawab saya, "Kain yang sama, tetapi saya telah melipatnya menjadi empat lipatan." Beliau bersabda, "Lipatlah seperti dulu, kenyamanan seperti tadi malam, menghalangi bangun tahajjud." {Syamail Tirmidzi)

Sedangkan kita sekarang ini, selalu ingin tidur di atas kasur yang empuk dan nyaman. Perhatikanlah, betapa Allah telah mengaruniakan nikmat yang luas, namun jangankan mensyukurinya dari bibir kita selalu terdengar keluhan.

3. Kisah Abu Hurairah ra. Pada Masa Kelaparan

Pada suatu hari, sambil membersihkan hidungnya dengan sapu tangan katun, Abu Hurairah ra. berbicara sendiri, "Ah, lihatlah Abu Hurairah!, sekarang ia membersihkan hidungnya dengan sapu tangan indah dari katun. Padahal saya masih ingat bagaimana saya dahulu, ketika saya jatuh pingsan diantara mimbar dan rumah Nabi saw.. Orang-orang menyangka saya telah gila, sehingga mereka menginjak leher saya dengan kaki mereka. Sebenarnya saya tidak gila, saya sedang kelaparan."

Faedah:
Karena tidak makan berhari-hari, Abu Hurairah ra. mengalami kelaparan yang luar biasa. Bahkan terkadang ia jatuh pingsan karena laparnya. Dan orang-orang menyangka ia terserang penyakit gila. Pada masa itu, penyakit gila biasa disembuhkan dengan cara diinjak leherny a dengan kaki.
Abu Hurairah ra. termasuk golongan orang yang sabar dan qana'ah, ia sering mengalami kelaparan seperti itu. Sampai pada suatu masa, ketika Allah swt. memberikan kejayaan kepada kaum kaum Muslimin, keadaannya mulai bertambah baik. Ia juga seorang ahli ibadah. Ia memiliki sebuah kantung berisi biji-biji kurma yang ia gunakan untuk berdzikir. Jika biji-biji dalam kantung tersebut habis, maka ia mulai bertasbih lagi dari awal. Ia, juga istri dan pelayannya, biasa membagi malam menjadi tiga bagian. Mereka menghidupkan setiap malamnya dengan tiga giliran, sehingga sepanjang malam selalu dihidupkan dengan ibadah kepada Allah. (Tadzkiratul Huffazh).
Saya (penyusun) mendengar dari ayah saya, bahwa kebiasaan seperti ini juga telah menjadi kebiasaan kakek kami. Setiap malam, bapak saya akan sibuk menelaah kitab hingga pukul 01.00 malam. Setelah pukul 01.00, giliran kakek saya bangun dan menyibukkan diri dengan shalat tahajud, dan bapak saya beristirahat. Kurang lebih 45 menit sebelum Shubuh, seluruh keluarga akan dibangunkan untuk shalat tahajud, dan kakek saya melanjutkan istirahatnya.
Ya Allah, berilah taufik kepada kami untuk dapat mengikuti mereka.

4. Kisah Uang Tunjangan Abu Bakar ra. Dari Baitul Mai

Abu Bakar ra. adalah seorang pedagang kain. Beliau selalu sibuk dengan dagangannya. Esok hari, setelah dilantik menjadi khalifah, dengan membawa beberapa helai kain di tangannya, beliau berjalan menuju pasar untuk berjualan seperti biasa. Ketika itu, beliau berjumpa dengan Umar ra.. Umar ra bertanya, "Mau kemana engkau?" Jawab Abu Bakar ra., "Saya akan ke pasar." Sahut Umar ra., "Jika kamu sibuk berdagang, lalu siapa yang akan menjalankan tugas kekhalifahan?" Jawab Abu Bakar ra., "Lalu bagaimana sayaharus membiayai keluarga saya?" Umar ra. berkata, "Man kita jumpai Abu Ubaidah ra. (dijuluki penjaga amanah baitul mal oleh Nabi saw.) agar ia menentukan uang gajimu." Keduanya pun menjumpai Abu Ubaidah ra., dan ditetapkan tunjangan untuk Abu Bakar ra. sama dengan tunjangan biasa bagi seorang muhajirin, tidak kurang dan tidak lebih dari itu.

Suatu hari, istrinya berkata kepada Abu Bakar ra., "Saya ingin membeli sedikit manisan." Jawab Abu Bakar ra., "Saya tidak ada uang untuk membelinya." Kata istrinya, "Jika engkau ijinkan, saya akan menghemat uang belanja sehari-hari, agar dapat membeli manisan itu." Abu Bakar ra. pun setuju. Maka istri Abu Bakar ra. menabung sedikit demi sedikit uang belanjanya setiap hari. Beberapa hari kemudian, uang itu pun terkumpul untuk membeli makanan yang diinginkan istrinya. Setelah terkumpul, istrinya menyerahkan uang itu kepada suaminya untuk dibelikan bahan makanan tersebut. Namun Abu Bakar ra. berkata, "Nampaknya, dari pengalaman ini uang tunjangan kita dari Baitul mal itu melebihi keperluan kita." Lalu Abu Bakar ra. mengembalikan uang yang sudah dikumpulkan oleh istrinya itu ke baitul mal. Dan sejak hari itu, uang tunjangan beliau telah dikurangi sejumlah uang yang dapat dihemat oleh istrinya.

Faedah:
Meskipun ia adalah seorang khalifah dan tokoh masyarakat, namun Abu Bakar ra. tetap ingin berdagang. Dengan pekerjaannya itu, beliau dapat mencukupi keperluan rumah tangganya. Sebagaimana yang telah beliau umumkan ketika diangkat menjadi khalifah, seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Aisyah r.ha.. Ketika Abu Bakar ra. dilantik menjadi khalifah, beliau berkata dihadapan orang-orang, "Wahai kaumku, kalian telah mengetahui bahwa saya mencari nafkah dengan berdagang. Keuntungan saya, telah mencukupi keperluan keluarga saya. Tetapi, sekarang saya telah disibukkan dengan urusan kaum Muslimin, sehingga untuk keperluan saya dan keluarga saya, terpaksa dipenuhi dari baitul mal."

Walaupun demikian, ketika Abu Bakar ra. akan meninggal dunia, beliau berwasiat kepada Aisyah r.ha. agar mengembalikan seluruh uang tunjangan yang telah dikeluarkan baitul mal untuk keperluan keluarganya selama menjadi khalifah. Anas ra. meriwayatkan bahwa ketika Abu Bakar ra. meninggal dunia, beliau tidak meninggalkan apapun, baik dirham atau dinar. Beliau hanya meninggalkan seekor unta betina untuk diambil susunya, sebuah mangkok dan seorang pelayan. Sahabat lainnya berkata, beliau juga telah meninggalkan sehelai kain alas. Benda-benda itu, telah diserahkan kepada Umar ra., ketika ia menggantikannya sebagai khalifah. Kata Umar ra., "Semoga Allah mencucuri rahmat kepada Abu Bakar, ia telah menunjukkan jalan yang sulit diikuti oleh para penggantinya." (Fath)

5. Kisah Uang Tunjangan Umar ra. Dari Baitul Mal

Umar ra. juga biasa berdagang. Ketika beliau menjadi khalifah, maka keperluannya dipenuhi dari Baitul Mal. Beliau mengumpulkan rakyatnya di Madinah Munawwarah, lalu berkata, "Saya biasa berdagang, sekarang kalian telah memberiku suatu kesibukan, sehingga saya tidak dapat berdagang lagi. Sekarang bagaimana mata pencaharian saya?" Orang-orang berselisih pendapat tentang jumlah tunjangan bagi Umar ra.. Sedangkan Ali ra. hanya berdiam diri. Umar ra. bertanya kepadanya, "Apa pendapatmu, wahai Ali?" Jawab Ali ra., "Ambillah uang sekadar dapat mencukupi keperluan keluargamu." Umar ra. sangat menyetujui usul Ali ra.. Maka ditentukanlah uang tunjangan bagi Umar ra..
Beberapa lama kemudian, beberapa orang sahabat termasuk Ali, Usman, Zubair, dan Thalhah ra. mengusulkan agar uang tunjangan Umar ra. ditambah, karena tunjangannya terlalu sedikit. Tetapi tidak seorang pun yang berani mengemukakannya langsung kepada Umar ra.. Akhirnya, mereka menemui Hafsah r.ha., putri Umar ra., juga Ummul Mukminin istri Rasulullah saw.. Mereka meminta agar ia mengajukan usul mereka kepada Umar ra. tanpa menyebutkan nama-nama mereka. Ketika Hafsah r.ha. mengajukan usul tersebut, wajah Umar ra. langsung memerah marah. Umar ra. bertanya, '"Siapakah yang mengusulkan ini?" Sahut Hafsah r.ha., "Jawablah dulu apa pendapatmu." Umar ra. berkata," Andaikan saya tahu siapa mereka itu, niscaya saya tempeleng muka mereka. Hafsah! ceritakanlah kepadaku, tentang pakaian Nabi saw. yang paling baik, yang pernah beliau miliki di rumahnya." Hafsah r.ha. menjawab, "Beliau memiliki dua pakaian berwarna kemerahan yang biasa Rasulullah saw. kenakan pada hari Jum'at atau ketika menemui tamu." Kata Umar ra., "Sebutkan makanan apa yang terlezat, yang pernah dimakan oleh Nabi saw. di rumahmu?" Jawab Hafsah r.ha., "Roti yang terbuat dari tepung kasar lalu dicelupkan ke dalam kaleng berisi minyak. Kami memakannya ketika masih panas, kemudian dilipat beberapa lipatan. Pernah pada suatu hari saya menyapu sekerat roti dengan bekas-bekas mentega yang terdapat dalam sebuah kaleng minyak yang hampir kosong. Beliau saw. memakannya dengan penuh nikmat, dan beliau juga ingin membagi-bagikannya kepada orang lain." Umar ra. berkata, "Sebutkan apa alas tidur terbaik yang pernah digunakan oleh Rasulullah saw. di rumahmu?" Hafsahr.ha. menjawab, "Sehelai kain tebal, yang jika pada musim panas kain itu dilipat empat dan pada musim dingin dilipat dua, separuh digunakan untuk alas tidurnya dan separuh lagi untuk selimutnya." Umar ra. berkata, "Nah Hafsah, sekarang pergilah dan katakan kepada mereka, bahwa Nabi saw. telah menunjukkan suatu contoh kehidupan yang terbaik, dan aku harus mengikutinya. Perumpamaanku dengan dua orang sahabatku; yaitu Rasulullah saw. dan Abu Bakar, adalah seperti tiga orang musafir yang sedang melalui sebuah jalan yang sama. Musafir yang pertama, telah melalui jalan tadi dan telah sampai ke tempat tujuan. Demikian juga musafir kedua, ia telah mengikuti jalan orang yang pertama, sehingga ia pun telah sampai ke tempat tujuan, dan yang ketiga, sekarang ia baru memulai perjalanannya. Jika ia menempuh jalan yang telah mereka tempuh sebelumnya, maka ia akan menjumpai keduanya di tujuan yang sama. Jika ia tidak menempuh jalan mereka yang mendahuluinya, tentu ia tidak akan sampai ke tempat mereka."

Faedah:
Inilah contoh kehidupan seseorang yang sangat ditakuti oleh para raja ketika itu. Namun beliau telah menjalani kehidupannya dengan penuh zuhud.

Suatu hari, beliau berkhutbah di depan para sahabatnya, dengan mengenakan kain sarung dengan dua belas tambalan, salah satunya ditambal dengan kulit. Ketika itu beliau terlambat datang ke masjid untuk menunaikan fardhu Jum'at. Beliau berkata kepada jamaah, "Maafkan saya, saya terlambat karena hams mencuci pakaian saya dulu, karena saya tidak memiliki baju lain untuk dipakai." (Asyhar)
Juga pernah pada suatu ketika Umar ra. sedang menikmati makanannya, lalu datanglah pelayan beliau memberitahukan bahwa Utbah bin Abi Farqad ingin menemui beliau. Setelah Umar ra. mengijinkan Utbah masuk, beliau mengajak Utbah makan bersama. Utbah pun menerima tawaran tersebut. Tetapi roti yang dihidangkan adalah roti keras dan tebal, sehingga ia sangat sulit menelannya. Ia bertanya, "Mengapa tuan tidak menggunakan tepung yang baik untuk roti?" Jawab Umar ra., "Apakah semua orang Islam mampu memakan roti dari tepung yang baik?" Sahut Utbah, "Tidak semuanya." Umar ra. berkata, "Nampaknya kamu ingin agar saya menikmati semua jenis kenikmatan hidup di dunia ini." (Asadul Ghobah)
Kisah-kisah seperti ini bukan hanya berjurnlah ratusan, bahkan ribuan kisah yang menunjukkan pengorbanan dan perjalanan hidup para sahabat ra.. Dan sekarang kita tidak dapat meniru kehidupan mereka, bahkan hasrat untuk mengikuti kehidupan mereka pada diri masing-masing pun sudah tidak ada lagi. Disebabkan kelemahan kita, kita tidak mampu menanggung kesusahan dalam menjalani kehidupan seperti mereka. Karena itu pulalah para ahli sufi tidak mengijinkan bermujahadah seperti itu, karena hal itu dapat melemahkan diri kita. Memang dari awalnya kita tidak berdaya, sedangkan mereka telah memiliki kekuatan untuk menjalani kehidupan seperti itu sejak awal. Yang sangat penting bagi diri kita adalah, agar selalu ada rasa semangat dan cita-cita serta usaha untuk dapat mengukuti langkah mereka. Sehingga dapat meredam kainginan duniawi kita, dan pandangan kita pun semakin menunduk ke bawah.

Pada jaman ini, memang sangat penting menjaga keseimbangan dunia akherat. Dimana orang-orang tengah disibukkan dengan kenikmatan duniawi. Sehingga timbul persaingan untuk mendapatkan harta. Pandangan mereka hanya tertuju pada kebendaan, mereka merasa rugi jika ada orang lain yang lebih kaya daripada mereka.

6. Kisah Bilal ra. Berhutang Kepada Seorang Musyrik Untuk Berkhidmat Kepada Nabi saw.

Suatu ketika Bilal ra. ditanya, "Bagaimanakah biaya keperluan Nabi saw.?" Jawabnya, "Beliau saw. tidak pernah menyimpan sesuatu untuk esok hari. Sayalah yang mengurusnya. Sudah menjadi kebiasaan Nabi saw. jika ia didatangi seseorang yang kelaparan, maka bila tidak ada biaya, beliau akan berkata kepadaku, "Pinjamlah dari siapa saja agar dapat memberi makan orang itu." Lalu saya akan memenuhi keperluan orang itu dengan berutang. Jika ada orang datang tanpa berpakaian, maka beliau saw. akan berkata, "Pinjamlah dari siapa saja agar dapat membelikan baju untuk orang itu." Lalu saya akan mencarikan pakaian untuknya dengan berutang. Inilah kebiasaan Rasulullah saw..

Suatu hari, ada seorang musyrik datang menemuiku, ia berkata, "Saya telah memperoleh banyak rezeki. Jika kamu perlu uang, jangan meminjam dari orang lain. Pinjamlah dariku." Saya senang dengan tawaran itu, saya pun mulai meminjam uangnya untuk keperluan Nabi saw.. Suatu ketika, setelah saya berwudhu untuk adzan, tiba-tiba datanglah orang musyrik itu dengan kelompoknya. Diaberteriak, "Hai orang Habsyi!" Saya menoleh, lalu menjumpainya. Ia langsung memaki dan berkata-katakasar kepada saya. Katanya, "Tinggal berapa hari lagi bulan ini?" Jawab saya, "Sudah hampir habis." Ia-berkata, "Bulan ini tinggal empat hari lagi. Jika kamu tidak membayar utangmu dalam empat hari ini, maka aku akan menjadikanmu sebagai budakku dan kamu terpaksa harus menggembalakan kambing seperti dahulu." Setelah berkata demikian, ia pergi meninggalkan saya.
Sepanjang hari itu saya sangat sedih memikirkan hal itu sambil terus berjalan. Setelah shalat Isya, saya mendekati Nabi saw.. Saya ceritakan seluruh kejadian tadi kepada beliau. Saya berkata, "Ya Rasulullah, sekarang ini tuan tidak memiliki suatu apapun untuk melunasi utang saya. Saya pun tidak memiliki apa-apa untuk membayarnya. Dan, si musyrik itu pasti akan menghina saya lagi.

Oleh karena itu, jika diijinkan saya akan pergi dari sini sampai mendapatkan uang untuk membayar utang itu. Jika engkau memanggilku, saya akan segera datang." Setelah mengucapkan hal ini kepada beliau saw., saya segera pulang. Saya persiapkan pedang, perisai, sepatu serta barang-barang lainnya, untuk keberangkatan esok pagi.

Ketika Shubuh hampir tiba, datanglah seseorang berkata, "Cepatlah! Nabi ingin menjumpaimu." Saya segera pergi. Setibanya di sana, saya lihat ada empat ekor unta penuh dengan muatan sedang duduk. Nabi saw. bersabda, "Ada kabar gembira untukmu, wahai Bilal. Allah menyampaikan karunia-Nya untuk membayar utangmu. Ambillah unta-unta itu beserta muatannya, barang ini telah dikirim sebagai hadiah untukku dari ketua kaum Fidak." Saya ucapkan rasa syukur kepada Allah swt., lalu saya segera membayar semua utang saya. Pada saat itu Nabi saw. masih menunggu di masjid. Saya kembali ke masjid menjumpai Nabi saw.. Saya berkata, "Alhamdulillah, dengan berkahmu utang saya dapat terbayar, ya Rasulullah. Dan sekarang tiada utang lagi yang tersisa." Beliau saw. bertanya, "Apakah masih tersisa barang-barang itu?" Sahutku, "Ya, ada sedikit tersisa." Nabi saw. berkata, "Sisa barang-barang itu pun harus kamu bagikan sampai habis, sehingga aku bisa tenang. Aku tak akan pulang sebelum barang itu habis dibagikan."

Saya pun pergi untuk membagi-bagikan barang tersebut. Setelah shalat Isya Nabi saw. bertanya kepadaku, "Apakah masih ada sisa dari yang kukatakan tadi?" Jawab saya, "Belum ada yang memerlukannya." Maka Nabi saw. kembali beristirahat di masjid. Keesokan harinya, setelah shalat Isya Nabi saw. bertanya lagi, "Apakah masih ada sisa barang dari yang kukatakan kemarin?" Saya menjawab, "Allah telah memberkati tuan dengan ketentraman jiwa. Semua barang-barang itu telah habis dibagikan." Mendengar kabar itu beliau saw. pun memuji dan bersyukur kepada Allah swt.. Rasulullah saw. sangat takut jika nyawa beliau dicabut, sedangkan masih ada sisa harta yang menjadi miliknya. Barulah pada malam itu Nabi saw. kembali ke rumahnya menemui istri-istri beliau.

Banyak juga wali Allah yang hidup, tanpa ingin ada sedikit pun harta di sisi mereka. Jika para wali Allah saja demikian, bagaimana dengan Nabi saw., sebagai pemimpin para Anbiya, pemimpin para auliya? Beliau betul-betul ingin agar dirinya bersih dari keduniaan. Saya mendengar dari beberapa sumber bahwa, Syaikh Abdurrahim Raipuri (semoga Allah menerangi kuburnya) memiliki suatu kebiasaan, yaitu; bila ada uang di sisinya, maka beliau langsung memberikannya kepada orang lain. Dan sebelum beliau meninggal dunia, beliau telah memberikan seluruh miliknya. Sampai pakaian yang sedang beliau kenakan, beliau berikan kepada khadimnya, yaitu Maulana Abdul Qadir rah.a.. Beliau berkata kepadanya, "Engkaulah yang mengenakan pakaian ini sekarang." Dan beberapa kali saya melihat ayah saya (Maulana Muhamad Yahya rah.a) setiap selesai Shalat Maghrib, bila beliau memiliki uang, beliau segera mencari orang yang sedang kesulitan utang, sehingga ribuan orang yang ada utang telah dibantunya. Beliau berkata, "Uang adalah benda yang sering menyebabkan pertengkaran, saya tidak mau menyimpannya hingga malam hari."

Dan masih banyak lagi wali-wali Allah yang kehidupannya seperti ini. Saya pikir tidak perlu diungkapkan satu-persatu, karena mereka masing-masing memiliki warna hidup yang berbeda-beda.

7. Kisah Pengaduan Abu Hurairah ra. Mengenai Kelaparannya

Abu Hurairah ra. bercerita," Andaikan kalian perhatikan keadaan kami dahulu, maka kalian akan jumpai, bahwa ada diantara kami yang tidak dapat berdiri karena lapar, akibat berhari-hari tidak makan sedikit pun. Karena lapar yang sangat pedih, saya pernah terbaring sambil menekan perut ke tanah, bahkan kadang-kadang saya mengikatkan batu di perut saya. Suatu ketika, saya sengaja duduk-duduk di pinggir jalan tempat berlalunya orang-orang sambil menunggu kalau-kalau ada orang yang mengenali saya lewat di tempat saya duduk. Kemudian datanglah Abu Bakar ra.. Saya pun mengaj ak-nya berbincang-bincang. Dalam hati saya berharap, mudah-mudahan ia mengajak saya ke rumahnya, sebagaimana kebiasaan beliau yang mulia; ia akan menyuguhkan makanan yang ada kepada tamunya. Namun, kali ini Abu Bakar ra. tidak mengajak saya ke rumahnya. Beliau tidak banyak berbicara dengan saya. Mungkin tidak terpikir olehnya untuk mengajak saya ke rumahnya, ataupun karena keadaan rumahnya yang tidak ada makanan. Kemudian lewatlah Umar ra. namun kali ini pun, harapan saya tidak berhasil. Akhirnya datanglah Nabi saw.. Beliau tersenyum ketika melihat saya. Beliau langsung memahami keinginan saya. Beliau bersabda, "Mari ikutlah aku, wahai Abu Hurairah." Saya pun mengikutinya sampai ke rumah beliau. Lalu saya diijinkan masuk ke rumahnya. Didalamnya ada semangkuk susu yang sengaja dihidangkan untuk beliau. Beliau bertanya kepada orang rumahnya, "Dari mana susu ini?" Dijawab, bahwa susu itu adalah hadiah dari seseorang untuk Nabi saw.. Lalu beliau berkata kepada saya, "Hai Abu Hurairah, panggilah Ahlu Shuffah kemari." Ahlu Shuffah adalah tamu-tamu Islam. Mereka tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan, bahkan tidak ada yang mengurus makanan mereka. Biasanya Nabi saw. menitipkan mereka dua-dua atau empat-empat kepada sahabat yang mampu. Beliau sendiri biasa menerima dua orang ahlu shuffah sebagai tamunya. Jumlah Ahlu Shuffah ini tidak menentu, kadang banyak, dan kadang sedikit. Tetapi ketika kisah ini terjadi, mereka berjumlah tujuhpuluh orang. Menjadi kebiasaan Nabi saw., jika datang makanan dari mana saja, kadang dari sedekah, maka beliau akan langsung membagikan makanan itu kepada mereka, namun beliau tidak turut makan bersama mereka. Jika makanan itu berasal dari hadiah, maka beliau akan mengundang para sahabat ra. dan beliau akan makan bersama mereka.

Saat itu, Rasulullah saw. menyuruh saya agar mengundang mereka minum bersama. Ketika harus mengundang mereka, saya merasa ragu, apakah susu itu akan mencukupi semua orang yang akan saya panggil, saya kira susu yang ada untuk seorang pun tidak mencukupi. Setelah saya memanggil mereka, saya disuruh oleh Nabi saw. untuk membagikan susu tersebut kepada para Ahlu Shuffah. Dalam benak saya terpikir bahwa giliran saya adalah yang terakhir, bahkan mungkin saya tidak akan mendapatkan sisa sedikit pun. Tetapi mustahil jika tidak mentaati perintah Nabi saw.. Setelah Ahlu Shuffah berkumpul, Rasulullah saw. bersabda kepada saya, "Hidangkanlah susu itu dan bagikanlah." Saya pun berkeliling memegang mangkok susu itu dan menyuguhkannya kepada setiap orang yang hadir pada saat itu. Mereka minum sepuasnya. Setelah puas, barulah dikembalikan kepada saya. Seorang demi seorang, telah meminum susu itu dengan puas. Kemudian Nabi saw. berkata kepadaku sambil tersenyum, "Sekarang tinggal kita berdua." Saya berkata, "Benar, ya Rasulullah." Sabda Beliau, "Sekarang minumlah." Saya pun langsung meminumnya, lalu berhenti. Sabda Nabi saw., "Minumlah lagi." Kata saya, "Sudah, ya Rasulullah." Tetapi beliau tetap berkata, "Minum lagi." Saya pun meminumnya lagi, dan terus meminumnya hingga saya berkata kepada beliau, "Ya Rasulullah, sekarang saya tidak dapat minum lagi." Akhirnya beliau meminum susu yang masih tersisa dalam mangkuk tersebut.

8.   Kisah Pertanyaan Nabi saw Kepada Para Sahabat Mengenai Dua Jenis Manusia

Suatu hari, Nabi saw. duduk-duduk dengan para sahabat ra.. Kemudian ada seseorang yang lewat di hadapan mereka, lalu Nabi saw. bertanya kepada kami, "Apa pendapat kalian tentang orang itu?" Kami menjawab, "Ya Rasulullah, ia keturunan bangsawan. Demi Allah, jika ia melamar seorang wanita, tentu lamarannya tidak akan ditolak. Jika ia mengusulkan sesuatu, tentu akan disetujui oleh yang lain." Nabi saw. berdiam diri tidak berkata apapun. Tidak lama kemudian, ada seorang lagi yang lewat di hadapan mereka. Nabi saw. bertanya tentang orang itu kepada kami. Kami menjawab, "Ya Rasulullah, ia seorang muslim yang miskin. Jika ia meminang seorang wanita, tentu sulit untuk diterima. Jika ia mengusulkan sesuatu, maka akan ditolak. Jika ia berbicara, tidak ada orang yang akan mendengarnya." Sabda Nabi saw., "Orang Habsyi kedua itu lebih baik daripada orang pertama, walaupunia memiliki dunia beserta isinya." Faedah:
Allah swt. tidak memandang seseorang dari segi duniawinya. Seorang muslim miskin yang hina dan dipandang rendah oleh orang lain, tidak memiliki keduniaan sedikit pun, jika ia berkata-kata, maka tidak akan diperhatikan, namun dalam pandangan Allah, ia lebih dekat kepada-Nya daripada beratus-ratus bangsawan terhormat, yang dimuliakan oleh orang banyak, memiliki keduniaan yang lebih dari cukup, yang jika ia berkata-kata, pasti akan diperhatikan oleh orang-orang, tetapi dalam pandangan Allah swt., ia tidak memiliki kelebihan apapun.

Kehidupan dunia ini berlangsung disebabkan keberkahan orang-orang shaleh. Sebagaimana sabda Nabi saw., "Selama masih ada orang yang menyebut asma Allah di dunia ini, maka Kiamat tidak akan terjadi, dan dunia tidak akan dihancurkan." Maka, disebabkan keberkahan nama Allah yang senantiasa disebut oleh para shalihin, dunia ini masih dapat berjalan dengan teratur.

9. Kisah Seseorang Yang Mencintai Nabi saw.

Seorang sahabat ra. datang menemui Rasulullah saw., dan berkata, "Ya Rasulullah, saya sangat mencintaimu." Jawab Nabi saw., "Pikirkanlah dulu ucapanmu itu." Orang itu berkata lagi, "Saya sangat mencintaimu, ya Rasulullah." Nabi saw. pun menjawab lagi, "Pikirlah dulu sebelum kamu berkata demikian." Setelah tiga kali orang itu berkata demikian, maka Nabi saw. bersabda, "Baiklah, jika kamu bersungguh-sungguh atas ucapanmu, maka bersiap-siaplah menghadapi kefakiran yang akan menimpamu. Karena orang-orang yang benar-benar mencintaiku akan ditimpa kemiskinan dengan deras, seperti airbahyangmengalir."

Faedah:
Inilah yang menyebabkan sebagian besar sahabat ra. berada dalam kemiskinan dan kefakiran. Dan kebanyakan muhaddits, sufi, ulama, pun keadaannya tidak jauh berbeda dengan contoh seperti itu.

10. Kisah Kelaparan Yang Menimpa Pasukan Al Ambar

Pada bulan Rajab tahun ke-8 Hijriyah, Nabi saw. telah mengirim pasukan Muslimin sebanyak 300 sahabat ra. ke sebuah tempat dekat laut, di bawah pimpinan Abu Ubaidah ra.. Rasulullah saw. hanya membekali mereka dengan sekarung kurma. Mereka menetap di sana selama lima belas hari, sedangkan persediaan makanan mereka telah habis. Qais ra., salah seorang anggota pasukan, membeli unta dari anggota pasukan lainnya dengan perjanjian akan dibayar di Madinah nanti. Unta itu disembelih olehnya untuk mengatasi kelaparan mereka. Akhirnya, mereka menyembelih tiga ekor unta untuk makanan mereka setiap hari.
Pada hari ketiga, pimpinan pasukan berpikir, jika hal itu diteruskan, tentu mereka akan kesulitan kendaraan untuk pulang. Maka Abu Ubaidah ra. menghentikan penyembelihan unta itu. Lalu beliau menyuruh agar setiap orang mengumpulkan kurmanya dalam sebuah karung. Setiap hari sebuah kurma dibagikan kepada setiap orang. Mereka hanya menambahnya dengan air minum, tanpa memakan apa-apa lagi hingga malam hari. Singkatnya, hari-hari dalam pertempuran yang sangat memerlukan tenaga dan kekuatan, mereka justru hanya memakan sebiji kurma setiap hari.

Ketika Jabir ra. menceritakan hal ini, seseorang bertanya, "Bagaimana hanya dengan sebuah kurma sehari, mendapat kekuatan?" Sahutnya, "Setelah beberapa lama kami terus berjalan, dan kurma­kurma itu pun habis, sehingga tidak ada lagi makanan yang dapat menghilangkan rasa lapar yang sungguh dahsyat ini. Kami hampir mati kelaparan. Kami terpaksa memetik dedaunan, rumput-rumputan, dan akar pepohonan yang dicampur dengan air, lalu kami makan." Dalam keadaaan terpaksa, semua dapat dilakukan. Sesungguhnya, Allah swt. akan mengganti setiap kesusahan dengan kemudahan. Dan Allah swt. mencucurkan rahmat-Nya ke atas orang yang tabah menderita. Setelah pasukan ini mengalami penderitaan yang sangat menyedihkan, tiba-tiba seekor ikan yang sangat besar telah terlempar dari laut, dan jatuh ke pantai di hadapan mata mereka. Ikan itu biasa disebut dengan ikan Ambar (Ikan paus). Demikian besarnya ikan tersebut, sehingga walaupun terus-menerus dimakan selama delapan belas hari, namun tetap belum habis. Bahkan mereka dapat membawa dagingnya ketika kembali ke Madinah. Ketika peristiwa ini diceritakan kepada Rasulullah saw., beliau berkata, "Ikan itu adalah rezeki yang sengaj a Allah swt. turunkan untuk kalian."

Faedah:
Penderitaan dan kesusahan dalam hidup, adalah suatu hal yang biasa terjadi pada diri manusia. Orang-orang yang dekat dengan Allah pun, diberi suatu penderitaan khusus untuk mereka.. Untuk itulah Nabi saw. bersabda, "Penderitaan yang terberat, diberikan kepada para Nabi as., kemudian kepada tokoh-tokoh umat ini, kemudian lebih rendah lagi diturunkan kepada orang yang keutamaannya lebih rendah dari yang kedua. Kemudian penderitaan yang lebih rendah akan diberikan kepada seluruh manusia secara umum. Ujian akan diberikan kepada seseorang, sesuai dengan ketaatannya dalam agama. Jika lebih dekat kepada Allah swt., maka ujiannya akan lebih sulit lagi. Dan setiap selesai suatu kesusahan, dengan rahmat dan kasih sayang-Nya akan diiringi kemudahan. Hendaklah kita senantiasa berpikir, bagaimana orang-orang dahulu dapat demikian bersusah payah semata-mata demi agama. Dengan disebarkan agama, maka agama telah sampai pada diri kita, melalui tumpahan darah, penderitaan serta kesusahan yang telah mereka korbankan. Sehingga, kita mendapatkan agama ini tanpa susah payah.