PENGORBANAN PARA SAHABAT RA.

TULUS & IKHLASNYA PENGORBANAN PARA SAHABAT RA.

ITSAR DAN KASIH SAYANG SERTA PENGORBANAN SAHABAT RA. KARENA ALLAH
 
Itsar adalah mendahulukan kepentingan orang lain ketika diri sendiri sangat memerlukan. Pada mulanya, itsar telah menjadi kebiasaan dan adat para sahabat ra.. Namun di kemudian hari, kebiasaan ini menjadi suatu keistimewaan hidup mereka, yang dikenal dengan sebutan Itsar, sehingga, Allah swt. menyatakan kelebihan mereka ini dalam ayat;

"Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan." (Al-Hasyr: 9)

1. Kisah Seorang Sahabat Memadamkan Lampu Semata-mata Untuk Menjamu Tamunya

Seorang sahabat ra. menjumpai Nabi saw. dan mengadukan kelaparan dan penderitaannya kepada beliau saw.. Lalu Nabi saw. menyuruh seseorang untuk bertanya kepada istri-istri beliau, apakah di rumah ada sisa makanan atau tidak. Ternyata, tidak ada. Lalu Nabi saw. bertanya kepada para sahabatnya, "Adakah diantara kalian yang bersedia satu malam ini melayani tamu ini?" Seorang Anshar menyahut, "Ya Rasulullah, saya bersedia menerimanya sebagai tamu saya." Sahabat Anshar itu membawa pulang tamu tadi ke rumahnya, dan berkata kepada istrinya, "Ia adalah tamu Rasulullah saw.. Jangan sampai kita mengecewakannya dan jangan sampai kita menyembunyikan makanan kita." Jawab istrinya, "Demi Allah! Saya tidak menyimpan makanan kecuali sedikit, itupun hanya cukup untuk anak-anak kita." Jawab suaminya, "Hibur dulu anak-anak kita sampai mereka tidur. Jika sudah tidur, hidangkanlah makanan itu untuk tamu kita. Saya akan mengobrol dengannya. Jika kami akan mulai makan, padamkanlah lampu itu, sambil berpura-pura hendak membetulkannya kembali." Istrinya melaksanakan hal tersebut dengan baik. Malam itu, suami istri, juga anak-anaknya, terpaksa menahan lapar. Dan atas peristiwa ini, Allah swt. berfirman,
"Dan mereka mengutamakan (kaum Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. "(Al Hasyr: 9)
Dan masih banyak lagi kisah para sahabat ra. seperti kisah di atas.

2. Kisah Menjamu Seseorang Berbuka Puasa

Ada seorang sahabat yang senantiasa puasa. Ia sering tidak mempunyai makanan untuk berbuka. Ketika Tsabit Al-Anshari ra. mengetahui keadaan sahabat itu, maka ia berkata kepada istrinya, "Aku akan membawa seorang tamu malam ini, jika kami mulai makan, padamkanlah lampu dan berpura-puralah memperbaikinya. Selama perut tamu kita belum kenyang, kita jangan makan sedikit pun dari makanan itu." Rencana mereka berjalan lancar. Keesokan paginya, ketika Tsabit ra. hadir di majelis Rasulullah saw., beliau saw. bersabda, "Wahai Tsabit! Allah sangat menghargai pelayananmu kepada tamumu tadi malam." (Durrul Mantsur)

3. Kisah Seorang Sahabat Membayar Zakat Unta

Ubay bin Kaab ra. bercerita, "Suatu ketika, Rasulullah saw. menyuruhku untuk mengumpulkan zakat mal. Saya menjumpai seseorang, yang setelah ia jelaskan hartanya, ternyata ia wajib membayar zakat seekor anak unta berusia setahun. Saya pun menagih pembayaran tersebut. Dia berkata, "Apa gunanya seekor anak unta berusia setahun? Ia tidak dapat menyusui atau ditunggangi." Lalu, ia membawa seekor unta betina dewasa, dan berkata, "Ambillah unta ini." Sahut saya, "Saya tidak dapat menerima unta yang melebihi kadarnya. Namun, jika kamu bersikeras ingin memberikannya, kebetulan Nabi saw. akan mengunjungi suatu daerah di dekat sini hari ini. Sampaikanlah tawaranmu ini kepada beliau. Jika beliau tidak keberatan, saya tidak menolaknya. Sebaliknya, jika beliau keberatan, saya pun menolak." Kemudian orang itu membawa unta betinanya kepada Nabi saw. bersama saya. Sesampainya di hadapan Nabi saw., ia berkata, "Ya Rasulullah! Utusanmu telah datang menemuiku untuk memungut zakat dariku. Demi Allah! Sebelumnya aku belum pernah memperoleh kesempatan yang sangat berbahagia ini, yaitu menunaikan zakat kepada Rasulullah ataupun wakilnya. Oleh karena itu, aku telah memberitahukan kepada wakilmu segala apa yang kumiliki. Setelah dihitung olehnya, ia telah memutuskan bahwa aku wajib memberikan seekor anak unta berusia setahun. Ya Rasulullah! Anak unta seumur itu belum dapat mengeluarkan susu atau memikul barang. Aku ingin menggantinya dengan seekor unta betina dewasa, tetapi ia tidak mau menerimanya. Untuk itulah, aku menemui tuan dengan membawa unta betina ini." Nabi saw. bersabda, "Memang benar, hanya itu saja yang wajib kamu keluarkan. Jika kamu sanggup memberi lebih dari kewajibanmu, itu pun akan diterima. Semoga Allah membalas kebaikanmu." Orang itu pun menyerahkan unta betinanya kepada Nabi saw. dan beliau menerimanya serta mendoakan keberkahan untuk orang itu."

Faedah:
Demikianlah contoh sahabat ra. menunaikan zakat harta mereka. Hari ini banyak yang mengaku sebagai pengikut dan pecinta Nabi saw.. Namun, jangankan menambah nilai zakat wajib kita, menunaikannya dengan kadar yang betul pun masih sangat sulit. Sebagian besar orang yang mampu hartanya, tidak memahami hal ini. Sedangkan kalangan menengah, memahami bahwa mereka adalah orang yang beragama. Zakat mereka, hanya ditunaikan untuk sanak saudara serta kaum kerabat saja. Kecuali jika terdesak, maka akan diberikan ke tempat lain. Dengan niat sebatas berzakat.

4. Kisah Perlombaan Bersedekah Antara Umar ra. Dengan Abu Bakar ra.

Umar ra. berkata, "Suatu ketika Rasulullah saw. menyuruh kami agar berinfak di jalan Allah. Kebetulan, ketika itu ada sedikit harta pada saya, maka saya berkata dalam hati, 'Saat ini saya ada harta, saya akan korbankan harta saya melebihi pengorbanan Abu Bakar ra..' Saya pun pulang ke rumah dengan gembira. Lalu, saya membagi dua seluruh harta di rumah saya. Setengahnya saya tinggalkan untuk keluarga, dan setengahnya lagi saya serahkan kepada Nabi saw.. Beliau bertanya, "Apa yang kamu tinggalkan untuk keluargamu, wahai Umar?" Jawab saya, "Ada, ya Rasulullah." Beliau saw. bertanya lagi, "Apa yang kamu tinggalkan?" Jawab saya, "Saya tinggalkan untuk mereka setengah hartaku." Lalu, datanglah Abu Bakar ra. dengan membawa seluruh hartanya. Nabi saw. bertanya kepadanya, "Wahai Abu Bakar, apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?" Sahut beliau, "Saya tinggalkan bagi mereka Allah dan Rasul-Nya." (maksudnya; Saya tinggalkan mereka dengan keberkahan dari Allah swt. dan Rasul-Nya, juga dengan ridha serta kerelaan keduanya). Melihat hal ini, Umar ra. berkata, "Aku tidak akan pernah dapat mengalahkan Abu Bakar ra.."

Faedah:
Berlomba-lomba dalam amal shaleh dan kebaikan satu sama lain, adalah sangat baik dan disukai. Al-Qu'an pun telah menganjurkannya. Kisah di atas terjadi menjelang perang Tabuk. Saat itu Rasulullah saw. memberi anjuran khusus untuk bersedekah. Dan para sahabat ra. dengan kemampuan masing-masing telah mengorbankan harta mereka fi sabilillah dengan penuh gairah dan semangat, sebagaimana dalam kisah kesembilan bab II. Semoga Allah swt. membalas kebaikan mereka, kita, dan seluruh kaum Muslimin.

5. Kisah Para Sahabat ra. Yang Syahid Kehausan Karena Lebih Mengutamakan Kawannya

Abu Jahm bin Hudzaifah ra. berkata, "Ketika berlangsung perang Yarmuk, saya mencari keponakan saya yang menyertai pertempuran itu. Saya membawa sebuah kendi berisi air. Mungkin ia kehausan. Ketika saya menjumpainya dan akan memberinya minuman yang saya bawa, tiba-tiba terdengar suara rintihan seseorang. Keponakan saya menyuruh saya dengan isyarat, agar memberikan minuman itu kepada orang yang merintih itu. Ternyata, orang itu adalah Hisyam bin Abil Ash ra.. Ketika saya mendatanginya, ternyata di dekatnya pun ada seseorang yang kehausan meminta air. Hisyam memberi saya isyarat agar saya mendekati orang itu. Ketika saya mendekatinya, ternyata ia telah meninggal dunia. Akhirnya, saya membawa kembali air itu kepada Hisyam ra., ternyata Hisyam ra. pun telah meninggal dunia. Saya langsung ke tempat keponakan saya tadi, rupanya ia pun telah meninggal dunia. 'Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun'. (Diroyah)

Faedah:
Sangat banyak kisah-kisah mengenai sifat itsar para sahabat yang tertulis dalam kitab-kitab hadits. Walaupun, saudaranya sendiri sedang kehausan, ia tetap mendahulukan kepentingan orang lain, yang juga dalam kesulitan. Ia tidak hanya berpikir untuk dirinya sendiri, tetapi juga memikirkan saudaranya yang kedua, dan yang kedua pun memikirkan saudaranya yang ketiga, sehingga ketiga-tiganya meninggal dunia.
Allah swt. tentu akan melimpahkan kasih sayang dan kemuliaan bagi mereka, karena mereka mampu mencurahkan kasih sayang mereka, dengan mengorbankan nyawa mereka sendiri.

6. Kisah Pengkafanan Hamzah ra.

Paman Nabi saw., yaitu Hamzah ra. telah syahid pada perang Uhud. Orang-orang kafir itu telah memotong telinga, hidung, dan anggota-anggota tubuh Hamzah ra.. Dadanya dirobek dan hatinya dikeluarkan dengan sangat zhalim. Setelah pertempuran selesai, Nabi saw. bersama para sahabat ra. mencari para syuhada dalam pertempuran itu dan menyiapkan kain-kain kafan untuk mereka. Nabi saw. sangat bersedih ketika melihat keadaan mayat Hamzah ra.. Lalu, dengan sehelai kafan ditutupilah mayat Hamzah ra.. Kemudian, datanglah saudari Hamzah ra.; Shafiyah r.ha.. Melihat mayat saudaranya yang telah rusak, sebagai seorang wanita, hatinya kurang tabah melihat kezhaliman tersebut. Sebab itu, Rasulullah saw. segera menyuruh Zubair ra., putra Shafiyah ra. agar melarang ibunya mendekati mayat Hamzah ra.. Zubair ra. pun melarang ibunya agar tidak mendekati jenazah. Ibunya berkata, "Saya sudah mengetahui keadaan saudara saya, yang syahid dengan hidung, telinga dan anggota-anggota tubuhnya yang terpotong-potong. Karena ia sedang berjuang di jalan Allah, maka hal itu bukanlah masalah. Saya rela. Saya hanya mengharap pahala dari Allah swt., dan hry" Allah saya dapat bersabar." Lalu Zubair ra. menyampaikan hal itu kepada Nabi saw.. Mendengar itu, Shafiyah r.ha. diijinkan menengok kakaknya. Lalu Shafiyah r.ha. mendatangi mayat saudaranya itu, ia membaca, "Inna lillahi wa inna ilaihi ra ji'un." dan memohonkan istighfar baginya kepada Allah swt..
Dalam riwayat lain diceritakan; Ketika berlangsung perang Uhud, banyak bertebaran mayat para syuhada. Lalu ada seorang wanita yang melihat ke sana. Rasulullah saw. segera bersabda, "Lihat, cegahlah wanita itu." Zubair ra. bercerita, "Saya mengenalinya. Ternyata ia ibuku. Saya segera melarangnya, tetapi ia menolak keras, sehingga saya jatuh terpukul ibuku." Ibuku berkata, "Minggirlah." Kata saya, "Rasulullah saw. telah melarangmu." Ibuku langsung berhenti. Ia tidak jadi melihat mayat saudaranya. Lalu ia mengeluarkan dua helai kain kafan, seraya berkata, "Saya datang dengan membawa kain kafan untuk saudara saya. Saya telah mendengar kabar kematiannya, maka kafanilah ia dengan kain ini." Kami mengambil kain kafan tersebut dan bersiap mengkafani mayat Hamzah ra.. Ternyata di sisi mayat Hamzah ra., ada mayat seorang Anshar, yaitu Suhail yang keadaannya sama dengan Hamzah ra.. Kami merasa tidak enak hati, jika Hamzah ra. mendapatkan dua kain kafan sedangkan Suhail tidak mendapatkan kafan sehelai pun. Akhirnya kami membagi dua kain kafan itu. Sehelai berukuran besar dan lainnya kecil. Kami pun mengundinya. Dan hasilnya, Suhail mendapatkan kain kafan panjang, sedangkan Hamzah mendapatkan kain pendek. Yang jika ditutupkan ke kakinya kepalanya akan terbuka. Dan jika ditutupkan ke kepalanya kakinya terbuka. Akhirnya Nabi saw. menyuruh agar kepalanya ditutup kain, dan kakinya ditutupi dedaunan. (Khamis)
Ibnu Sa'ad ra. menceritakan dalam riwayat lain; bahwa ketika Shafiyah r.ha. datang membawa dua helai kafan untuk mengkafani Hamzah ra. Ternyata di dekatnya ada mayat seorang Anshar dalam keadaan sama. Maka kain yang besar tadi diberikan kepada Hamzah ra.. Ini adalah riwayat yang singkat, sedangkan riwayat Khamis lebih terperinci.

Faedah:
Demikianlah kisah pengkafanan paman Rasulullah saw., raj a dua alam. Ketika pamannya syahid, dan ada seorang wanita yang membawakan kain kafan untuknya, tetapi karena ada mayat seorang Anshar tergeletak di sisinya tanpa kafan, maka beliau merasa tidak enak, sehingga kain itu dibagi menjadi dua. Bahkan pamannya mendapatkan bagian yang lebih pendek daripada orang Anshar itu. Padahal pamannya lebih berhak atas kain itu, namun rasa persamaan lebih diutamakan.
Orang-orang yang mendakwahkan persamaan, jika dakwaan mereka benar, maka seharusnya mereka mengikuti contoh di atas. Dan seharusnya kita merasa malu atas tingkah laku dan ucapan kita. Yang mengaku pengikut Nabi, tapi tidak mengikuti teladan mereka.

7. Kisah Pemberian Kepala Kambing Yang Kembali Lagi

Ibnu Umar ra. bercerita; Ada seorang sahabat ra. memberi kepala kambing kepada sahabatnya. Sahabat yang menerima itu berpikir, "Nampaknya, kawanku si fulan lebih memerlukan ini daripada saya." maka, ia berikan kepala kambing itu kepada tetangganya. Dan tetangganya itu pun berpikiran sama, bahwa tetangganya yang sebelah lebih memerlukan lagi, maka kepala kambing itu diberikan ke rumah sebelahnya. Demikianlah pikiran setiap sahabat yang mendapat kepala kambing itu, sehingga kepala kambing itu telah berkeliling ke tujuh rumah sampai akhirnya kembali ke rumah sahabat yang pertama. (Durr Mantsur).

Faedah:
Dari kisah ini, dapat kita ketahui bahwa semua sahabat itu memerlukannya. Dan dapat diketahui pula, bahwa mereka lebih mementingkan keperluan orang lain daripada keperluannya sendiri.

8. Kisah Umar ra. Mengajak Istrinya Untuk Menolong Orang Yang Akan Melahirkan

Ketika Amirul Mukminin, Umar ra. menjabat khalifah, pada malam hari ia sering berkeliling dari rumah ke rumah untuk menjaga kotanya. Suatu saat, ketika sedang meronda, ia melihat di sebuah tanah lapang ada sebuah kemah dari kulit yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Ketika didekati, ia jumpai seorang lelaki sedang duduk di depan kemah, dan terdengar suara rintihan seseorang dari dalam kemah. Setelah memberi salam, Umar ra. duduk di dekat lelaki tadi sambil bertanya, "Siapakah kalian?" Jawab lelaki itu, "Kami adalah rombongan musafir yang tinggal di hutan." Lalu Umar ra. berkata, "Jika ada suatu keperluan, saya bersedia membantu Anda." Lanjut beliau, "Mengapa ada suara rintihan dari dalam?" Lelaki itu menjawab, "Silakan pergi, dan urus saja pekerjaanmu sendiri!" Setengah memaksa, Umar ra. tetap bertanya, "Mengapa seperti ada suara orang kesakitan?" Lelaki itu ter-paksa menjawab bahwa istrinya hampir melahirkan, sedang kesakitan. Tanya Umar ra., "Apakah ada wanita lain yang membantunya?" Jawab lelaki itu, "Tidak ada." Maka, Umar ra. segera kembali ke rumahnya, dan berkata kepada istrinya, Ummi Kultsum r.ha., "Ada pekerjaan berpahala besar datang untukmu." Istrinya bertanya, "Pekerjaan apa?" Kata Umar ra., "Ada istri seorang penduduk kampung sedang kesakitan karena hampir melahirkan, tanpa ada yang membantunya." Istrinya langsung menjawab, "Ya, untuk suatu kebaikan saya selalu siap." Bagaimana tidak bersedia, sedangkan ia adalah anak Fatimah r.ha. (cucu Rasulullah saw.). Lalu Umar ra. menyuruhnya agar segera mempersiapkan keperluan melahirkan, seperti minyak, ketel, dan lain-lainnya. Juga dibawa serta mentega, gandum dan sebuah panci, lalu mereka pergi. Umar ra. berjalan di belakang. Setibanya di sana, Ummi Kultsum r.ha. segera masuk ke dalam kemah. Sedangkan Umar ra. langsung menyalakan tungku, memasukkan biji-biji gandum ke dalam panci. Setelah persalinan selesai, dari dalam Ummi Kultsum r.ha. berteriak, "Wahai Amirul Mukminin!, saudaramu telah dikarunia kegembiraan dengan kelahiran anak lelaki." Ketika kata 'Amirul Mukminin' terdengar oleh lelaki pemilik kemah itu, ia langsung gemetar. Umar ra. berkata, "Tidak perlu khawatir." Lalu panci masakan tadi dimasukkan ke dalam kemah. Ummi Kultsum r.ha. memberi makan kepada ibu yang baru melahirkan tadi. Setelah itu, panci dikeluarkan. Umar ra. berkata kepada lelaki itu," Ambillah, kamu pun mesti makan, karena malam ini kamu akan berjaga semalaman." Setelah semuanya selesai, Umar ra. dan istrinya pulang ke rumah. Sebelum pulang, Umar berkata kepada lelaki tadi, "Datanglah kepadaku esok, ada sesuatu yang akan saya berikanuntukmu." (Asyhar)
Faedah:
Adakah seorang raja, pemimpin atau orang kaya di jaman ini, yang peduli tentang keperluan orang miskin yang sepele, apalagi bersedia mengajak istrinya pada malam hari memasuki hutan atau perkampungan membantu orang-orang miskin, apalagi dengan tangannya sendiri mau memasakkan makanan untuk mereka. Jangankan orang kaya, ahli agama pun sangat sulit ditemui.
Inilah yang harus kita renungkan. Kita mengaku pengikut mereka. Kita berharap, semoga dengan berkah kisah tersebut, dapat mendorong kita untuk mengamalkannya. Mudah-mudahan, jika kita menemukan seperti keadaan di atas, kita siap melaksanakannya.

9. Kisah Abu Thalhah ra. Mewakafkan Kebunnya

Anas ra. berkata, "Abu Thalhah ra. adalah seorang Anshar yang memiliki kebun terbanyak dan terbesar di Madinah Munawwarah. Salah satu kebunnya yang terbesar bernama 'Birha'. Kebun inilah yang paling disukai olehnya. Letaknya pun berdekatan dengan masjid Nabawi, dan airnya pun mudah diperoleh serta mengalir deras. Rasulullah saw. sering duduk di kebun ini dan meminum airnya.
Ketika ayat berikut ini turun;

"Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebaktian (yang sempurna) sebelum kamu nafkahkan sebagian harta yang paling kamu cintai. "(Ali Imran: 92)

Maka Abu Thalhah ra. langsung menjumpai Nabi saw. dan berkata, " Ya Rasulullah, saya sangat mencintai kebun saya Birha. Dan Allah swt. memerintahkan agar mengorbankan harta yang paling kita cintai. Untuk itu, saya ingin menginfakkan kebun yang sangat saya cintai ini fisabilillah. Apapun yang menurutmu baik untuk digunakan, maka gunakanlah." Rasulullah saw. bersabda, "Sungguh sesuatu yang menggembirakan. Banyak orang yang memerlukan harta ini." Menurut pemahaman saya, beliau saw. ingin agar saya membagikan harta tersebut kepada kaum kerabat saya yang memerlukannya." Kemudian Abu Talhah ra. membagikan hartanya itu kepada sanak saudaranya.

Faedah:
Kita pun hendaknya menginfakkan harta kita yang paling kita cintai. Jika kita mendengar atau membaca suatu nasehat dari Al-Qur'an, maka buktikanlah hal itu dalam perbuatan kita. Apabila terlintas dalam benak kita untuk mewakafkan atau menginfakkan sesuatu, kadang-kadang kita takut menyesal setelah melakukannya, atau khawatir dengan warisan untuk anak cucu kita, yang akhirnya, kita tidak jadi mewakafkan harta tersebut. Bertahun-tahun kita memikirkan hal itu, namun tidak terpikir bahwa hidup kita adalah tanggung jawab kita sendiri. Sangatlah berbeda, jika kita akan mengadakan acara pernikahan umpamanya, kita tidak merasa cemas untuk berutang kepada orang lain.

10. Kisah Abu Dzar ra. memperingatkan Pelayannya

Abu Dzar Al-Ghifari ra. adalah seorang sahabat yang masyhur, dan termasuk ahli zuhud. Kisah ke-Islamannya telah diceritakan dalam Bab I kisah ke-5. Ia tidak pemah mengumpulkan harta, juga tidak menyukai orang yang menumpuk harta. Ia sering mengecam para hartawan. Sehingga, khalifah Utsman ra. menyuruhnya agar menyendiri di Rabzah, yaitu suatu hutan yang sangat sedikit penduduknya.
Abu Dzar ra. memiliki beberapa ekor unta yang digembalakan oleh seorang lelaki tua dan lemah. Suatu ketika, ada seorang lelaki Banu Salim yang datang kepadanya dan menyampaikan keinginannya, "Saya ingin berkhidmat kepadamu, sehingga dapat mengambil manfaat dan pelajaran darimu. Saya siap menggembalakan unta-untamu, agar saya dapat mengambil berkah darimu." Abu Dzar ra. menjawab, "Kawanku adalah yang mau mentaatiku. Jika kamu bersedia mentaatiku, maka tinggallah bersamaku. Jika kamu tidak mendengar ucapanku, maka aku tidak memerlukanmu." Lelaki Banu Salim tadi bertanya, "Ketaatan manakah yang engkau maksud?" Beliau berkata, "Jika aku menyuruhmu untuk menyedekahkan hartaku, maka hendaknya kamu langsung memilih hartaku yang paling baik." Jawab pemuda itu, "Saya siap menerimanya." Maka, tinggallah pemuda itu bersama beliau.
Suatu hari, ada seseorang memberitahu bahwa ada beberapa orang yang sangat kelaparan dan kehausan. Beliau pun menyuruhku, "Ambilkan seekor unta." Selanjutnya, saya pergi melihat unta yang terbaik. Ternyata, ada seekor unta yang sangat bagus, harganya mahal, dan sangat menurut jika ditunggangi. Sesuai dengan janji saya untuk memilihkan pemberian yang terbaik, maka saya membawa unta tadi kepadanya. Namun, hati saya berpikir; unta ini terlalu bagus untuk diberikan kepada orang-orang miskin itu. Segera saya mengembalikan unta itu, dan saya ambil seekor unta betina yang derajatnya di bawah unta tadi. Lalu saya menghadapnya. Setelah melihat unta yang saya bawa, beliau berkata kepadaku, "Kamu telah mengkhianatiku!" Saya memahami maksudnya, maka saya segera kembali dan mengambil unta yang terbaik tadi. Kemudian beliau bertanya kepada orang-orang di sampingnya, "Apakah ada dua orang diantara kalian yang siap bekerja karena Allah?" Dua orang berdiri siap. Abu Dzar ra. berkata kepada mereka, "Sembelihlah unta ini, dan potong-potonglah, lalu bagikan ke setiap rumah! Rumah Abu Dzar ra. termasuk dalam hitungan yang memerlukan, dengan bagian yang sama dengan yang lain." Setelah memberi petunjuk pembagian daging tersebut, beliau memanggil saya, "Saya telah menyuruhmu agar memilih benda yang terbaik untuk disedekahkan, lalu kamu sengaja atau karena lalai telah mengingkarinya. Jika kamu lupa, tidak mengapa." Jawab saya, "Sebenarnya, saya tidak lupa. Mula-mula, saya telah memilih unta yang terbaik tadi, namun hati saya berkata bahwa unta itu paling bagus dalam kerja, dan sangat diperlukan, sedangkan unta-unta yang lain masih banyak. Engkau pun masih memerlukannya. Karena itulah saya tinggalkan unta itu." Beliau berkata, "Engkau justr tidak memenuhi keperluanku." Saya menjawab, "Saya telah memenuhi keperluanmu." Beliau menyahut, "Apakah kamu ingin tahu apa itu keperluanku? Keperluanku adalah pada hari di mana aku akan diletakkan di dalam kubur sendirian. Hari itulah hari keperluan dan kepentinganku yang sebenarnya. Harta itu ada tiga bagian; Yang pertama, adalah yang sudah ditakdirkan pasti akan dibawa, yang baik atau buruk. Kedua, adalah harta warisan yang akan dibagi-bagikan. Jika kamu mati, maka orang lain akan memilikinya. Dan ketiga adalah harta untuk dirimu sendiri, yaitu amal shaleh. Jika dapat, usahakanlah kita dapatkan ketiganya. Tetapi, setidaknya kita berusaha sekuat tenaga untuk mendapatlzan harta yang ketiga, karena itulah harta yang ucimanfaat bagi kita di hadapan Allah swt.. Allah swt. berfirman;
"Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebaktian (yang sempurna) sebelum kamu nafkahkan sebagian harta yang paling kamu cintai. "(Ali Imran: 92)
Oleh sebab itu, saya menginfakkan harta yang paling saya sukai, sehingga akan menjadi tabungan saya di akherat. Dan itulah yang sedang saya kumpulkan.
Faedah:
Maksud 'harta yang paling bermanfaat diantara tiga bagian' adalah; Usahakan semampu kita untuk menyimpan harta kita di akherat. Jangan sampai keterlaluan mengumpulkan harta sehingga akan sia-sia, atau ketika meninggal dunia, harta itu akan berpindah ke tangan orang lain, dimana kitalah yang kelak akan ditanya. Dalam beberapa hari, anak, keluarga, istri akan melupakan kepergian pemilik harta. Sangat sedikit ahli waris orang yang meninggal dunia, menyedekahkan hartanya lalu menghadiahkan pahalanya bagi si mayit dan mengingatnya. Rasulullah saw. bersabda, "Orang selalu mengatakan, "Hartaku, hartaku." Padahal hartanya hanyalah yang telah ia makan, yang telah ia pakai, yang telah ia usangkan, yang telah dihabiskan olehnya, yang telah dirusak ataupun yang telah dibelanjakan di jalan Allah swt.. Dan harta yang telah ia kumpulkan selain digunakan untuk tadi, sebenarnya telah ia kumpulkan untuk orang lain."
Nabi saw. bersabda, "Siapakah diantara kalian yang menjadikan harta waris itu lebih baik daripada hartanya?" Sahut para sahabat ra., "Ya Rasulullah saw., siapakah yang lebih menyukai harta orang lain daripada hartanya sendiri?" Jawab Beliau saw., "Harta miliknya ialah harta yang telah ia infakkan, dan yang kamu tinggalkan adalah milik ahli warismu." (Misykat)
11. Kisah Ja'far ra.
Ja'far Thayyar ra. adalah keponakan Rasulullah saw., kakak kandung Ali ra.. Pada mulanya, keluarganya terkenal sebagai keluarga yang sangat dermawan, pemberani, dan pahlawan di kalangan Quraisy. Namun Ja'far ra., mempunyai pergaulan khusus dengan orang-orang miskin. Ia banyak bergaul dengan orang-orang miskin.
Disebabkan kezhaliman kafir Quraisy, kaum Muslimin berhijrah pertama kaliny a ke Habsy ah. Dan Ja'far ra. ikut rombongan itu. Namun kaum kafir Quraisy tidak membiarkan kaum Muslimin begitu saja.
Mereka mengirim beberapa orang Quraisy, menghadap ke raja Najasyi, yang kisahnya telah diceritakan dalam Bab I, kisah ke-10 yang lalu. Setelah hijrah ke Habsyah, Ja'far pulang dan berhijrah ke Madinah, dan syahid dalam perang Mu'tah, yang kisahnya akan dikisahkan pada lembaran mendatang.
Ketika ia wafat, Rasulullah saw. menziarahi keluarganya dan memanggil anak-anaknya, yaitu; Abdulllah, Aun, dan Muhammad ra.. mereka masih kecil-kecil. Rambut mereka dibelai dan dido'akan keberkahan oleh Nabi saw.. Anak-anaknya memiliki warna sifat yang sama seperti ayahnya. Namun sifat kedermawanan Abdullah ra. lebih menonjol.. Sehingga, ia digelari 'Qutubus Sakho' ketua para dermawan. Pada usia tujuh tahunia telah dibaiat oleh Rasulullah saw..
Suatu ketika, Abdullah bin Ja'far ra. meminta perlindungan bagi seseorang kepada Ali ra., dan Ali ra. mengabulkannya. Setelah orang itu bebas, maka sebagai tanda terima kasihnya, ia memberi 40.000 dirham kepada Abdullah bin Ja'far ra.. Namun Abdullah menolaknya, sambil berkata, "Kami tidak menjual kebaikan kami." Dan juga pernah, ada seseorang datang di majelisnya dan memberinya hadiah 2000 dirham. Langsung ia bagikan uang tersebut kepada ahli majelis itu sampai habis. Pada kesempatan lain, ada seorang pedagang menjual gula dalam jumlah banyak di pasar. Tetapi tiada seorang pun yang membelinya. Ia sangat bersedih. Lalu lewatlah Abdullah bin Ja'far ra.. Melihat keadaannya, Abdullah menyuruh pelayannya agar membeli semua gula tadi dan membagi-bagikannya ke semua orang dengan cuma-cuma. Ia pun akan menjamu makan minum setiap kabilah atau tamu yang mengunjunginya, juga keperluannya, walaupun pada malam hari. (Al-Ishabah)
Suatu ketika, Zubair ra. menyertai suatu peperangan. Sebelum berangkat, ia berwasiat kepada anaknya, Abdullah bin Zubair ra., "Saya merasa, bahwa pada hari ini saya akan mati sy?' .id, maka kamu hendaknya melunasi utang-utang saya, dan selesaikan pekerjaan saya pada fulan dan fulan." Ia berwasiat demikian, dan syahid pada hari itu. Ketika Ibnu Zubair ra. menghitung seluruh utang ayahnya, ternyata berjumlah 2.200.000 dirham. Padahal sebenarnya beliau ini terkenal sifat amanahnya. Banyak orang menitipkan amanah kepada Zubair ra.. Tetapi Zubair ra. senantiasa berkata kepada orang yang menitipkan itu, "Saya ini bukan tempat penyimpanan amanah. Jadi titipan kalian akan saya anggap sebagai utang saya kepada kalian. Jika kalian memerlukannya, maka ambillah dari saya." Kemudian uang itu ia gunakan untuk bersedekah kepada fakir miskin.
Beliau berwasiat kepada Ibnu Zubair ra., "Jika kamu ada kesulitan, mintalah kepada tuan saya." Ibnu Zubair ra. merasa tidak paham, maka ia bertanya, "Siapakah tuanmu, ayah?" Dijawab, "Allah." Akhirnya, Ibnu Zubair ra. dapat melunasi utang-utangnya.
Abdullah bin Zubair ra. bercerita, "Jika ada kesulitan, maka saya akan berkata, "Wahai Tuannya Zubair! pekerjaan si fulan belum diselesaikan." Dan pekerjaan-pekerjaan tersebut menjadi mudah diselesaikan. Selanjutnya ia bercerita, "Suatu ketika, saya berkata kepada Abdullah bin Ja'far ra., "Dalam daftar utang ayahku, kamu berutang sejuta dirham kepada ayahku." Abdullah bin Ja'far ra. menjawab, "Jika demikian, ambillah bayarannya." Namun, setelah saya teliti kembali catatannya, ternyata saya telah melakukan kesalahan. Saya segera kembali ke Abdullah bin Ja'far ra.. Saya berkata, "Ternyata ada kesalahan dalam catatan saya." Abdullah bin Ja'far ra. menjawab, "Saya telah memaafkannya." Saya berkata, "Tidak, tidak cukup dengan memaafkan, saya mesti membayarnya." Abdullah bin Ja'far menjawab, "Jika demikian, bayarlah sesuai kemampuanmu." Saya katakan, "Ambillah sebidang tanah saya sebagai pembayarannya." Saat itu banyak tanah yang saya dapatkan dari rampasan perang. Abdullah bin Ja'far ra. berkata, "Bagus, saya menerimanya." Padahal saya telah memberinya tanah gersang. Bahkan, air pun tidak ada. Tetapi beliau langsung menerimanya dan berkata kepada budaknya, "Hamparkanlah sajadah di atas tanah ini." Setelah dihamparkan sajadahnya, ia shalat dua rakaat dengan sujud yang sangat lama. Selesai shalat, beliau menyuruh hambanya agar menggali sebuah tempat di atas tanah tersebut. Beberapa lama setelah hambanya menggali, terpancarlah sebuah mata air yang sangat deras dari tempat itu. (Asadul Ghobah)
Faedah:
Demikian perilaku para sahabat ra.. Dan masih banyak lagi kejadian seperti itu. Hal itu bukan suatu hal luar biasa bagi mereka. Sifat tersebut, secara umum dimiliki oleh seluruh sahabat ra..