Ketabahan Para Sahabat Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam

Kita, bukan saja tidak dapat membayangkan bagaimana kesusahan dan penderitaan Nabi saw. dan para sahabatnya ra. dalam menyebarkan agama ini. Bahkan keinginan untuk mengetahuinya pun kita enggan bersusah payah. Kisah kehidupan mereka telah banyak ditulis dalam kitab-kitab sejarah, namun sangat jauh untuk diamalkan dalam kehidupan kita. Bahkan, kita sangat malas untuk sekadar mengetahui bagaimana kisah kehidupan mereka.

Dalam bab ini akan diceritakan beberapa kisah mereka sebagai suri teladan kita. Kisah-kisah tersebut akan diawali dengan kisah Rasulullah saw.. Semoga dengan mengisahkannya akan menjadi sebab keberkahan.

1. Perjalanan Rasulullah saw. Ke Thaif

Selama sembilan tahun sejak kerasulannya, Nabi Muhammad saw. telah berusaha menyampaikan ajaran Islam dan membawa hidayah untuk memperbaiki kaumnya di Makkah, namun sangat sedikit yang menerima ajakan beliau, kecuali mereka yang sejak awal telah masuk Islam. Selain mereka, ada yang belum masuk Islam, tetapi siap membantu Rasulullah saw.. Dan sebagian besar kafirin Makkah selalu menyakiti beliau dan para sahabatnya. Abu Thalib termasuk orang yang belum memeluk Islam, namun hatinya sangat mencintai Rasulullah saw., ia akan melakukan apapun yang dapat menolong Nabi saw..
Pada tahun kesepuluh kenabian, ketika Abu Thalib meninggal dunia, kaum kuffar bertambah kesempatan untuk mencegah perkembangan Islam, dan menyakiti kaum muslimin.

Atas hal ini, Rasulullah saw. pergi ke Thaif. Di sana ada suatu kabilah bernama Tsaqif, yang sangat banyak anggotanya. Beliau saw. berpendapat, jika mereka memeluk Islam, maka kaum muslimin akan terbebas dari siksaan kaum kafirin, dan akan menjadikan kota itu sebagai pusat penyebaran Islam. Setibanya di Thaif, Nabi saw. langsung menemui tiga orang pemuka masyarakat dan berbicara dengan mereka, mengajaknya kepada Islam, juga mengajak mereka untuk ikut membantu penyebaran agama ini. Namun, mereka bukan saja menolak, adat bangsa Arab yang terkenal dengan penghormatan terhadap tamu pun tidak mereka lakukan. 

Mereka menerima beliau dengan perilaku yang sangat buruk. Mereka menunjukkan rasa tidak suka dengan kedatangan Nabi saw. 
Pada mulanya beliau berharap kedatangannya kepada tokoh masyarakat itu, akan disambut baik dan sopan. Tetapi sebaliknya, seseorang dari mereka ada yang berkata, "Oh, kamukah yang dipilih oleh Allah sebagai Nabi-Nya?" Yang lainnya berkata, "Apakah tidak ada orang selainmu yang lebih pantas dipilih oleh Allah sebagai Nabi?" Yang ketiganya berkata, "Saya tidak mau berbicara denganmu, karena jika kamu memang benar seorang Nabi seperti yang kamu akui, dan kemudian aku menolakmu, tentu akan mendatangkan bencana. Dan jika kamu berbohong, maka tiada gunanya berbicara denganmu. "
Setelah menemui mereka yang sulit diharapkan itu, Nabi saw. pun berharap agar dapat berbicara dengan selain mereka. Inilah sifat Nabi saw. yang selalu bersungguh-sungguh, teguh pendirian, dan tidak mudah putus asa. Ternyata, tidak satu pun diantara mereka yang mau menerimanya. Bahkan mereka membentak Rasulullah saw., "Keluarlah kamu dari kampung ini! Pergilah kemana saja yang kamu suka!" 
Ketika Nabi saw. sudah tidak dapat mengharapkan mereka, dan bersiap-siap akan meninggalkan mereka, mereka telah menyuruh para pemuda kota agar mengikuti Nabi saw., lalu mengganggu, mencaci, serta melempari beliau dengan batu, sehingga sandal beliau penuh dengan darah. Dalam keadaan seperti inilah Rasulullah saw. meninggalkan Thaif. Ketika pulang, Rasulullah saw. menjumpai suatu tempat yang dianggap aman dari kejahatan mereka. Beliau saw. berdoa kepada Allah swt. 

"Ya Allah, aku  mengadukan kepada-Mu kelemahan kekuatanku, dan sedikitnya daya upayaku pada pandangan manusia. Wahai yang Maha Rahim dari sekalian rahimin, Engkaulah Tuhannya orang-orang yang merasa lemah, dan Engkaulah Tuhanku, kepada siapakah Engkau serahkan diriku. Kepada musuh yang akan menguasaiku, atau kepada keluargaku yang Engkau berikan segala urusanku, tiada suatu keberatan asalkan tetap dalam ridha-Mu. Afiat-Mu lebih berharga bagiku. Aku berlindung kepada-Mu dengan nur wajah-Mu, yang menyinari segala kegelapan, dan yang membaguskan urusan dunia dan akherat, Dari turunnya murka-Mu atasku atau turunnya adzab-Mu atasku. Kepada Engkaulah kuadukan keadaanku, hingga Engkau ridha. Tiada daya dan upaya melainkan dengan-Mu."
Demikian sedih doa Nabi saw., sehingga Jibril as. datang, memberi salam kepada beliau dan berkata, "Allah swt. telah mendengar perbincanganmu dengan kaummu, dan Allah pun mendengar jawaban mereka, dan Dia telah mengutus kepadamu malaikat penjaga gunung agar siap melaksanakan apapun perintahmu kepadanya." Malaikat itu pun datang, dan memberi salam kepada Nabi saw., seraya berkata, "Apapun yang engkau perintahkan, akan kulaksanakan. Bila engkau suka, akan kubenturkan kedua gunung di samping kota ini, sehingga siapapun yang tinggal diantara keduanya akan mati terhimpit. Jika tidak, apapun hukuman yang engkau inginkan, aku siap melaksanakannya." Rasulullah saw. yang bersifat kasih dan mulia ini menjawab, "Saya hanya berharap kepada Allah swt., andaikan pada saat ini, mereka tidak menerima Islam, mudah-mudahan keturunan mereka kelak akan menjadi orang-orang yang beribadah kepada Allah."

Faedah :
Demikianlah akhlak seorang Nabi yang mulia. Kita mengaku bahwa diri kita adalah pengikutnya, namun ketika kita ditimpa sedikit kesulitan, kita akan mencela, bahkan menuntut balas. Kezhaliman dibalas dengan kezhaliman, sambil terus mengaku bahwa kita adalah umat Nabi saw.. Padahal dengan pengakuan itu, seharusnya segala tingkah laku kita mengikuti beliau. Nabi saw. pun, jika mendapat kesulitan dari orang lain, beliau tidak pernah mendoakan keburukan, juga tidak pernah ingin menuntut balas.

2. Kisah Kesyahidan Anas Bin Nadhar ra.

Anas bin Nadhar ra. adalah seorang sahabat Nabi saw. yang tidak sempat menyertai perang Badar. la sangat menyesal karena tidak dapat menyertai peperangan yang pertama dan besar dalam sejarah Islam itu. Untuk itu, ia sangat berharap dapat menebusnya pada pertempuran selanjutnya. Dan ternyata, kesempatan itu datang pada perang Uhud. Dia turut serta sebagai seorang pejuang yang gagah berani. Dalam perang itu, kaum muslimin telah memperoleh kemenangan lebih dulu. Namun pada akhir peperangan, disebabkan suatu kekhilafan, kaum muslimin telah mendapatkan kekalahan. Kekhilafan itu pada beberapa orang sahabat yang telah ditugaskan oleh Nabi saw. untuk berjaga-jaga di suatu tempat Nabi saw. bersabda, "Kalian jangan meninggalkan tempat ini dalam keadaan bagaimana pun, karena musuh dapat menyerang dari arah belakang." Pada permulaan perang, kaum muslimin telah memperoleh kemenangan, dan kaum kafir melarikan diri. Melihat kemenangan ini, orang-orang yang telah ditunjuk oleh Nabi saw. itu, segera meninggalkan tempat tugas mereka. Mereka menyangka Kaum muslimin telah menang, dan peperangan telah usai, karena orang-orang kafir telah melarikan diri. Akhirnya, mereka berebut mendapatkan rampasan perang. Pimpinan pasukan itu sebenarnya telah melarang dan mengingatkan agar tidak meninggalkan bukit, ia berkata, "Kalian jangan tinggalkan tempat ini, Rasulullah saw. telah melarangnya." Tetapi mereka menduga bahwa perintah Nabi saw. itu hanya berlaku ketika perang saja. Mereka turun ke tempat perang, meninggalkan bukit. Pada saat itulah, pasukan kafir yang sedang melarikan diri melihat bahwa tempat yang seharusnya dijaga oleh kaum muslimin telah kosong, maka mereka segera kembali, dan menyerang kaum muslimin dari arah belakang.

Hal ini sama sekali tidak disangka oleh kaum muslimin, sehingga mereka kalah dan terjepit dalam kepungan kaum kafir. Keadaan menjadi kacau. Anas ra. melihat sahabat, Sa'ad bin Mu'adz ra. sedang berjalan. Kata Anas ra., "Hai Sa'ad, mau kemana engkau? Sungguh demi Allah, saya mencium harumnya surga datang dari arah Uhud." Setelah berkata demikian, beliau mengacungkan pedang di tangannya, dan menyerbu kaum kafir dan bertekad, jika belum syahid, ia tidak akan berhenti berperang. Sehingga ia syahid di medan Uhud. Ketika tubuhnya diperiksa, tubuhnya begitu rusak. Kurang lebih 80 luka akibat tebasan pedang dan panah di tubuhnya. Hanya saudari wanitanya saja yang dapat mengenalinya melalui jari-jari tangannya.

Faedah:
Orang yang ikhlas dan bersungguh-sungguh menunaikan perintah Allah swt., ketika di dunia pun Allah memberinya kesempatan untuk merasakan nikmat surga. Inilah kisah Anas bin Nadhar ra. yang telah mencium harumnya surga ketika masih hidup di dunia. Saya pun mendengar langsung dari khadim khusus Maulana Abdurrahim Raipuri rah.a., bahwa beliau sering berkata, "Bau harum surga sedang berhembus...." Kisah beliau telah ditulis dalam kitab Fadhilah Ramadhan.

3. Kisah Perjanjian Hudaibiyah, Abo Jandal ra. Dan Abu Bashir ra.

Pada tahun keenam Hijrah, Nabi saw. ingin menunaikan ibadah umrah dan berziarah ke Mekkah. Berita ini telah diketahui oleh orang-orang kafir di Mekkah. Dengan berita itu, mereka merasa terhina, sehingga berencana untuk menghalangi perjalanan Nabi saw. di suatu tempat yang bernama Hudaibiyah. Ketika itu, Nabi saw. dan para sahabatnya berjumlah kurang lebih 1.400 orang, yang telah siap mengorbankan jiwa raga mereka untuk berperang di jalan Allah swt.. Tetapi, demi kebaikan penduduk Mekkah, Nabi saw. tidak menginginkan peperangan. Beliau berusaha mengadakan perjanjian dengan mereka. Bahkan, Nabi saw. menyatakan siap menerima syarat apapun yang akan diajukan kaum kuffar. Sebenarnya, para sahabat ra. merasa sangat tertekan dengan perjanjian ini. Tetapi mereka tidak dapat berbuat apapun atas keputusan Nabi saw., karena mereka telah menyerahkan jiwa raga mereka untuk mentaati Nabi saw.. Sehingga seorang pemberani seperti Umar ra., pun merasa tertekan dengan perjanjian ini.
Salah satu isi keputusan perjanjian Hudaibiyah ialah: Orang-orang kafir yang telah masuk Islam dan berhijrah, hendaknya dikembalikan ke Mekah. Sedangkan, orang Islam yang murtad dari Islam, tidak boleh dikembalikan ke kaum muslimin.

Seorang sahabat bernama Abu Jandal ra., yang telah ditahan kaum kafir karena keislamannya dan telah disiksa dan dirantai karena ke-Islamannya. Ketika ia mendengar ada rombongan kaum muslimin datang ke Mekkah, maka ia melarikan diri, dengan harapan bila ia bergabung dengan kaum muslimin, maka ia dapat bebas dari musibah dirinya. Bapaknya, yaitu Suhail, yang ketika itu belum masuk Islam (ia masuk Islam pada Fatah Mekkah. Dan ia adalah wakil orang kafir dalam perjanjian Hudaibiyah) menampar anaknya, dan memaksanya kembali ke Mekkah. Sabda Nabi saw., "Perjanjian Hudaibiyah belum diputuskan, maka tidak ada peraturan yang berlaku di sini." Tapi ia terus memaksa, lalu sabda Nabi saw., "Saya minta agar ada satu orang yang diserahkan kepadaku." Tetapi, mereka tetap menolak pertukaran itu. Abu Jandal ra. berkata kepada kaum muslimin, "Saya datang untuk Islam, banyak penderitaan yang saya alami, namun sekarang saya akan dikembalikan." Hanya Allahlah yang mengetahui bagaimana kesedihan para sahabat ra. ketika itu. Atas nasehat Nabi saw., Abu Jandal ra. bersedia kembali ke Mekkah. Nabi saw. berusaha menghibur hatinya, dan menyuruhnya agar tetap bersabar. Nabi saw. bersabda, "Dalam waktu dekat, Allah swt. akan membukakan jalan untukmu."

Setelah sempurna perjanjian Hudaibiyah, ada seorang sahabat, yaitu Abu Bashir ra., setelah masuk Islam, ia melarikan diri ke Madinah. Kaum kuffar mengutus dua orang untuk membawanya kembali ke Mekkah. Dan sesuai dengan perjanjian, Nabi saw. mengembalikan Abu Bashir ra. kepada mereka. Abu Bashir ra. berkata, "Ya Rasulullah, saya datang setelah muslim, dan engkau mengembalikan saya kepada kaum kuffar." Nabi saw. menasehatinya agar bersabar, lalu bersabda, "Insya Allah, sebentar lagi Allah akan  tempat ini dalam keadaan bagaimana pun, karena musuh dapat menyerang dari arah belakang." Pada permulaan perang, kaum muslimin telah memperoleh kemenangan, dan kaum kafir melarikan diri. Melihat kemenangan ini, orang-orang yang telah ditunjuk oleh Nabi saw. itu, segera meninggalkan tempat tugas mereka. Mereka menyangka kaum muslimin telah menang, dan peperangan telah usai, karena orang-orang kafir telah melarikan diri. Akhirnya, mereka berebut mendapatkan rampasan perang. Pimpinan pasukan itu sebenarnya telah melarang dan mengingatkan agar tidak meninggalkan bukit, ia berkata, "Kalian jangan tinggalkan tempat ini, Rasulullah saw. telah melarangnya." Tetapi mereka menduga bahwa perintah Nabi saw. itu hanya berlaku ketika perang saja. Mereka turun ke tempat perang, meninggalkan bukit. Pada saat itulah, pasukan kafir yang sedang melarikan diri melihat bahwa tempat yang seharusnya dijaga oleh kaum muslimin telah kosong, maka mereka segera kembali, dan menyerang kaum muslimin dari arah belakang.
Hal ini sama sekali tidak disangka oleh kaum muslimin, sehingga mereka kalah dan terjepit dalam kepungan kaum kafir. Keadaan menjadi kacau. Anas ra. melihat sahabat, Sa'ad bin Mu'adz ra. sedang berjalan. Kata Anas ra., "Hai Sa'ad, mau kemana engkau? Sungguh demi Allah, saya mencium harumnya surga datang dari arah Uhud." Setelah berkata demikian, beliau mengacungkan pedang di tangannya, dan menyerbu kaum kafir dan bertekad, jika belum syahid, ia tidak akan berhenti berperang. Sehingga ia syahid di medan Uhud. Ketika tubuhnya diperiksa, tubuhnya begitu rusak. Kurang lebih 80 luka akibat tebasan pedang dan panah di tubuhnya. Hanya saudari wanitanya saja yang dapat mengenalinya melalui jari-jari tangannya.

Faedah:
Orang yang ikhlas dan bersungguh-sungguh menunaikan perintah Allah swt., ketika di dunia pun Allah memberinya kesempatan untuk merasakan nikmat surga. Inilah kisah Anas bin Nadhar ra. yang telah mencium harumnya surga ketika masih hidup di dunia. Saya pun mendengar langsung dari khadim khusus Maulana Abdurrahim Raipuri rah.a., bahwa beliau sering berkata, "Bau harum surga sedang berhembus...." Kisah beliau telah ditulis dalam kitab Fadhilah Ramadhan.

3. Kisah Perjanjian Hudaibiyah, Abu Jandal ra. Dan Abu Bashir ra.

Pada tahun keenam Hijrah, Nabi saw. ingin menunaikan ibadah umrah dan berziarah ke Mekkah. Berita ini telah diketahui oleh orang-orang kafir di Mekkah. Dengan berita itu, mereka merasa terhina, sehingga berencana untuk menghalangi perjalanan Nabi saw. di suatu tempat yang bernama Hudaibiyah. Ketika itu, Nabi saw. dan para sahabatnya berjumlah kurang lebih 1.400 orang, yang telah siap mengorbankan jiwa raga mereka untuk berperang di jalan Allah swt. Tetapi, demi kebaikan penduduk Mekkah, Nabi saw. tidak menginginkan peperangan. Beliau beru^aha mengadakan perjanjian dengan mereka. Bahkan, Nabi saw. menyatakan siap menerima syarat apapun yang akan diajukan kaum kuffar. Sebenarnya, para sahabat ra. merasa sangat tertekan dengan perjanjian ini. Tetapi mereka tidak dapat berbuat apapun atas keputusan Nabi saw., karena mereka telah menyerahkan jiwa raga mereka untuk mentaati Nabi saw.. Sehingga seorang pemberani seperti Umar ra., pun merasa tertekan dengan perjanjian ini.

Salah satu isi keputusan perjanjian Hudaibiyah ialah: Orang-orang kafir yang telah masuk Islam dan berhijrah, hendaknya dikembalikan ke Mekah. Sedangkan, orang Islam yang murtad dari Islam, tidak boleh dikembalikan ke kaum muslimin.
Seorang sahabat bernama Abu Jandal ra., yang telah ditahan kaum kafir karena keislamannya dan telah disiksa dan dirantai karena ke-Islamannya. Ketika ia mendengar ada rombongan kaum muslimin datang ke Mekkah, maka ia melarikan diri, dengan harapan bila ia bergabung dengan kaum muslimin, maka ia dapat bebas dari musibah dirinya. Bapaknya, yaitu Suhail, yang ketika itu belum masuk Islam (ia masuk Islam pada Fatah Mekkah. Dan ia adalah wakil orang kafir dalam perjanjian Hudaibiyah) menampar anaknya, dan memaksanya kembali ke Mekkah. Sabda Nabi saw., "Perjanjian Hudaibiyah belum diputuskan, maka tidak ada peraturan yang berlaku di sini." Tapi ia terus memaksa, lalu sabda Nabi saw., "Saya minta agar ada satu orang yang diserahkan kepadaku." Tetapi, mereka tetap menolak pertukaran itu. Abu Jandal ra. berkata kepada kaum muslimin, "Saya datang untuk Islam, banyak penderitaan yang saya alami, namun sekarang saya akan dikembalikan." Hanya Allahlah yang mengetahui bagaimana kesedihan para sahabat ra. ketika itu. Atas nasehat Nabi saw., Abu Jandal ra. bersedia kembali ke Mekkah. Nabi saw. berusaha menghibur hatinya, dan menyuruhnya agar tetap bersabar. Nabi saw. bersabda, "Dalam waktu dekat, Allah swt. akan membukakan jalan untukmu."

Setelah sempurna perjanjian Hudaibiyah, ada seorang sahabat, yaitu Abu Bashir ra., setelah masuk Islam, ia melarikan diri ke Madinah. Kaum kuffar mengutus dua orang untuk membawanya kembali ke Mekkah. Dan sesuai dengan perjanjian, Nabi saw. mengembalikan Abu Bashir ra. kepada mereka. Abu Bashir ra. berkata, "Ya Rasulullah, saya datang setelah muslim, dan engkau mengembalikan saya kepada kaum kuffar." Nabi saw. menasehatinya agar bersabar, lalu bersabda, "Insya Allah, sebentar lagi Allah akan membukakan jalan untukmu." Akhirnya, Abu Bashir dikembalikan ke Mekkah, bersama kedua utusan tadi.

Di tengah perjalanan, Abu Bashir ra. berkata kepada salah seorang pengiringnya, "Hai kawan, pedangmu bagus sekali." Karena merasa pedangnya dipuji, maka orang itu dengan bangga mengeluarkan pedangnya, dan berkata, "Benar. Saya telah menebas banyak orang dengan pedang ini." Sambil berkata demikian, ia berikan pedangnya kepada Abu Bashir. Begitu berada di tangannya, Abu Bashir langsung menebas pemilik pedang itu. Ketika kafir lainnya melihat temannya tewas, ia merasa dirinya pun akan dipancung. Tanpa berpikir panjang, ia segera melarikan diri ke Madinah. Setibanya di hadapan Nabi saw., ia berkata, "Teman saya telah dibunuh dan sekarang giliran saya." Saat itu, Abu Bashir ra. pun tiba di hadapan Nabi saw., ia berkata, "Ya Rasulullah saw., engkau telah memenuhi janjimu dengan mereka, dan saya telah dipulangkan kembali, namun saya tidak bertanggung jawab sedikit pun terhadap mereka. Mereka telah berusaha mencabut agama dari diri saya sehingga saya melakukan semua ini." Jawab Nabi saw., "Kamu telah menyulut api peperangan. Seandainya ada yang dapat menolongmu." Atas sabda itu, Abu Bashir ra. memahami, bahwa jika ada kaum kafir yang memintanya kembali, maka ia akan dikembalikan lagi kepada mereka. Akhirnya, ia memutuskan untuk pergi ke sebuah tempat di dekat pantai.

Berita ini telah diketahui oleh orang-orang di Mekkah, sehingga Abu Jafldal ra. yang telah diceritakan dalam kisah sebelumnya, melarikan diri dan bergabung dengan Abu Bashir ra.. Demikian juga, orang-orang yang telah masuk Islam lainnya, menggabungkan diri dengan Abu Bashir ra..

Dalam beberapa hari, mereka menjadi sebuah gerombolan kecil. Mereka sampai di sebuah hutan yang tiada makanan atau kebun sedikit pun, juga tidak ada penduduk. Hanya Allah swt. yang mengetahui keadaan mereka. Namun, bagi orang yang takut dengan penzhalim, mereka melarikan diri. Jika ada kafilah yang melewati tempat tersebuj, mereka akan melawannya atau menyerangnya. Kaum kuffar di Mekkah merasa ketakutan. Terpaksa mereka menjumpai Nabi saw. dan nlerayu beliau dengan alasan hubungan kekeluargaan dan sebagainya, agar mereka dipanggil, karena masih dalam perjanjian. Sehingga, perjalanan mereka dapat lancar kembali. Akhirnya, Nabi saw. menulis surat kepada mereka dan mengijinkan mereka kembali. Ketikja surat itu sampai di tangan Abu Bashir, ia sedang menderita sakit yang sangat parah. Bahkan, ia meninggal dunia ketika sedang g surat Rasulullah saw. di tangannya. (Bukhari-FathulBari)  

Faedah:
Jika agama yang kuat terdapat pada diri seseorang, dengan syarat agamanya benar, maka kekuatan apapun tidak akan dapat melepaskan agama yang ada pada dirinya. Dan Allah swt. berjanji akan menolong setiap muslim, dengan syarat ia benar-benar muslim.

4. Kisah  Islamnya  Bilal  Bin  Rabah  Al  Habsyi  ra.   Dan Penderitaannya.

Bilal Al-Habsyi adalah sahabat yang masyhur. la adalah muadzin tetap masjid Nabawi. Pada mulanya, ia adalah seorang budak milik seorang kafir. Kemudian ia memeluk Islam, yang menyebabkan ia banyak menerima berbagai siksaan. Umayyah bin Khalaf adalah orang kafir yang paling keras memusuhi Islam. la telah membaringkan Bilal di atas padang pasir yang sangat panas di terik matahari, sambil meletakkan batu besar di dadanya, sehingga Bilal sulit bergerak sedikit pun. Lalu dikatakan kepadanya, "Apakah kamu bersedia mati seperti ini? Atau tetap hidup, dengan syarat kamu tinggalkan Islam?" Namun, ia tetap mengucapkan, "Ahad,....Ahad.....", bahwa yang harus disembah hanyalah Allah swt.. Pada malam hari ia dirantai, dan dicambuk terus menerus sehingga badannya penuh luka. Dan siang harinya, dengan luka tersebut, ia dijemur kembali di padang pasir panas, sehingga lukanya semakin parah. Tuannya berharap ia akan meninggalkan Islam atau ia mati perlahan-lahan dengan cara itu. Orang yang menyiksa Bilal ra. silih berganti, kadang-kala Abu Jahal, atau Umayyah bin Khalaf, bahkan orang lain pun ikut menyiksanya. Mereka berusaha menyiksanya lebih berat lagi. Ketika Abu Bakar ra. melihat hal itu, maka beliau menebusnya, dan langsung memerdekakannya.

Faedah:
Orang-orang Arab musyrik telah menjadikan berhala sebagai sesembahan mereka. Untuk itulah sebagai lawannya, Islam mengajarkan ketauhidan hanya kepada Allah swt.. Inilah yang menyebabkan selalu terucap dari lisan Bilal ra.; "Ahad,..Ahad...!" Yaitu karena hubungan dan kecintaannya yang tinggi terhadap Allah swt..
Sekarang, kita banyak melihat cinta yang palsu. Lihatlah bagaimana cinta Bilal ra. kepada Allah swt.. Cinta itulah yang menyebabkan ia rela disiksa sehingga penderitaan demi penderitaan menimpanya. Meskipun para pemuda kafir Mekkah menggiringnya di jalan-jalan sambil menghinanya, ia tetap mengucapkan, "Ahad..., Ahad...!" Inilah kehidupan yang pernah ia alami, sehingga sampailah Nabi saw. menjadikannya muadzin yang selalu berkhidmat mengumandangkan adzan. Setelah Nabi saw. wafat, ia tetap tinggal di Madinah Thayyibah. Namun ia tidak tahan melihat tempat Nabi saw. yang telah kosong, sehingga ia berniat untuk menghabiskan sisa hidupnya untuk jihad, dan beberapa lama ia tidak kembali ke Madinah.
Pada suatu ketika, ia mimpi berjumpa dengan Nabi saw.. Nabi saw. berkata, "Wahai Bilal, betapa zhalimnya, sehingga kamu tidak menziarahiku?" Begitu bangun dari mimpinya, ia segera pergi menuju Madinah. Setibanya di sana, Hasan dan Husain ra. memintanya mengumandangkan adzan. la tidak dapat menolak permintaan orang-orang yang dicintainya itu. Ketika ia mulai adzan, terdengarlah suara adzan seperti di masa hidup Rasulullah saw.. Suara itu sangat menyentuh hati orang yang mendengarnya, sehingga para wanita keluar dari rumah-rumah mereka meneteskan air mata mendengarnya. la tinggal beberapa hari di Madinah, lalu kembali ke Damsyik, dan wafat pada tahun ke-20 Hijrah. (Asadul Ghobah)

5. Kisah Keislaman Abu Dzar Al-Ghifari ra.

Abu Dzar Al-Ghifari ra. adalah seorang sahabat Nabi saw. yang terkenal. Yang di kemudian hari ia termasuk golongan ahli zuhud, dan alim ulama besar di jamannya. Ali ra. berkata, "Abu Dzar memiliki ilmu yang orang lain tidak memilikinya, dan ia telah memelihara ilmu tersebut dengan baik."
Ketika pertama kali ia mendengar kabar tentang kenabian Muhammad saw., ia telah mengirim saudaranya ke Mekkah untuk memastikan berita itu. Kepada saudaranya ia berkata, "Apabila ada orang yang mengaku, Telah datang wahyu kepadaku dari langit,' maka selidikilah dirinya dan dengarkanlah dengan baik kata-katanya." Saudaranya pun pergi ke Mekkah, dan setelah menyelidiki keadaan di sana. Ia kembali dan berkata kepada saudaranya, "Saya telah melihat bahwa ia berakhlak mulia dan terpuji. Dan saya telah mendengar ucapannya yang sangat indah, namun bukan ucapan syair atau ucapan ahli sihir." Abu Dzar ra. merasa tidak puas atas berita saudaranya itu, sehingga ia memutuskan untuk pergi sendiri ke Mekkah. Setibanya di sana, ia langsung menuju Masjidil Haram. Saat itu ia belum mengenal wajah Nabi saw., dan ia menduga tidaklah aman baginya jika ia bertanya tentang Nabi kepada orang-orang. Sampai petang ia masih dalam keadaan demikian. Ketika itu, Ali ra. melihat seorang musafir miskin dan tidak tahu apa-apa terlantar di jalanan. Hatinya pun tersentuh untuk menolong dan memenuhi keperluannya. Lalu, Ali ra. mengajaknya ke rumahnya dan melayaninya. Ali ra. belum merasa perlu bertanya, siapa dan apa maksud kedatangannya. Dan musafir itu pun tidak mengemukakan maksudnya kepada tuan rumah.

Pagi harinya, ia datang lagi ke masjid, dan menyelidiki sendiri, tanpa bertanya kepada yang lain. Mungkin hal ini disebabkan berita permusuhan terhadap Nabi saw. telah tersebar luas. Nabi saw. dan siapapun yang berani menemuinya akan diganggu oleh mereka. la berpikir bahwa ia tidak akan dapat mengetahui keadaan yang sebenarnya, karena gangguan yang mungkin tiba-tiba menimpanya.
Pada sore hari kedua, AH ra. pun berpikir, "Musafir yang terlantar ini pasti mempunyai maksud dan tujuan datang ke mari, tetapi ia belum mengutarakannya kepadaku." Maka, ia mengajak kembali tamunya itu untuk menginap di rumahnya. Malam telah berlalu, tetapi Ali ra. belum mendapatkan kesempatan untuk bertanya padanya. Pada malam ketiga pun keadaannya sama dengan sebelumnya. Maka, Ali ra. memberanikan diri bertanya kepada tamunya, "Apa tujuanmu datang ke sini?" Setelah Abu Dzar ra. meminta agar Ali ra. berjanji untuk menjawab setiap pertanyaannya dengan jujur, barulah ia menyampaikan maksudnya. Ali ra. berkata, "Sungguh, beliau adalah utusan Allah. Jika aku pergi esok pagi, ikutilah aku. Aku akan mengantarkanmu kepadanya. Tetapi, para penentang itu sangat banyak, dan sangat berbahaya jika mereka mengetahui hubungan kita. Agar tidak dicurigai, jika ada bahaya yang mengancam, aku akan pura-pura buang air, atau memperbaiki sepatu, sedangkan kamu terus berjalan. Jangan menunggu aku sehingga perjalanan kita tidak diketahui orang."

Keesokan paginya, Ali ra. dan musafir tersebut tiba di rumah Nabi saw. dengan sembunyi-sembunyi. Mereka berbincang-bincang dengan Nabi saw.. Dan pada saat itulah, Abu Dzar ra. masuk Islam. Selanjutnya, karena Nabi saw. sangat mencemaskan gangguan yang akan menimpa dirinya, beliau melarang Abu Dzar ra. menunjukkan keislamannya itu di muka umum. Nabi saw. bersabda, "Pulanglah ke kaummu dengan sembunyi-sembunyi, dan boleh kembali lagi ke sini jika kami telah mendapat kemenangan." Jawab Abu Dzar ra., "Ya Rasulullah, demi Dzat yang nyawaku di tangan-Nya, aku akan mengucapkan kalimah tauhid ini di hadapan orang-orang yang tanpa iman itu! " Lalu ia langsung pergi ke Masjidil Haram, dan dengan suara lantang iaberteriak,

"Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. "

Begitu selesai ucapannya, orang-orang menyerangnya dari empat penjuru, sehingga tubuhnya banyak terluka. Bahkan, ia hampir saja menemui ajalnya. Tetapi, untunglah paman Nabi saw., Abbas ra., yang ketika itu belum memeluk Islam, telah menghalangi perbuatan kaumnya menyiksa Abu Dzar ra., sambil berteriak, "Kalian sungguh zhalim, orang ini adalah orang Ghifar, kabilah ini tinggal diantara jalan menuju ke Syam. Perdaganganmu dan segala urusan lainnya mesti melalui jalan ke Syam. Jika ia mati, maka jalan pulang pergi ke Syam akan tertutup bagi kita." Ucapannya itu menyadarkan orang-orang yang memukulinya. Memang, semua kebutuhan mereka datang dari Syam. Jika jalur itu tertutup, maka itu suatu musibah bagi mereka. Akhirnya, mereka pun meninggalkan Abu Dzar ra..
Pada hari kedua, Abu Dzar ra. berbuat hal yang sama. la pergi ke Masjidil Haram, dan berteriak mengucapkan kalimat tauhid di hadapan orang banyak. Sehingga, orang-orang yang membenci ucapannya itu kembali memukulinya. Dan pada hari itu pun, Abbas ra. jugalah yang telah mengingatkan kaumnya, bahwa jika ia mati, maka perjalanan dagang mereka akan tertutup. Dan mereka pun kembali meninggalkannya.

Faedah :
Rasulullah saw. telah menasehati Abu Dzar ra. agar tidak memperlihatkan ke-Islamannya. Namun, semangat yang tinggi untuk memperlihatkan yang hak telah merasuki jiwa Abu Dzar ra.. Jika agama yang hak ini telah merasuki jiwa seseorang, maka tiada alasan baginya untuk menutupinya dari siapapun. Sedangkan, larangan Nabi saw. itu adalah karena rasa sayang beliau kepadanya, khawatir jika Abu Dzar ra. tidak mampu menanggung penderitaannya. Tiada sedikit pun perasaan menentang Nabi saw. dalam hati para sahabat ra.. Mengenai hal ini, akan dijelaskan dalam bab selanjutnya.
Dalam menjalankan risalah agama ini, Nabi saw. sendiri telah banyak menderita. Sehingga Abu Dzar ra. merelakan dirinya mengikuti penderitaan Nabi saw.. Inilah yang menyebabkan urusan agama dan duniawi para sahabat cepat meningkat. Siapapun yang telah mengucapkan syahadat sekali saja, berarti ia berada di bawah naungan bendera Islam. Tiada kekuatan apapun yang dapat menghentikan semangat mereka. Dan tiada satu kezhaliman pun yang dapat menghentikan penyebaran agama mereka.

6. Kisah Penderitaan Khabab Bin Al-Arat ra. 

Khabab bin Al-Arat ra. adalah seorang sahabat yang tubuhnya telah dipenuhi keberkahan, karena ia telah mengalami berbagai ujian dan penderitaan di jalan Allah. Pada masa awal Islam, ia telah masuk Islam ketika baru lima hingga enam orang yang telah menerima Islam. Karena itulah, cukup lama ia bergelut dalam penderitaan. la pernah dipakaikan baju besi, lalu dibaringkan di bawah terik matahari yang sangat panas. Keringat bercucuran dari tubuhnya. Begitu lama ia. disiksa di bawah terik matahari, hingga daging di punggung mengelupas karena panasnya. 
Khabab bin Al-Arat ra. adalah budak milik seorang wanita. Ketika tuannya mengetahui bahwa ia sering menjumpai Nabi saw., maka ia menghukumnya dengan menusukkan batang besi panas kepunggung Khabab ra..

Pada masa khalifah Umar bin Khattab ra., beliau meminta Khabbab ra. menceritakankembali, bagaimanapenderitaannya dahulu pada permulaan masuk Islam. Jawabnya, "Lihatlah punggungku ini!" Umar ra. pun melihat punggungnya. Begitu melihat, beliau berkata, "Saya belum pernah melihat punggung seperti ini." Khabbab ra. meneruskan, "Saya telah diseret di atas timbunan bara api yang menyala, sampai lemak dan darah yang mengalir dari punggungku telah memadamkan api tersebut." Setelah Islam jaya dan pintu-pintu kemenangan telah banyak diraih, Khabab berkata, "Tampaknya Allah swt. telah membalas penderitaan kita. Saya khawatir ini hanya di dunia dan di akherat nanti, kita tidak mendapatkan balasan apapun."

Khabbab ra. bercerita, "Suatu ketika Rasulullah saw. mengerjakan shalat lama sekali, tidak seperti biasanya. Lalu ada seorang sahabat bertanya kepada beliau tentang shalatnya itu. Jawab Nabi saw., "Ini adalah shalat yang penuh dengan harap dan takut. Aku telah mengajukan tiga permintaan kepada Allah swt.. Dua diantaranya telah dikabulkan, dan satunya ditolak. Aku memohon, agar umatku tidak dimusnahkan karena kelaparan, doa ini dikabulkan. Yang kedua, aku meminta agar umatku tidak dihancurkan oleh musuh, dan doa ini pun telah dikabulkan-Nya. Sedangkan yang ketiga, aku meminta agar jangan terjadi perpecahan diantara umatku, tetapi doa ini tidak dikabulkan-Nya."

Khabbab wafat pada usia 37 tahun. la adalah sahabat yang pertama kali dikuburkan di Kuffah. Setelah wafatnya, Ali ra. pernah melewati kuburnya, dan ia berkata, "Ya Allah, rahmatilah Khabbab. Dengan semangatnya ia telah memeluk Islam, dan ia rela menghabiskan waktunya untuk berhijrah, berjihad, dan menerima segala penderitaan serta musibah. Penuh berkahlah, orang yang selalu mengingat hari Kiamat, dan selalu bersiap-siap menerima kitab amalnya pada hari hisab, dan ia jalani kehidupan ini dengan menerima apa adanya, dan ia sangat ridha kepada Tuhannya."

Faedah : 
Sebenarnya, hanya ridha Ilahi-lah yang menjadi tujuan utama para sahabat ra.. Segala sesuatunya dilakukan semata-mata untuk mendapat keridhaan-Nya.

7. Kisah Ammar ra. Dan Kedua Orang Tuanya 

Anunar ra. dan kedua orang tuanya pun telah banyak menderita siksaan yang sangat pedih. Mereka dibaringkan di atas pasir, di bawah terik matahari Mekkah yang sangat panas. Jika Nabi saw. lewat, beliau menasehatinya agar bersabar dan memberi kabar gembira tentang surga. Akhirnya, bapak Ammar ra.; Yasir ra., wafat akibat penyiksaan itu. Para penzhalim tidak cukup sampai di situ. Setelah kesyahidan Yasir ra., ibu Ammar pun, yaitu Summayah ra., telah ditikam kemaluannya dengan tombak oleh Abu Jahal terkutuk. Tetapi, hal itu tidak menghalanginya dari Islam. Padahal, ia adalah wanita tua yang lemah. Namun, ia tidak mempedulikan akibat buruknya.
Dalam Islam, merekalah yang pertama kali syahid. Dan masjid yang pertama kali adalah yang dibangun oleh Ammar ra.. Ketika Nabi saw. hijrah ke Madinah, Ammar ra. mengusulkan agar dibuatkan tempat untuk Nabi saw.. Sehingga, beliau dapat beristirahat di siang hari dan mendirikan shalat dengan tenang. Lalu Ammar ra. segera mengumpulkan batu-batu dan mendirikan sebuah masjid yang pertama di Quba.
Dalam setiap pertempuran, Ammar ra. selalu menyertainya dengan penuh semangat dan tekad yang tinggi. Pernah dalam suatu pertempuran ia berkata, "Sebentar lagi, aku akan menjumpai kawan-kawanku, dan aku akan menjumpai Nabi Muhammad saw. beserta jamaahnya." Lalu ia merasa sangat haus. la meminta segelas air, ternyata yang disodorkan kepadanya adalah segelas susu. la meminumnya lalu berkata, "Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Yang paling akhir kamu minum di dunia ini adalah susu." Setelah berkata demikian, ia pun mati syahid. la meninggal dunia pada usia 94 tahun, sebagian lagi menyatakan kurang setengah tahun. (AsadulGhobah)
8. Kisah Keislaman Shuhaib ra.

Shuhaib ra. memeluk Islam bersamaan dengan Ammar ra.. Pada masa itu, Nabi saw. sering berada di tempat Arqam. Kedua orang ini menemui Rasulullah saw. secara bergantian. Kebetulan mereka bertemu di pintu rumah Arqam. Keduanya saling mengetahui maksud kedatangan masing-masing, yaitu untuk memeluk Islam, dan berusaha mengambil manfaat dari kehidupan Nabi saw.. 

Setelah ia masuk Islam, dalam keadaan jamaah muslim yang masih sangat sedikit dan lemah, ia telah berani menunjukkan ke-Islamannya kepada umum. Akibatnya, ia disiksa dan banyak menderita, sehingga ia berniat untuk berhijrah. Namun, kaum kafir Quraisy sangat tidak setuju jika ia hijrah dan hidup dengan tenteram.
Jika orang-orang kafir itu mendengar ada orang yang mau bermjran, maka mereka akan berusaha menangkapnya agar tidak dapat lolos dari gangguan mereka. Rencana Shuhaib ra. pun telah diketahui oleh kafir Quraisy. Mereka mengirim satu rombongan untuk menangkapnya. Dan Shuhaib ra. membawa panah yang ia sembunyikan. la berkata kepada kaum kafir Quraisy itu, "Dengarkanlah! Kalian telah mengetahui bahwa aku adalah pemanah yang paling mahir diantara kalian. Selama masih tersisa anak panah padaku, kalian tidak dapat mendekatiku, dan tidak akan bisa menangkapku. Jika panah-panah ini habis, aku akan menggunakan pedangku untuk melawan kalian. Dan pedang ini selalu berada di tanganku, sehingga kalian tidak dapat berbuat apapun. Jika kalian mau, sebagai ganti jiwaku, aku akan memberitahu kalian tempat kekayaanku di Mekkah, dan kalian boleh ambil kedua budak perempuanku." Kaum kuffar menyetujui usul itu. Maka, ia serahkan seluruh kekayaannya kepada mereka. Dan atas kejadian ini, tujunlah ayat Al-Quran;

"Dan diantara manusia ada yang menjual dirinya karena hendak mencari keridhaan Allah. Dan Allah amat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya. "(Al-Baqarah : 207)

Ketika itu, Nabi saw. sedang berada di Quba. Ketika melihat kedatangan Shuhaib ra., beliau bersabda, "Perniagaan yang sangat menguntungkan, ya Shuhaib." Shuhaib ra. bercerita, "Suatu ketika Rasulullah saw. sedang memakan kurma, dan aku menyertai beliau makan. Ketika itu salah satu mataku sedang sakit, lalu Nabi saw. bersabda, "Hai Shuhaib, matamu sedang sakit tetapi kamu masih memakan kurma." Jawabku, "Ya Rasulullah saw., aku makan dengan sebelah mataku yang sehat ini." Mendengar jawabanku itu, Rasulullah saw. tertawa.
Shuhaib ra. adalah orang yang suka berkorban, sehingga Umar ra. pernah berkata, "Kamu telah berlebih-lebihan, ya Shuhaib! " Jawab Shuhaib, "Saya tidak menggunakannya untuk hal yang sia-sia." Ketika Umar ra. hampir mendekati ajalnya, beliau berwasiat agar Shuhaiblah yang mengimami shalat jenazahnya. (Asadul Ghabah)
9. Kisah Umar ra. 

Umar ra. adalah seorang sahabat yang namanya telah menjadi suatu kebanggaan bagi kaum muslimin hingga hari ini. Nama itu meningkatkan gairah keimanan dan menggentarkan hati-hati orang kafir selama 1 .300 tahun yang lahi hingga kini. Dahulu sebelum Islam, ia sering mengganggu, dan menyakiti orang-orang yang masuk Islam. Bahkan, ia pernah akan membunuh Rasulullah saw. 

Suatu ketika, orang-orang kafir telah bermusyawarah diantara mereka, apakah ada orang yang berani membunuh Muhammad (saw.). Umar segera menyahut, "Sayalah yang akan membunuhnya!" Mereka berkata, "Ya! kamulah yang layak melakukannya!" Umar langsung menghunus pedangnya dan pergi untuk membunuh Rasulullah saw.. Di tengah perjalanan, ia berjumpa dengan seorang sahabat dari kabilah Zuhrah bernama Sa'ad bin Abi Waqqas. (riwayat lain menyebutkan nama lain). Sa'ad ra. bertanya, "Mau pergi ke mana, wahai Umar?" Jawab Umar ra., "Saya akan membunuh Muhammad saw. (Na'udzubillahi). Sa'ad menjawab, "Jika demikian, Banu Hasyim, Banu Zuhrah, dan Banu Abdi Manaf tentu tidak akan berdiam diri, mereka pasti akan membalas dengan membunuhmu!" Umar terkejut dengan ancaman itu. Umar berkata, "Nampaknya kamu pun telah meninggalkan agama nenek moyang kita. Jika demikian, kamulah yang akan kubunuh lebih dahulu!" Setelah berkata demikian, Umar segera menarik pedangnya. Sa'ad ra. menyahut, "Ya, saya memang telah Islam!" Umar langsung menghunuskan pedangnya. Namun sebelum bertarung, Sa'ad ra. berkata, "Hai Umar, dengarlah dulu kabar mengenai rumahmu! Saudara perempuanmu dan iparmu, juga telah masuk Islam." Mendengar itu, Umar sangat marah dan langsung pergi ke rumah saudarinya.

Ketika itu, di rumah saudari perempuan Umar ada Khabbab ra.. Dengan menutup pintu dan jendela, suami istri itu sedang membaca Al-Quran. Tiba-tiba, Umar ra. datang dan berteriak agar dibukakan pintu. Mendengar suara Umar, Khabbab ra. segera bersembunyi, dan meninggalkan lembaran-lembaran ayat suci Al-Qur'an. Lalu saudari perempuannya membukakan pintu. Tangan Umar ra. langsung memukul kepala saudari perempuannya hingga berdarah. Umar ra. berkata, "Kamu telah mengkhianati dirimu sendiri, kamu telah ikuti agama yang jelek itu!" Kemudian, Umar masuk ke dalam rumah dan bertanya kepada saudarinya, "Apa yang kamu lakukan? Dan suara siapakah yang telah kudengar tadi?" Saudarinya menjawab, "Kami sedang membicarakan hal biasa."Umar bertanya, "Apakah kamu telah meninggalkan agama nenek moyangmu dan masuk ke agama baru?" Jawab saudara iparnya, "Bagaimana jika agama baru itu ternyata lebih baik?" Mendengar itu, Umar langsung menarik janggutnya, dan mendorongnya hingga terjatuh, lalu Umar memukulinya sampai puas di atas tanah. Saudarinya berusaha memisahkan mereka. Tetapi, mukanya ditampar keras oleh Umar sampai bibirnya berdarah, padahal ia adalah saudarinya sendiri. 

Saudarinya berkata, "Hai Umar! apakah kami dipukuli hanya karena kami telah masuk Islam? Memang benar, kami sudah masuk Islam, apa yang ingin engkau lakukan kepada kami, lakukanlah!"

Setelah itu, pandangan mata Umar tertuju kepada lembaran-lembaran ayat-ayat Al-Quran yang tergeletak, karena tertinggal begitu saja. Dan kemarahannya mulai sedikit mereda. Dan ia merasa malu atas perlakuannya terhadap saudarinya yang telah menyebabkan darah menetes dari wajah saudarinya sendiri. Umar berkata, "Bagus, sekarang katakan apa ini?" Saudarinya menjawab, "Kamu tidak suci, dan lembaran ini tidak boleh tersentuh oleh tangan yang tidak suci." Umar mendesaknya, namun saudarinya enggan memberikannya jika tanpa mandi dan berwudhu. Setelah Umar mandi, ia mengambil lembaran-lembaran tersebut, lalu membacanya. Terayata, di dalamnya berisi surat Thaha ayat 14, ia terus membacanya hingga ayat;

"Akulah Allah. Tiada Tuhan selain-Ku. Maka sembahlah Aku, dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku. "(Thaha: 14)

Selesai membaca ayat-ayat di atas, Umar langsung berubah. la berkata, "Sekarang temukanlah aku dengan Muhammad saw." Mendengar hal itu, Khabbab ra. segera keluar dari tempat persembunyiannya, dan berkata, "Hai Umar, aku sampaikan kabar gembira untukmu; Kemarin, pada malam Jum'at, aku mendengar Rasulullah saw. berdoa, "Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan Umar atau Abu Jahal, siapa saja dari keduanya yang lebih Engkau sukai. (Karena kekuatan keduanya sangat terkenal). Dan sekarang telah diketahui bahwa doa Nabi saw. telah dikabulkan padamu." Setelah kejadian itu, beliau dipertemukan dengan Rasulullah saw., dan beliau masuk Islam pada Jum'at Shubuh. (Khashoish)

Islamnya Umar ra. adalah suatu pukulan berat bagi kafir Quraisy. Walaupun demikian, kaum muslimin masih sangat sedikit jumlahnya, apalagi jika dibandingkan dengan orang-orang kafir di seluruh Arab. Namun, keislamannya telah menimbulkan semangat baru bagi kaum muslimin, sehingga kaum musyrikin telah lebih berupaya untuk menghentikannya. Berbagai cana telah dicoba, tetapi kaum muslimin semakin berani, bahkan mereka berani mendirikan shalat di Masjidil Haram. Abdullah bin Mas'ud ra. berkata, "Islamnya Umar ra. adalah kemenangan kaum muslimin, dan hijrah Umar ra. adalah pertolongan bagi kaum muslimin, dan kekhalifahannya adalah rahmat bagi kaum muslimin." (Asadul Ghabah)

10. Kisah   Kaum   Muslimin   Hijrah  Ke   Habasyah   Dan Pemboikotan Banu Abi Thalib 

Ketika penyiksaan kaum kafir teifaadap kaum muslimin dan Nabi saw. tidak semakin berkurang bahkan semakin bertambah, Nabi saw.  mulai mengijinkan para sahabat untuk berhijrah ke tempat lain. Banyak diantara sahabat yang berhijrah ke Habasyah. Meskipun Raja Habasyah adalah seorang Nasrani, dan sampai saat itu belum memeluk Islam, namun ia terkenal dengan kelembutan hatinya juga keadilannya.

Pada tahun kelima kenabian, dalarn bulan Rajab, diberangkatkan jamaah pertama ke negeri Habasyah sebanyak sebelas atau dua belas orang laki-laki dan empat atau lima orang wanita. Para kafirin Mekkah berusaha menghalangi kepergian mereka. Setibanya di negeri Habasyah, kaum muslimin mendapat kabar bahwa seluruh penduduk Mekkah telah masuk Islam, dan Islam mendapat kemenangan. Mereka demikian senang atas berita tersebut, sehingga mereka memutuskan untuk kembali ke kampung halaman mereka. Tetapi, ketika hampir memasuki Mekkah, mereka baru mengetahui bahwa kabar tersebut tidak benar. Bahkan, bukannya lebih baik, tetapi semakin bertambah memusuhi, dan menyakiti kaum muslimin. Sebagian kaum muslimin ada yang kembali, dan ada yang terus memasuki Mekkah dengan jaminan seseorang. Peristiwa ini disebut hijrah ke Habasyah yang pertama.

Setelah peristiwa itu, ada rombongan sahabat yang lebih banyak jumlahnya, yaitu 83 orang lelaki dan 18 wanita hijrah ke Habasyah. Perjalanan ini disebut hijrah ke Habasyah yang kedua. Sebagian sahabat ada yang mengikuti kedua hijrah ini dan ada yang mengikuti satu saja.

Ketika kaum kafirin mengetahui bahwa kaum muslimin telah hidup tenang di Habasyah, maka mereka bertambah marah. Mereka mengirim satu rombongan ke Habasyah untuk menemui raja Najasyi sambil membawa banyak hadiah. Mereka juga membawa banyak hadiah untuk kalangan penting istana serta untuk para pendeta di sana. Setibanya di Habasyah, pertama kali mereka menjumpai para pembesar kerajaan dan para pendeta kristen. Setelah menyuap mereka dengan hadiah, maka dengan perlindungan mereka, utusan kafirin itu dapat berjumpa dengan Raja Najasyi. Mereka langsung bersujud di hadapan Raja, dan menyerahkan berbagai hadiah kepada beliau. Lalu, mereka mengemukakan maksud mereka dengan diperkuat oleh para pembesar kerajaan yang telah disuap itu. Mereka berkata, "Wahai raja, ada sebagian kecil kaum kami yang bodoh telah meninggalkan agama. nenek moyang mereka dan masuk ke dalam agama baru, yang kami pun tidak mengenalnya. Begitu juga denganmu. Mereka telah datang dan tinggal di negerimu. Tokoh-tokoh Mekkah yang mulia dan orang tua mereka, serta keluarga mereka, telah mengutus kami untuk membawa mereka pulang. Kami memohon kepadamu untuk menyerahkan mereka kepada kami." Jawab Najasyi, "Kami tidak dapat menyerahkan orang yang telah meminta perlindungan kepada kami, tanpa memeriksa lebih dahulu masalah mereka. Akan kupanggil mereka dan kutanyai mereka. Jika ceritamu benar, maka akan kukembalikan mereka kepadamu." Kaum muslimin pun dipanggil oleh Naj asy i untuk menghadap kepadanya.

Pada mulanya kaum muslimin sangat khawatir apa yang harus mereka lakukan. Tetapi, Allah dengan segala karunia-Nya, telah menolong dan membantu mereka, sehingga mereka dapat memenuhi panggilan raja dan dapat berbicara dengan lancar dan tenang. Mereka memulai perjumpaannya dengan raja dengan ucapan salam. Seseorang menegur mereka, "Kalian tidak beradab kepada raja dengan tidak bersujud di hadapannya!" Jawab mereka, "Kami telah dilarang oleh Nabi kami untuk bersujud kepada selain Allah." Lalu, raja meminta mereka untuk menjelaskan keadaan mereka yang sebenarnya.

Ja'far ra., mewakili yang lainnya maju ke depan dan berkata, "Dahulu kami berada dalam keadaan jahiliyah, kami tidak mengenal Allah, juga tidak mengenal Rasul-Nya. Dulu kami menyembah berhala, memakan bangkai, berbuat jahat, dan memutuskan kekeluargaan, yang kuat diantara kami menindas yang lemah. Demikianlah keadaan kami dahulu. Ketika kami dalam keadaan seperti itu, Allah mengutus Rasul-Nya, yang keturunannya, kejujurannya, sifat amanahnya, kesucian hidupnya, sangat kami kenal. Beliau mengajak kami untuk menyembah Allah yang Esa yang tiada sekutu bagi-Nya, dan melarang kami dari menyebah berhala. Beliau menyuruh kami untuk berbuat baik, dan melarang kami dari perbuatan jahat. Beliau menyuruh kami berkata jujur, bersifat amanat dan menjaga silaturrahmi. Juga menyuruh agar berbuat baik terhadap tetangga, mengerjakan shalat, berpuasa dan bersedekah. Beliau mengajar kami dengan akhlak yang terpuji, melarang kami dari zina, dusta, memakan harta anak yatim, mencaci orang lain, dan perbuatan-perbuatan buruk lainnya. Beliau mengajarkan kami Al-Quran yang mulia, dan kami beriman atasnya, serta mengamalkan segala firman-Nya. Atas hal ini, kerabat kami telah memusuhi kami dan menyiksa kami dengan berbagai penyiksaan. Kami adalah orang-orang yang tertindas, dan Nabi kami telah menyuruh kami untuk hijrah memohon perlindungan di negerimu ini."

Raja Najasyi bertanya lagi, "Sekarang, coba perdengarkanlah kepadaku Al-Quran yang telah dibawa oleh Nabimu itu." Maka Ja'far ra. membacakan sebagian ayat di permulaan swat Maryam. Bacaannya tersebut membuat raja dan para pendeta serta hadirin lainnya menangis, sehingga janggut-janggut mereka basah kuyup oleh air mata. Setelah itu, Raja berkata, "Demi Tuhan, ayat-ayat ini sama dengan ayat-ayat yang telah diturunkan kepada Musa, yang bersumber dari Nur yang sama." Kemudian dengan tegas Raja Najasyi menolak permintaan kaum kafir Qurasy itu, "Saya tidak dapat memenuhi permintaan kalian!" Para utusan itu merasa khawatir dan merasa terhina, sehingga mereka berembuk kembali. Salah seorang dari mereka berkata, "Besok saya akan mengatur sesuatu, sehingga raja akan mengusir mereka." Tetapi, teman-temannya tidak menyetujui usulannya. Teman-temannya berkata, "Walaupun mereka telah menjadi muslim, mereka tetap kaum kerabat kita." Namun temannya itu tidak mau menurutinya.

Pada hari kedua, mereka kembali menemui raja, dan berkata, "Orang-orang Islam itu tidak menerima Nabi Isa as., juga tidak mengakui bahwa Nabi Isa as. adalah anak Allah." Maka raja memanggil kembali kaum muslimin. Sahabat ra. bercerita, "Pada hari kedua, kami dipanggil lagi, dan hal itu membuat kami bertambah cemas. Walaupun demikian, kami tetap menghadap raja. Raja bertanya, "Bagaimana menurut kalian tentang Isa as.?" Kami menjawab, "Kami katakan seperti apa yang diturunkan kepada Nabi kami mengenainya. Bahwa Isa adalah Hamba Allah, Nabi Allah, dan Ruh-Nya. Kami percaya atas kalimah yang diturunkan kepadanya, yang Allah turunkan melalui Maryam yang suci." Najasyi berkata, "Demikianlah pengakuan Isa as. tentang dirinya sendiri, tiada yang berbeda." Para pendeta ketika itu saling berbisik dan gaduh atas jawaban raja. Raja berkata kepada mereka, "Apa yang kalian kehendaki katakanlah!" Kemudian, Raja Najasyi mengembalikan semua hadiah-hadiah yang sudah diberikan kepadanya, lalu berkata kepada kaum muslimin, "Tinggallah kalian di sini dengan aman, orang-orang yang menyakiti kalian akan menerima hukuman yang berat." Kemudian beliau mengumumkan: "Barangsiapa menyakiti kaum muslimin, maka akan dihukum berat. Karena itulah, kaum muslimin di negeri itu sangat dimuliakan dan dilayani dengan baik." (Khamis) Orang-orang musyrik itu kembali ke Mekkah dengan penuh malu dan kesal. Kaum kuffar di Mekkah pun bertambah marah dan memperlihatkan kemarahan mereka atas hal ini. Bersamaan dengan itu, Umar ra. memeluk Islam, sehingga menambah kekesalan mereka terhadap kaum muslimin. Mereka setiap saat berpikir, bagaimana caranya agar orang-orang tidak dapat bertemu dengan kaum muslimin, dan bagaimana caranya menghancurkan Islam. Untuk itu, para tokoh kafir Mekkah segera mengadakan perundingan besar untuk membunuh Muhammad saw. Membunuh Muhammad saw. bukanlah mudah, karena Bani Hasyim adalah kaum yang sangat besar jumlahnya. Mereka termasuk kaum yang terhormat di Mekkah.

Walaupun sebagian besar belum masuk Islam, tetapi mereka tidak akan tinggal diam jika Nabi Muhammad saw. dibunuh.
Akhirnya, di pertemuan itu diputuskan suatu ketentuan agar memboikot Banu Hasyim dan Banu Muraallib. Orang-orang dilarang bertemu dengan anggota Banu Hasyim dan Banu Muthallib, ataupun sebaliknya. Juga tidak diperbolehkan jual beli, berbicara dengan mereka, bahkan tidak boleh berkunjung ke rumah-rumah mereka. Ketentuan ini akan terus berlaku, selama mereka tidak menyerahkan Muhammad saw. untuk dibunuh. Keputusan tersebut tidak cukup dengan kata-kata saja, mereka membuat perjanjian tertulis pada tanggal satu Muharram tahun ketujuh kenabian. Dan kertas perjanjian itu digantungkan di Baitullah, agar semua orang dapat menghormatinya dan dapat menunaikan isi perjanjian tersebut. Akibat perjanjian itu, keluarga Banu Hasyim dan Banu Muthallib terkepung diantara dua buah gunung yang menghimpit. Tiada seorang pun yang dapat menemui mereka, dan mereka pun tidak dapat menemui siapapun. Mereka tidak dapat membeli sesuatu dari orang Mekkah dan tiada pedagang pun dari luar yang dapat datang ke tempat mereka. Jika ada seseorang dari mereka yang keluar dari daerah tersebut, maka orang itu akan disiksa. Jika ada yang memerlukan sesuatu dari orang lain, maka jawabannya telah jelas, bahwa barang-barang yang biasa pun sulit didapatkan. Mereka menjalani kehidupan dengan kelaparan ~dan penderitaan. Sehingga kaum wanita pun sudah tidak memiliki air susu lagi untuk disusukan kepada bayinya, dan anak-anak mereka menangis menjerit-jerit kelaparan. Anak-anak itu lebih merasa lapar dari-pada kelaparan yang diderita oleh ibu-ibu dan orang tua mereka.

Setelah tiga tahun berlalu, dengan kemurahan Allah, kertas perjanjian itu hancur dimakan rayap. Dengan ini, penderitaan Banu Hasyim dan keluarganya pun berakhir. Tiga tahun mereka diboikot dan ditutup jalur perhubungan serta perdagangannya, dan selama itulah mereka mengalami penderitaan yang sangat berat. Namun, walau demikian berat penderitaan para sahabat ra., mereka tetap berpegang teguh atas agama ini, bahkan terus menyebarkannya.

Faedah : 

Penderitaan dan kesusahan yang demikian berat telah dijalani para sahabat ra.. Sekarang, kita hanya menyandang nama serta mengaku sebagai pengikut mereka. Namun, kita baru memahami bahwa kemajuan kita, dibandingkan dengan keunggulan para sahabat ra., hanyalah seperti melihat mimpi. Yang jelas, kita perlu merenungkan; bagaimana para sahabat ra. dapat berkorban begitu tinggi untuk agama ini? Sedangkan kita? Apa yang telah kita lakukan untuk agama dan untuk kebangkitan Islam? Sesungguhnya, keberhasilan itu senantiasa diperoleh melahii kesungguhan dan usaha. 
Kita menginginkan suatu kehidupan yang damai, sedangkan orang-orang kafir semakin giat merusak agama dan dunia kita. Kemajuan Islam tergantung pada diri kita. Lalu, bagaimanakah kita membuktikannya? Sebuah syairberbunyi, Aku khawatir tak dapat mencapai Ka 'bah karenajalanyang kutempuh jalan lain yang menuju Turkistan.