Assalamu'alaikum Warahrahmatullahi wabarakatuh.
Semoga Anda yang berkunjung di blog ini selalu mendapat rahmat dan hidayah dari Allah SWT. Tanpa mukadimah panjang lebar langsung aja kita masuk ke bahasan kali ini yaitu tetang keagungan manusia.
Dalam Surat Al-Isra' ayat ke 70 Allah SWT. berfirman yang artinya : Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam. Kami angkut mereka di daratan dan dilautan. Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
Maksudnya dimuliakan dan diberi kelebihan dengan keindahan bentuk dan keluwesan tabi'at serta akal sebagai alat memikir dan kecakapan berbicara, mencari sumber-sumber hidup, menguasai apa yang terdapat di atas bumi untuk digunakannya bagi kepentingan kesejahteraannya dengan dipermudahkannya pengangkutan-pengangkutan di daratan dan dilautan.
Diriwayatkan bahwa Amr Bin Ka'ab dan Abu Hurairah r.a bertanya pada Rasulullah saw.:
Siapakah yang paling Alim di antara manusia? "Ialah orang yang berakal" jawab Rasulullah. "Siapakah yang paling saleh ahli ibadah?" Ialah yang berakal" "Siapakah yang paling afdal" "Ialah yang berakal". Segala sesuatu ada alatnya dan alatnya orang mu'min adalah akalnya, dan bagi tiap kaum ada pemimpinnya dan pemimpin seorang mu'min adalah akalnya dan tiap kaum mempunyai tujuan dan tujuan hamba Allah adalah akal. (Hayatul-Qulub),
Berkata Sitti 'Aisyah r.a.: Akal itu terbagi dalam sepuluh bagian : Lima dhahir nyata dan lima tidak nyata : Adapun lima yang nyata : ialah membisu, bersabar, rendah diri, amar ma'ruf nahi mungkar dan amal saleh. Sedang yang tidak nyata atau tersembunyi ialah berfikir, beri'tibar, tidak meremehkan dosa, takut kepada Allah swt. dan mengekang hawa nafsu. (Hayatul Qulub).
Dikabarkan bahwa keelokan diciptakan atas tujuh bagian : Keindahan, kecantikan, penerangan, cahaya, kegelapan, kehalusan, dan kelembutan. Dan tatkala makhluk diciptakan diberinya tiap jenis makhluk bagian yang tujuh tersebut. Keindahan untuk syurga, kecantikan untuk para bidadari, penerangan untuk matahari, cahaya untuk bulan, kegelapan untuk malam, kehalusan dan kelembutan untuk angin kemudian dihiaslah alam terbbersar yakni langit dan bumi dengan bagian-bagian tersebut. Dan tatkala diciptakan Adam dan Hawa sebagai alam yang terkecil dilengkapinya dengan sifat-sifat tujuh itu, yaitu keindahan untuk rohnya, kecantikan untuk lidahnya, penerangan untuk wajahnya, cahaya untuk matanya, kegelapan untuk rambutnya, kelmbutan untuk hatinya dan kelembutan untuk rahasianya, maka terciptalah manusia sebagai makhluk terbagus dari segala makhluk Tuhan, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an, yang artinya : Dalam bentuk apa saja yang Dia menghendaki, Dia menyusun tubuhmu.
Tidak dapat disangkal lagi bahwa para nabi-nabi lebih afdal dari para malaikat yang bertugas di bawah. Akan tetapi mengenai malaikat yang bertugas di atas langit, kebanyakan sahbat berpendapat bahwa para nabi lebih afdal daripada mereka demikian pula pula para ahli syi'ah, sedang orang-orang yang bermazhab Mu'tazilah berpendapat bahwa malaikatlah yang lebih afdal. Sebagai dalil atas ke afdalan para nabi, ialah firmat Allah swt. dalam Al-Qur'an :
Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada para malaikat : sujudlah kamu kepada Adam.
Maka perintah Tuhan kepada malaikatnya agar bersujud pada Adam menunjukkan bahwa Nabi Adam lebih tinggi dari malaikat. Dan firman Allah yang lain :
Dan Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman : Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama benda itu, jika kamu memang orang-orang yang benar. Mereka menjawab : Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang Engkau telah ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkau Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Ayat ini menunjukkan bahwa Nabi Adam mengetahui nama-nama itu semua, sedangkan para Malaikat tidak mengetahuinya, dan orang yang berpengatuan adalah lebih afdal dari yang lain yang tidak berpengetahuan. Dan firman Allah yang lain :
Apakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui.
Dalil yang ketiga ialah, bahwa manusia untuk menjalankan ibadah, menghadapi macam-macam rintangan dan godaan berupa hawa nafsu, syahwat, amara dan kebutuhan duniawi yang meminta waktu. Sedang Malaikat tidak menghadapi suatu rintanganpun. Maka tiada diragukan bahwa melakukan ibadah dengan adanya rintangan dan godaan-godaan itu lebih berat dan menghendaki ikhlas yang lebih dalam.
Dalil keempat ialah, bahwa Tuhan telah menciptakan manusia sebagai malaikat tengah-tengah antara malaikat yang berakal tetapi tidak bersyahwat, dan binatang yang bersyahwat tetapi tidak berakal. Maka manusia dengan akalnya memiliki sebagian dari sifatnya malaikat dan dengan syahwatnya sebagian dari sifat binatang. Jika syahwat-syahwatnya mengalahkan akalnya, maka ia akan lebih jahat daripada binatang, dan bila akalnya mengalahkan syahwatnya ia akan menjadi lebih baik dari malaikat. (Demikian menurut Syahrul mawaqif).
Bersabda Rasulillah saw. :
Berkata para malaikat tatkala Allah menciptakan Adam dan turunannya : Ya Tuhan! Engkau ciptakan mereka - bani Adam dapat makan, minum, kawin, berkendaraan, berpakaian, tidur dan bangun, tetapi Engkau tidak memberi kita sesuatu dari itu semuanya, maka tetapkanlah dunia bagi mereka dan akhirat bagi kita. Dijawab oleh Allah dengan firmanNya. "Tidaklah akan Ku samakan mereka yang Aku ciptakan dengan tangan-Ku, dan Ku hembuskan kepadanya dari Roh-Ku, seperti yang aku ciptakan dengan perintah dua kata "Kun Fayaku". Jadi tidaklah sama malaikat dan manusia, perihal kemulyaan dan pendekatan kepada Allah, bahkan manusia kemulyaannya lebih besar dan derajatnya lebih tinggi. (Mashabih).
Dikatakan bahwa penyusunan falak dan buruj adalah sama seperti penyusunan manusia. Sebagaimana falak terbagi tujuh, demikian pula anggota manusia dan falak terbagi duabelas buruj, juga dalam tubuh manusia terdapat duabelas lobang, dua mata, dua hidung, dua telinga, dua jalan kotoran, dua buah dada, satu mulut dan satu pusat. Enam buruj jurusan utara dan enam buruj jurusan selatan, demikian pula manusia enam lobang di kanan dan enam lobang dikiri. Dalam falak terdapat tujuh bintang, demikian pula dalam tubuh manusia terdapan enam kekuatan : pendengaran, penglihat, pencium, perasa, penyentuh, pemikir dan pembicara. Maka gerak-gerakanmu adalah serupa dengan geraknya bintang-bintang, lahirmu seperti terbitnya, matimu seperti terbenamnya bintang. Ini adalah perumpamaan dengan alam atas, adapun perumpamaan dengan alam bawah, maka tubuhmu seperti bumi, tulang-tulangmuseumpama gunung, otakm useumpama tambang, urat-uratmu seumpama saluran-saluran, dagingmu seumpama tanah, rambutmu seumpama tanaman, wajahmu seumpama timur, punggungmu seumpama barat, bagian kanan dari tubuhmu adalah selatan, bagian kiri utara, nafasmu seumpama angin, bicaramu seumpama guntur, ketawamu seumpama kilat, tangismu seumpama mati, jagamu seumpama hidup, kemudaanmu seumpama musim panas, ketuaannmu seumpama musim dingin. Dalam tapak-tangan terdapat tiga puluh tulang dan pada tapak kaki demikian pula (Zahrul-Ruadh).
Berkata Abu Hurairah r.a. tentang tafsir dari kata "Rabbil-Aalamin", bahwa Allah swt. tatkala menciptakan makhluknya di bagi atas empat : Malaikat, Syaitan, Jin dan Manusia, kemudian tiga macam makhluk itu dibagi menjadi sepuluh bagian, sembilan dari padanya adalah malaikat dan satu bagian terdiri dari makhluk, jin, setan dan manusia. Kemudian makhluk manusia dibagi seratus dua puluh lima bagian : seratus bagian berada di India, yang kesemuanya akibatnya akan ke neraka, dua belas bagian berada di negara Romawi, yang kesemuanya akan masuk neraka, enam bagian di barat yang ke semuanya juga akan ke neraka, enam bagian di timur yang kesemuanya akan ke neraka, enam bagian di barat yang kesemuanya juga akan ke neraka, tersisa satu bagian yang bagi lagi menjadi tujuh tiga bagian : tujuh puluh dua terdiri dari ahli bid'ah yang tersesat, dan satu bagian ialah kelompok yang selamat, yaitu ahli sunnah wal jamaah dan hisabnya terserah kepada Allah swt. ia mengampuni siapa Ia suka dan Menyiksa siapa Ia suka dan Kehendaki. (Tafsirul Wasith).
Ditanya Abubakar Albalkhi tentang hukumnya seorang fakir yang menerima barang hadiah dari sultan pada hal ia tahu bahwa barang itu didapatnya dengan jalan rampasan dan paksaan, halalkah itu? Jawabnya : Jika mengetahui bahwa barang itu nyata barang rampasan maka ia tidak boleh menerimanya, akan tetapi jika sudah tercampur dengan lain-lain barang sehingga tidak mengetahui mana yang rampasan dan mana yang bukan, maka bolehlah ia menerimanya.
Menurut kitab "Bustanul Arifin" bahwa para ulama berselisih tentang hukumnya penerimaan hadiah dari seorang sultan, sebagian membolehkan selama ia tidak mengetahui, bahwa barang yang diterimanya itu adalah barang haram, sedang sebagian lain menyatakan boleh. Adapun mereka, yang membolehkan bersandar kepada fatwa Saiyidina Ali Bin Abi Thalib r.a yang berkata : Sesungguhnya Sultan itu memperoleh barang-barang yang halal dan haram, maka apa yang diberikan padamu terimalah dan anggaplah ia memberimu dari bagian yang halal.
Barangsiapa diberi sesuatu tanpa meminta-minta, maka itu adalah suatu reski yang diberikan oleh Allah yang seharusnya diteirma.
Diriwayatkan oleh Muhammad Ibnul Hasan dari Abu Hanifah, dari HAmmad bahwa Ibrahim Annakha'i dan Abu Dzar Al-Hamadzani telah pernah datang dan menerima hadiah-hadiah dari Abdullah Al-Azdi - sewaktu ia menjadi Gubernur di Haffan - suatu contoh menurut MUhammad Ibnul Hasan dan Abu Hanifah bahwa tidak ada larangan selama tidak diketahui kenyataan haramnya barang yang dihadiahkan.
Maka pada zaman kita sekarang ini janganlah orang mengorek-ngorek dan terlalu meneliti tentang hal-hal yang dapat membawa kesukaran dan kebingunan, sebab pada dasarya menurut hukum Syari'at segala sesuatu adalah mubah dan halal selama tiada ada nas atau dalil yang mengharamkan atau memakhrukan. Maka perihal barang-barang harta benda atau makanan yang harus diterima atau diberi oleh seseorang seyogyanya dianggap halal dan mubah selama belum diketahui dengan nyata bahwa barang-barang, harta benda atau makanan itu berasal dari rampasan, curian ataupun dari hasil riba walaupun ia mengetahui bahwa ada terselip dalam kekayaan orang yang memberi itu barang haram.
Firman Allah swt. Dalam Surat Yasin yang artinya :
Dan suatu tanda (kebesaran dan keesaan Allah serta kesempurnaan kekuasaann-Nya) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka (dimaksud nenek moyang) dalam bahtera penuh muatan, dan Kami ciptakan untuk mereka kendaraan yang seperti bahtera itu.
Maksudnya : binatang-binatang tunggangan seperti unta, kuda, dan hemar serta alat-alat pengangkutan darat, sungai dan laut semuanya yang terbuat sesudah Nabi Nuh as.
Nah demikian penjelasan tentang keagungan Manusia dibandingkan dengan makhluk lain semoga ada manfaatnya.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.