DENGAN KHUSYU' DAN KHUDHU'
Shalat adalah ibadah yang sangat penting
dibandingkan ibadah lainnya. Pada hari Kiamat, amal yang pertama kali akan
ditanyakan setelah iman, adalah shalat. Sabda Nabi saw., "Pembeda antara
kufur dengan iman adalah shalat." Selain hadits di atas masih banyak lagi
riwayat tentang kepentingan shalat. Hal ini telah saya susun dalam risalah
lain, yaitu kitab 'Fadhail Shalat'.
1. Firman Allah
Mengenai Hak Orang Yang Mengerjakan Shalat Nawafil
Allah swt. berfirman, "Barangsiapa membenci para kekasih-Ku, maka Aku nyatakan perang dengannya. Dan siapapun tidak dapat mendekatiku kecuali dengan menunaikan amalan wajib yang telah Aku berikan. Dan Aku akan bertambah dekat, jika menunaikan amalan sunnah. Aku akan menjadikannya sebagai kekasih-Ku. Kemudian Aku akan menjadi telinganya, yang ia mendengar; menjadi matanya, yang ia melihat; menjadi tangannya yang ia memegang; menjadi kakinya yang ia berjalan. Jika ia berdo'a meminta sesuatu, maka Aku akan mengabulkannya. Jika ia meminta perlindungan, maka Aku akan melindunginya." (Hadits Qudsi-Jam'ul Fawaid)
Faedah:
Menjadi mata dan telinga, maksudnya bahwa
seluruh penglihatan, pendengaran, gerakan kaki, berjalan sesuai dengan ridha
Allah swt., tanpa menentang Allah swt.. Sungguh beruntunglah, orang yang dapat
menunaikan amalan fardhu, juga dapat memperbanyak amal sunnah dan nafilnya.
Semoga Allah dengan kemurahan-Nya memberi saya dan anda taufik untuk
mengamalkannya.
2. Kisah Nabi saw. Shalat Sepanjang Malam
Seseorang bertanya kepada Aisyah r.ha., "Beritahukanlah kepadaku sesuatu yang luar biasa pada diri Rasulullah saw. yang pernah engkau lihat?" Jawab Aisyah r.ha., "Manakah perbuatan beliau yang tidak luar biasa? Pernah pada suatu malam, beliau berbaring bersamaku, lalu beliau saw. berkata, "Biarkanlah saya beribadah kepada Allah sekarang." Beliau bangun dari tempat tidurnya, lalu mengerjakan shalat. Baru saja memulai shalat, beliau langsung menangis bercucuran air mata, sehingga membasahi dada. Kemudian beliau ruku', pun sambil menangis. Juga ketika sujud, beliau menangis. Dan ketika bangun dari sujud pun beliau masih menangis. Sampailah terdengar adzan Fajar Bilal ra.. Saya berkata, "Ya Rasulullah, mengapa engkau menangis, bukankah engkau maksum, dan Allah telah berjanji mengampuni segala dosamu, baik yang akan datang maupun yang lalu?" Jawab Nabi saw., "Apakah tidak sepatutnya saya menjadi hamba-Nya yang bersyukur?" Sabda beliau selanjutnya, "Mengapa saya tidak demikian? Padahal Allah swt. telah berfirman;
"Sesungguhnya
mengenai penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi mereka yang berakal. Yaitu, orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri dan duduk atau pun di waktu berbaring dan
memikirkan tentang kejadian langit dan bumi lalu berkata, "Ya Tuhan kami,
Tidaklah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka lindungilah
kami dari adzab neraka. " (Ali Imran:
190-191)
Masih banyak lagi
riwayat mengenai panjangnya shalat malam Nabi saw.. Demikian lama beliau berdiri
shalat, sampai kaki-kaki beliau menjadi bengkak. Sebagian sahabat berkata,
"Ya Rasulullah, mengapa engkau demikian bersusah payah mendirikan shalat,
padahal Allah telah mengampuni seluruh dosamu?" Nabi saw. selalu menjawab,
"Apakah tidak sepatutnya saya menjadi hamba yang bersyukur?" (Bukhari)
3. Kisah Nabi saw.
Membaca Enam Juz AI-Qur'an Dalam Empat Rakaat
'Aufra. bercerita, "Suatu ketika, saya berdua bersama Nabi saw.. Setelah bersiwak dan berwudhu, beliau berdiri untuk shalat. Saya menyertai beliau shalat. Pada rakaat pertama, beliau saw. membaca Al-Baqarah. Bila menemui ayat-ayat rahmat, beliau akan berdo'a sejenak memohon rahmat Allah. Jika menemui ayat-ayat tentang siksa Allah, maka beliau akan berhenti sejenak berdo'a memohon perlindungan dari siksa Allah swt.. Selesai membaca Al-Baqarah, beliau ruku' dengan ruku' yang sama panjangnya dengan bacaan Al-Baqarah tadi. Dalam ruku' beliau membaca;
"Maha suci
Tuhan yang mempunyai kekerasan, kekuasaan, kebesaran dan kemuliaan."
Lalu beliau sujud,
dan sujudnya pun sangat lama. Setelah itu beliau berdiri raka'at kedua, lalu
membaca Ali Imran. Demikian seterusnya, beliau membaca satu surat dalam setiap
raka'at. Jadi, dalam empat raka'at, beliau telah membaca empat surat Al-Qur'an.
Dapat dibayangkan, betapa lama shalat Nabi saw.. Ditambah dengan setiap ayat
rahmat dan ayat adzab beliau berhenti untuk berdo'a kepada Allah swt., ditambah
dengan ruku' dan sujud yang lama.
Ada kisah lainnya, yang dialami oleh Hudzaifah ra. ketika menyertai shalat bersama Nabi saw.. Ia berkata, "Rasulullah saw. shalat empat raka'at dengan membaca empat surat, yaitu dari Al-Baqarah sampai akhir Al-Maidah."
Faedah:
Empat surat
tersebut berarti enam juz Al-Qur'an. Rasulullah membacanya dalam empat raka'at.
Dan Rasulullah saw. biasa membaca Al-Qur'an dengan tajwid dan tartil,
sebagaimana disebutkan dalam banyak hadits. Ditambah lagi, di setiap ayat
rahmat dan adzab, beliau saw. akan berhenti sejenak untuk berdo'a kepada Allah
swt., ditambah lagi ruku' dan sujud yang panjang. Terbayang oleh kita, betapa
lama Nabi saw. mengerjakan shalat empat raka'at ini. Bahkan Nabi saw. pernah
membaca dalam satu rakaat surat Al-Baqarah, Al-Imran sampai Al-Maidah yang
kurang lebih sebanyak lima juz. Hal ini dapat dikerjakan bila shalat adalah
kepuasan dan kebahagiaan batin kita. Nabi saw. bersabda,
"Kenikmatanmatakupada shalat."
'Ya Allah berilah
kamikekuatan untuk mengikuti mereka'
4. Kisah Shalat Beberapa Orang Sahabat ra.
Mujahid rah.a. menceritakan shalatnya Abu Bakar dan Abdullah bin Zubair ra., "Jika mereka telah berdiri tegak untuk shalat, maka mereka seolah-olah kayu yang terpaku ke bumi." Mereka tidak bergerak sedikit pun di luar gerakan shalat. Menurut alim ulama, Ibnu Zubair ra. telah belajar shalat dari Abu Bakar ra., dan Abu Bakar ra. telah mempelajarinya langsung dari Nabi saw.. Apa yang dilakukan Nabi saw. dalam shalatnya, diikuti oleh Abu Bakar ra., dan shalat beliau diikuti Ibnu Zubair ra..
Tsabit ra. berkata, "Jika Abdullah bin Zubair ra. berdiri untuk shalat, maka ia laksana sebatang kayu yang ditancapkan ke bumi." Seseorang bercerita, "Demikian lama Ibnu Zubair ra. bersujud, tanpa bergerak sedikit pun, sehingga burung-burung hinggap dengan tenang di atas punggungnya. Pernah, beliau ruku' demikian lama dari awal malam hingga Shubuh tiba. Kadang-kadang beliau menghabiskan malamnya hanya dengan bersujud."
Dalam suatu pertempuran, Ibnu Zubair ra. shalat di masjid. Tiba-tiba, salah satu dinding masjid terkena serangan musuh dan runtuh. Sebagian bongkahan dinding itu telah menimpa leher beliau.
Meskipun demikian, beliau tetap shalat tanpa memendekkan shalatnya, baik ketika sujud ataupun ruku'. Pada saat yang lain, ketika beliau sedang shalat dan anaknya Hasyim sedang tidur di sisi beliau, tiba-tiba ada seekor ular terjatuh dari atap dan membelit anaknya. Anak itu menjerit ketakutan, seisi rumah pun panik sehingga ribut. Akhirnya, mereka berhasil membunuh ular itu. Tetapi, Ibnu Zubair ra. tetap tenang dalam shalatnya. Setelah salam, beliau bertanya, "Sepertinya ada keributan, ada apa?" Isterinya menjawab, "Semoga Allah merahmatimu. Anak ini hampir mati dan kamu tidak mengetahuinya." Jawab Beliau, "Pikirkanlah olehmu, jika saya memalingkan perhatian dari shalat, maka bagaimana jadinya shalatku?" (Kxtzb Al-Bidayah dan lainnya).
Ketika Umar bin Khattab ra. ditikam pisau, yang menyebabkan ia meninggal dunia, darah terus mengalir dari lukanya sehingga beliau sering tidak sadarkan diri. Walaupun demikian keadaannya, jika disampaikan kepadanya waktu shalat tiba, maka beliau segera mengerjakannya. Beliau berkata, "Tiada bagian dalam Islam bagi orang yang meninggalkan shalat."
Utsman bin Affan ra., sering mendirikan shalat sepanjang malam dan menghatamkan Al-Qur' an hanya dalam satu raka'at. (Muntakhab)
Sedangkan,
kebiasaan Ali ra. adalah jika tiba waktu shalat, tubuhnya akan bergetar dan
pucat wajahnya. Seseorang bertanya, "Mengapa keadaanmu seperti ini?"
Jawab beliau, "Telah tiba saatnya bagi saya untuk menunaikan amanat yang
Allah Ta'ala berikan kepada saya, yang enggan diterima oleh langit, bumi, dan
gunung."
Seseorang bertanya kepada Khalaf bin Ayub ra., "Apakah lalat-lalat tidak mengganggumu ketika shalat?" Jawabnya, "Seorang pendosa yang tertangkap polisi, ketika dihukum, ia akan berusaha sabar tanpa bergerak sedikit pun. Dan itu ia banggakan. Ia berkata, "Walaupun saya dipukuli saya tetap sabar dan tabah." Lalu, bagaimana dengan diriku, jika aku berdiri di hadapan Rabb-ku, dan terganggu hanya karena lalat?"
Muslim bin Yasar rah.a. ketika akan shalat, ia berkata kepada keluarganya, "Teruskanlah perbincangan kalian, aku tak akan terpengaruh sedikit pun dengan obrolan kalian." Suatu ketika, beliau shalat di Masjid Jami' Basrah. Tiba-tiba, sebagian tembok masjid runtuh. Orang-orang berkumpul dan ribut. Namun beliau tetap shalat, seolah-olah tidak mendengar apapun.
Hatim Asham rah.a. ditanya, bagaimana caranya beliau shalat. Beliau menjawab, "Jika waktu shalat telah tiba, maka setelah berwudhu aku berjalan ke tempat shalat. Lalu, aku duduk sejenak sehingga seluruh tubuhku mulai tenang, kemudian aku berdiri memulai shalat. Saat itu, aku membayangkan bahwa*"Baitullah Ka'bah berada di depanku, dan kakiku seolah-olah berada di atas Shirat, surga berada di sebelah kananku, dan neraka berada di sebelah kiriku, dan membayangkan malaikat pencabut nyawa, berada di belakangku; Aku merasa inilah shalatku yang terakhir. Setelah itu, aku berusaha shalat dengan penuh khusyu' dan khudhu', dan aku berada diantara dua perasaan, yaitu takut dan harap; apakah shalatku ini diterima ataukah tidak." (Ihya)
5. Kisah Shalat Dua Sahabat Muhajirin Dan Anshar
Setibanya Nabi saw. dari suatu peperangan, beliau bangun mendirikan shalat malam. Beliau bersabda, "Siapakah yang siap menjadi penjaga pada malam ini?" Maka, Ammar bin Yasir ra. dari Muhajirin dan Abbad bin Bashar dari Anshar berkata, "Kami siap berjaga malam." Nabi saw. memerintahkan mereka agar berjaga-jaga di sebuah bukit yang terdapat jalan bagi musuh untuk menyerang. Keduanya pergi ke bukit tersebut. Sesampainya di sana, pemuda Anshar itu berkata kepada saudaranya dari Muhajirin, "Mari, kita bagi malam ini menjadi dua bagian, bagian malam pertama, aku yang berjaga dan kamu beristirahat. Dan bagian kedua, kamu yang berjaga dan saya yang beristirahat. Maka, malam ini dapat dijaga bergantian. Jika terasa ada musuh yang datang, maka yang berjaga dapat membangunkan kawannya yang sedang tidur. Jika langsung kita berdua berjaga, bisa-bisa kita berdua mengantuk." Maka, pemuda Anshar mendapatkan jaga bagian pertama, dan pemuda Muhajirin tidur. Sambil bertugas, Abbad ra. mendirikan shalat. Ternyata, seorang musuh mengintainya. Kemudian, dari jarak jauh ia membidikkan anak panahnya ke arah Abbad ra.. Tetapi, Abbad ra. masih berdiri tegak, tidak bergoyang sedikit pun. Melihat hal ini, musuh pun melepaskan lagi anak panahnya. Tetapi ia tetap berdiri tegak. Musuh kembali melepaskan anak panahnya yang ketiga. Ketiga-tiganya menancap di badan Abbad ra.. Kemudian Abbad ra. mencabut ketiga anak panah itu dengan tangannya. Setelah tercabut, ia meneruskan shalat, ruku' dan sujud dengan tenangnya. Selesai shalat, Abbad ra. membangunkan kawannya. Ketika musuh melihat Abbad ra. membangunkan kawannya, ia segera melarikan diri dan ia tidak tahu berapa banyak lagi tentara Islam di situ. Ketika Ammar ra. bangun, dilihatnya badan Abbad ra. penuh darah, dengan bekas tiga anak panah tertancap di tubuhnya. Ammar ra. berkata kepada Abbad ra, "Subhanallah, kenapa engkau tidak membangunkanku dari tadi?" Jawab Abbad ra., "Ketika aku shalat tadi, aku mulai membaca surat Al-Kahfi, dan hatiku enggan untuk ruku' sebelum menyelesaikan surat ini. Tetapi, aku pun memperkirakan bahwa, jika aku dipanah terus menerus, aku bisa mati, dan tugas dari Rasulullah saw. untuk menjaga beliau tidak dapat ditunaikan. Saya mengkhawatirkan keselamatan Nabi saw.. Jika tidak, aku akan menyelesaikan bacaan surat itu, sebelum ruku', walaupun aku terpaksa harus mati dipanah musuh." (Baihaqi, AbuDaud)
Faedah:
Demikianlah shalat
para sahabat ra., dan keasyikan shalat mereka. Walaupun panah demi panah
menancap di tubuhnya, dan darah mengalir dari lukanya, ia tetap asyik shalat
tanpa sedikit pun berubah. Sedangkan shalat kita, hanya karena nyamuk, pikiran
kita menjadi kacau.
Ada perbedaan
pendapat Fiqhiyah, mengenai darah yang mengalir dalam shalat. Imam Hanafi
berpendapat membatalkan wudhu, sedangkan menurut madzhab Syafi'i tidak
membatalkan. Mungkin, pendapat para sahabat ra. demikian, atau hal itu belum
menjadi suatu perbedaan karena Nabi saw. masih hidup, atau karena belum adanya
hukum atas hal itu.
6. Kisah Abu Thalhah ra. Mewakafkan Kebunnya
Suatu ketika, Abu Thalhah ra. sedang shalat di kebunnya. Tiba-tiba, seekor burung terbang di antara pepohonan. Burung itu terbang kesana-kemari, lalu masuk ke dalam rimbunan daun yang lebat, dan ia tidak bisa keluar dari rimbunan tersebut. Melihat kejadian ini, perhatian Abu Thalhah terarah pada tingkah laku burung itu, sehingga ia terlupa jumlah rakaat yang telah ia lakukan. Ia sangat kesal atas hal ini. Beliau sadar, karena kebunnya ini, musibah telah menimpanya. Ia terlupa dalam shalat. Setelah shalat, beliau langsung menjumpai Nabi saw.. Dan ia sampaikan semua kejadian tersebut, lalu berkata, "Ya Rasulullah, kebunku ini telah menyebabkan saya lalai dalam shalat. Oleh karena itu, saya sedekahkan kebun ini fi sabilillah. Gunakanlah sekehendakmu."
Peristiwa seperti
ini pun pernah terjadi pada masa khalifah Utsman ra.. Ketika seorang Anshar
sedang shalat di kebunnya. Kebetulan ketika itu sedang musim kurma berbuah.
Matanya terus memandang senang ke arah buah-buah tersebut. Hatinya bergembira
melihat kurma-kurma itu telah masak. Berarti panennya akan bagus. Perhatiannya
kepada kurma-kurma itu, membuat ia lupa berapa rakaat yang telah ia kerjakan.
Mengetahui hal ini, hatinya sangat sedih dan kecewa. Ia menyadari bahwa karena
kebunnya, ia telah ditimpa musibah dalam shalatnya. Ia segera menemui khalifah
Utsman ra., dan berkata, "Ya Amirul Mukminin, saya infakkan kebun ini fi
sabilillah. Gunakanlah sekehendakmu." Kebun itu akhirnya dijual seharga
50.000 dirham, dan hasilnya digunakan fi sabilillah.
Faedah:
Demikianlah gairah
keimanan sahabat ra.. Karena shalat adalah sesuatu yang sangat berharga bagi
mereka, maka mereka mudah menyedekahkan kebunnya serharga 50.000 dirham di
jalan Allah. Syekh Waliyullah rah.a. dalam kitab 'Qaulul Jamil' menukilkan
tentang tingkat hubungan dalam tasawuf, beliau menulis; 'Tiada hubungan yang
harus didahulukan kecuali untuk mentaati Allah, dan bergairah atasnya. Para
sahabat ra. bersemangat untuk menjaga ketaatan kepada Allah, mangapa harus
memperhatikan ke lainnya?
7. Kisah Ibnu Abbas ra. Tidak Mempedulikan Matanya Karena Shalat
Suatu ketika, sebelah mata Ibnu Abbas ra. selalu berair, ada seorang tabib datang mengobatinya. Tabib itu berkata, "Saya akan mengobati tuan, tetapi tuan harus berhati-hati selama lima hari, tuan jangan bersujud di tanah. Tuan boleh bersujud di atas kayu yang lebih tinggi." Ibnu Abbas ra. menjawab, "Tidak mungkin. Demi Allah, saya tidak akan melakukannya walaupun satu raka'at. Saya mendengar Nabi saw. bersabda, "Barangsiapa meninggalkan satu shalat dengan sengaja, maka ia akan menjumpai Allah swt. dalam keadaan Allah murka kepadanya." (Durrul Mantsur)
Faedah:
Secara syariat,
agama membolehkan shalat seperti itu jika terpaksa. Perbuatan itu tidak
termasuk meninggalkan shalat. Tetapi karena demikian kuat semangat para
sahabat ra. dalam inengikuti shalat Nabi saw., sehingga Ibnu Abbas ra. merasa
lebih baik matanya tidak sembuh daripada harus meninggalkan cara shalat
Rasulullah saw.. Para sahabat ra. sanggup mengorbankan dunia dan isinya untuk
dapat menjalankan shalat sesuai contoh Nabi saw.. Sedangkan kita sekarang,
tanpa malu kita selalu beralasan agar dapat memudahkan shalat kita.
Padahal ketika
dihadapkan di medan Mahsyar barulah akan diketahui hakekat yang sebenarnya dari
ucapannya. Dan apa yang dapat kita perbuat?
8. Kisah Para Sahabat ra. Meninggalkan Tokonya Ketika Waktu Shalat
Suatu hari, Ibnu Umar ra. pergi ke pasar. Kemudian tibalah waktu shalat berjamaah. Setiap pemilik toko langsung menutup tokonya dan segera pergi ke masjid. Ibnu Umar ra. berkata, "Merekalah orang-orang yang telah Allah firmankan dalam ayat;
"Laki-laki yang perdagangan dan jual beli mereka tidak melalaikan mereka dari mengingat Allah, dan dari mendirikan shalat, dan mengeluarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang hati dan penglihatan menjadi goncang. "
(An-Nur :3 7)
Ibnu Abbas ra. berkata, "Mereka sangat sibuk dengan perniagaan dan jual beli, tetapi jika terdengar suara adzan shalat, maka mereka segera meninggalkan perniagaannya segera pergi ke masjid." Beliau juga berkata, "Demi Allah, mereka adalah para pedagang, namun perdagangan mereka tidak melalaikan mereka dari mengingat Allah swt.."
Suatu ketika,
Abdullah bin Mas'ud ra. pergi ke pasar. Lalu terdengar adzan, ia melihat setiap
orang meninggalkan tokonya dan segera pergi ke masjid. Dia berkata,
"Mereka inilah orang yang Allah swt. telah berfirman;
"Laki-laki yang perdagangan dan jual beli mereka tidak melalaikan mereka dari mengingat Allah, dan dari mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat. "
(An-Nur: 37)
Nabi saw. bersabda,
"Pada hari Hisab, ketika seluruh manusia dikumpulkan dalam satu tempat,
maka Allah berfirman, "Siapakah orang yang selalu memuji Allah ketika
senang dan susah?" Maka, sekumpulan manusia akan bangkit dan masuk ke
surga tanpa hisab. Lalu diumumkan lagi, "Siapakah orang-orang yang
meninggalkan tempat tidurnya dan menghabiskan waktu malamnya dengan beribadah
kepada Allah dengan rasa takut dan harap?" Maka, sekumpulan manusia
bangkit dan masuk surga tanpa hisab. Lalu diumumkan lagi, "Siapakah
orang-orang yang perniagaannya tidak menghalangi mereka dari mengingat
Allah?" Maka, sekumpulan manusia bangun dan masuk surga tanpa hisab.
Setelah ketiga kumpulan itu masuk surga, barulah dimulai hisab atas manusia
lainnya. {Durrul Mantsur)
9. Kisah Shalat Khubaib ra. Dan Kesyahidannya Bersama Zaid Serta Ashim ra.
Terbunuhnya orang-orang kafir pada perang Uhud, telah menyalakan api dendam di hati para pemuka kafir Quraisy. Sulafah, yang kedua putranya telah terbunuh dalam perang tersebut, telah bersumpah, jika ia menjumpai Ashim ra. (sahabat yang telah membunuh kedua anaknya), ia akan membunuhnya dan akan meminum darah dari tempurung kepalanya. Untuk itu, ia mengumumkan akan memberi hadiah 100 ekor unta kepada siapapun yang dapat membawa kepala Ashim ra. kepadanya. Mendengar sayembara itu, Sufyan bin Khalid sangat bergairah dan berkeyakinan bahwa ia akan dapat membawa kepala Ashim ra. kepada Sulafah. Lalu, la mengirim beberapa lelaki dari kaum Adhal Waqarah ke Madinah, berpura-pura memeluk Islam. Lalu mereka meminta Nabi saw. agar mengirim beberapa orang sahabat untuk memberikan ta'lim dan tabligh di kampung mereka. Juga memohon agar Ashim ra. turut serta dalam rombongan tersebut. Alasan mereka, nasehat Ashim ra. disukai orang-orang. Nabi saw. mengirim sepuluh orang sahabat ra., (riwayat lain enam sahabat) untuk menyertai kaum Adhal Waqarah, termasuk Ashim ra..
Dalam perjalanan pulang, ternyata orang-orang Adhal Waqarah ingkar janji. Mereka menyuruh musuh agar menyerang para sahabat, sehingga para sahabat ra. itu telah diserang oleh 200 orang yang diantara mereka ada seratus pemanah handal yang terkenal. Suatu riwayat menyebutkan, bahwa Nabi saw. mengirim beberapa orang Mekkah untuk mencari berita tentang mereka. Di tengah perjalanan, kaum Muslimin yang berjumlah enam atau sepuluh orang itu di serang oleh musuh dari Bani Lihyan sejumlah 200 orang. Melihat musuh demikian banyak, mereka lari ke arah bukit Fadfad. Kaum kafir itu berkata, "Kami tidak ingin menumpahkan darah kalian, kami hanya ingin menukar kalian dengan harta penduduk Mekkah. Kemarilah, kami tidak akan membunuh kalian!" "Kami tidak mempercayai janji orang kafir," sahut para sahabat sambil melepaskan anak-anak panah mereka dan mulailah pertempuran terjadi. Ketika anak panah telah habis, maka mereka menyerang dengan lembing. Ashim ra. berkata menyemangati kawan-kawannya, "Mereka telah menipu kita. Jangan panik. Yakinlah, bahwa syahid adalah ghanimah. Allah kekasih kita bersama-sama kita dan para bidadari surga sedang menunggu kita." Sambil berkata demikian, ia menyerang musuh dengan gagah berani, sampai lembingnya patah. Lalu ia gunakan pedangnya, namun musuh sangat banyak, sehingga ia gugur sebagai syahid. Di akhir hayatnya, beliau berdo'a, "Ya Allah, sampaikanlah berita kami kepada Rasulullah saw.." Dan do'a ini langsung dikabulkan oleh Allah swt.. Ketika itu juga Nabi saw. mengetahui kejadian tersebut. Dan ketika Ashim ra. mengetahui bahwa Sulafah berniat akan meminum darah dari tengkoraknya, maka ia berdo'a," Ya Allah, telah kukorbankan kepalaku di jalan-Mu, maka, selamatkanlah kepalaku." Allah menunaikan doa Ashim ra.. Ketika kaum kafir berniat akan memenggal kepalanya, Allah swt. mengirimkan sekumpulan lebah untuk melindungi mayat Ashim ra. dari berbagai arah, sehingga musuh gagal memenggal kepalanya. Akhirnya, mereka membiarkan mayat Ashim ketika itu, dan mayat itu akan diambil pada malam hari, jika lebah-lebah sudah tiada. Tetapi, pada malam itu turun hujan lebat, sehingga banjir telah menghanyutkan mayat Ashim ra..
Sementara itu,
Tujuh atau tiga orang Muslimin telah syahid, yang tinggal adalah Khubaib, Zaid
bin Datsanah, dan Abdullah bin Thariq ra.. Mereka bertiga tetap bertahan di
atas bukit. Kafirin itu terus membujuk mereka, "Turunlah kemari, kami
tidak akan ingkar janji." Akhirnya, mereka mempercayai janji musuh itu.
Mereka turun dari bukit, dan seketika itu juga mereka diserang oleh musuh
kafir. Abdullah bin Thariq ra. berteriak, "Kalian mengingkari janji. Aku
tidak akan pernah mempercayai kalian-lagi. Aku lebih menyukai mati syahid
bersama teman-temanku. Musuh memaksanya berjalan, tetapi ia tidak bergerak.
Akhirnya, mereka menjadikannya syahid.
Tinggallah dua
sahabat yang tersisa. Keduanya dibawa ke Mekkah dan dijual sebagai budak Zaid
bin Datsanah ra. telah dibeli oleh Sofwan bin Umayah seharga lima puluh ekor
unta, sebagai balas dendam atas kematian ayahnya. Sedangkan, Khubaib ra. telah
dibeli oleh Hujair bin Abu Ahab seharga 100 ekor unta, untuk balas dendam atas
kematian ayahnya. Dalam Bukhari diriwayatkan, ia telah dibeli oleh anak-anak
Harits bin Amir karena ia telah membunuh Harits dalam perang Badar.
Zaid langsung
dibawa Sofwan ke luar tanah Haram, dan ia serahkan Zaid ra. kepada budaknya,
sambil berkata, "Bunuhlah ia." Dan ia sendiri hanya menyaksikan saja
bersama orang-orang yang berkumpul menyaksikan pembunuhan tersebut, termasuk
Abu Sofyan. Ketika algojo siap membunuh Zaid ra., Abu Sofyan bertanya,
"Hai Zaid, Demi Tuhan, aku bertanya kepadamu, apakah kamu suka jika
lehermu yang akan dipenggal ini digantikan dengan kepala Muhammad saw. dan kamu
dibebaskan dapat berkumpul dengan keluargamu?" Zaid ra. menjawab,
"Demi Allah! Sedikit pun aku tidak akan rela jika ada duri kecil menusuk
kaki Nabi saw., walaupun aku dapat bersenang-senang dengan keluargaku."
Jawaban ini menakjubkan kaum Quraisy. Abu Sufyan berkata, "Aku belum
pernah melihat kasih sayang yang demikian tinggi seperti kasih sayang para
sahabat ra. kepada Nabi saw.." Setelah itu Zaid dipenggal hingga syahid.
Sedangkan, Khubaib ra. ditawan oleh Hujair beberapa hari. Seorang budak perempuan Hujair, yang di kemudian hari memeluk
Islam berkata,
"Ketika Khubaib ditahan oleh kami, kami pernah melihatnya sedang memakan
anggur sebesar kepala manusia. Padahal, ketika itu di Mekkah tidak ada anggur,
sama sekali." Ia bercerita, ketika hari kematian Khubaib ra. telah dekat,
ia telah meminta pisau cukur untuk membersihkan kumisnya. Permintaannya itu
dipenuhi. Diberikan sebuah gunting kepadanya. Kebetulan ada seorang anak kecil
bermain-main di dekatnya. Semua penghuni rumah itu langsung ketakutan, karena
di tangan Khubaib ra. ada sebuah gunting dan anak itu berada di dekatnya.
Khubaib ra. berkata, "Kalian tidak paham, apakah kalian pikir aku sanggup
membunuh anak kecil yang tidak berdosa? Aku tidak mungkin melakukannya."
Kemudian ia dibawa keluar tanah Haram. Sebelum dilaksanakan hukuman mati
atasnya, ia ditanya, "Jika kamu menginginkan sesuatu sebutkanlah."
Jawabnya, "Ijinkan aku shalat dua rakaat, karena tidak lama lagi aku akan
meninggalkan dunia fana ini dan akan menemui Allah swt." Permintaannya itu
dikabulkan. Ia laksanakan shalat dua raka'at dengan tenang. Setelah selesai, ia
berkata, "Seandainya aku tidak khawatir, kalian menyangka aku takut mati
sehingga shalatku ini lama, niscaya aku akan menambah lagi shalat dua
raka'at." Dia pun diikat, lalu dia berdo'a, "Ya Allah, adakah
seseorang yang akan menyampaikan salamku yang terakhir kepada Rasulullah
saw.?" Ternyata, salamnya itu telah sampai kepada Nabi saw. melalui wahyu
Allah swt.. Nabi saw. menjawab, "Waalaikum salam ya Khubaib." Lalu Nabi saw. bersabda kepada para sahabatnya, "Khubaib telah mati syahid di
tangan kaum Quraisy."
Pembunuhan Khubaib
ra. dilakukan oleh empat puluh orang Quraisy yang menikam dengan lembing dari
empat arah, sehingga badannya hancur. Diantara mereka ada yang berkata,
"Katakan, apakah kamu suka jika Muhammad saw. menggantikan tempatmu pada
saat ini, dan kamu kami bebaskan?" Jawab Khubaib ra., "Demi Allah
yang Maha Agung, aku tidak suka nyawaku ini ditebus dengan penderitaan Nabi
saw. walaupun hanya duri kecil yang menancap di badan Rasulullah saw.."
Faedah:
Setiap lafadz dalam
kisah-kisah di atas mengandung pelajaran bagi kita. Namun, ada dua pelajaran
istimewa dalam kisah di atas. Pertama, para sahabat sangat mencintai Nabi saw.
melebihi kecintaan pada diri mereka sendiri. Mereka bersumpah lebih rela
kehilangan nyawa mereka daripada harus melihat Rasulullah saw. menderita,
walaupun sepele. Walau pun hanya ucapan Khubaib ra. namun ia sangat tidak rela
jika penderitaannya itu digantikan oleh Rasulullah saw.. Memang orang-orang
kafir senantiasa menyakiti Nabi saw.. Kedua, Bagaimana keagungan dan kecintaan
mereka pada shalat.
Biasanya, jika seseorang akan meninggal dunia, maka yang diingat adalah istri, anak, dan keluarganya. Sedangkan para sahabat, selain ingin mendirikan shalat pada saat-saat terakhir, mereka juga ingin memberi salam kepada Rasulullah saw..
10. Kisah Keinginan Rabi'ah ra. Bersama Rasulullah saw. Di Surga
Rabi'ah ra. bercerita, "Saya senantiasa melayani Rasulullah saw. pada malam hari. Sayalah yang menyediakan air wudhu beliau, menyediakan siwaknya, sajadah, dan keperluan lainnya. Suatu ketika, karena senang dengan pelayanan saya, beliau bertanya, "Sebutkan, apa yang sangat kamu inginkan?" Jawab saya, "Ya Rasulullah, saya hanya ingin bersamamu di surga." Beliau bertanya lagi, "Apa permintaanmu selain itu?" Jawab saya, "Tidak ada lagi, hanya itulah yang saya inginkan." Sabda Nabi saw., "Baiklah, kamu harus membantuku dengan sering sujud kepada Allah."
Faedah:
Kisah di atas
mengandung peringatan bahwa segala keinginan kita tidak akan tercapai hanya
dengan berdo'a kepada Allah. Do'a harus diiringi dengan perbuatan dan usaha ke
arahnya. Dan sebaik-baik amalan yang terpenting adalah shalat. Lebih sering
kita shalat, maka akan lebih banyak bersujud kepada Allah swt.. Seseorang yang
hanya duduk-duduk saja sambil berkata, "Saya telah meminta dari ulama anu,
ulama anu." Ini adalah suatu kesalahan besar. Allah swt. menjalankan dunia
ini melalui sebab. Memang terkadang Allah swt. menjalankan sesuatu hanya dengan
kudrat-Nya. Untuk menunjukkan bahwa Allah tidak tergantung kepada sebab. Namun
secara umum, dunia dan segala sesuatunya ini berjalan dengan sebab. Sungguh
mengherankan jika untuk keduniaan, kita tidak hanya duduk berdo'a kepada Allah
swt.. Padahal untuk agama, sangat penting disertai usaha, takdir dan do'a.
Tidak ragu lagi, bahwa do'a para wali Allah memang penting, Tetapi Nabi saw.
bersabda, "Bantulah do'aku dengan memperbanyak sujud."