BERSATU
DENGAN ALLAH SWT.
Apabila bersatu dengan Allah dan mencapai kedekatan dengan-Nya (melalui pertolongan-Nya), engkau akan terlepas atau berlepas diri dari makhluk dan sifat manusiawi maupun hewani.
Dengan demikian, apa yang engkau gerakan sesungguhnya bukan semata-mata
atas dorongan gerakanmu, melainkan atas kehendak-Nya. Inilah yang disebut
'manunggal' dengan Allah.
Hendaknya engkau jangan menyamakan, istilah bersatu dengan Allah dan
bersatu dengan sesama benda atau manusia. Sebab, bersatu dengan Allah tak sama
dengan bersatu terhadap ciptaan-Nya. Oleh sebab itu, istilah bersatu
perlu digarisbawahi agar engkau tidak menyamakan Allah dengan makhluk.
Sebab, dalam Al-Qur'an telah diterangkan:
Artinya:
"Tak ada satu pun yang menyerupai-Nya.
Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
(Q.S.
As-Syura [42]: 11)
Sesungguhnya tak ada makhluk ciptaan-Nya yang dapat menyamai Allah.
Bersatu dengan-Nya merupakan istilah yang lazim dikenal oleh mereka yang
mengalami kebersatuan ini. Pada dasarnya pengalaman mereka (wali-wali dan nabi)
berlainan dengan kebanyakan orang. Mereka dapat 'bersatu' dan merasakannya
dengan rohaninya.
Setiap rasul, nabi, dan wali Allah memiliki suatu rahasia yang sama
sekali tidak dapat diketahui orang lain. Misalnya, sering kali terjadi seorang
murid menyimpan suatu rahasia yang tidak diceritakan kepada sang mursyid
atau syekh. Sebaliknya, sang mursyid atau
syekh memiliki rahasia yang terkadang diceritakan kepada murid-nya,
sekalipun mungkin suluk (latihan) murid
sudah hampir mendekati maqam mursyid-nya. Jika
sang murid meraih maqam ruhani sebagaimana maqam
syekh atau mursyid-nya (guru walinya itu), ada perubahan dalam diri
rohani si murid, yakni ia akan dibimbing Allah. Allah akan memutuskan hubungan
si murid dengan makhluk, ciptaan-Nya, dan gurunya sendiri.
Berarti, sang guru atau mursyid itu
laksana seorang inang pengasuh yang berhenti menyusui bayi setelahbersusia dua
tahun. Sang guru diperlukan selama sang murid masih berada dalam suluk,
dalam latihan untuk melepaskan nafsu-nafsu manusiawi dan hewaninya dan
untuk menyucikan rohnya. Apabila kelemahan nafsu manusiawi dan hewani pada diri
si murid telah lenyap, rohaninya tidak ada lagi noda dan kerusakan dan ia tidak
membutuhkan lagi sang guru atau syekh sebagai pembimbing. Pada maqam
ini, ia membutuhkan bimbingan dari Allah SWT. saja.
Oleh sebab itu, jika engkau telah bersatu dengan Allah — sebagaimana
digambarkan di atas— engkau telah bersih dari segala-galanya, yaitu segala
ciptaan Allah, kecuali hanya kepada Allah saja. Engkau tidak akan melihat
sesuatu yang lebih menarik dan lebih penting, kecuali hanya kepada Allah. Ini
terjadi pada saat engkau suka maupun duka. Dalam ketakutan dan rasa
pengharapan, engkau tidak akan bergantung kepada siapa pun, kecuali Allah. Tidak ada yang kau takutkan terhadap ciptaan-Nya, kecuali takut kepada
Allah. Dia-lah yang pantas engkau takuti dan engkau mintai perlindungan. Oleh
sebab itu, perhatikan selalu dan patuhilah kehendak-Nya, baik di dunia maupun
untuk akhirat. Jangan kau biarkan hatimu terikat dengan salah satu jenis ciptaan-Nya
(dunia wi).
Sesudah mendapatkan 'ketajaman mata hati', hendaknya engkau
meminta perlindungan kepada Allah dari kebutaan mata hati. Sesudah bersatu,
hendaknya engkau tak putus-putusnya memohon dan berlindung dari keterpisahan
dari-Nya. Sesudah akrab dan dekat dengan Allah, memohonlah perlindungan
kepada-Nya dari kesesatan. Sesudah beriman, hendaknya engkau memohon dijauhkan
dari kekufuran.
Nafsu hewani manusia dan segala kesenangan duniawi laksana sungai besar yang arusnya deras, yang setiap saat air itu bertambah terus. Adapun ujian hidup manusia itu laksana anak panah dan berbagai senjata bidik. Jelaslah bahwa unsur-unsur yang menguasai kehidupan manusia adalah berbagai cobaan hidup, musibah, penderitaan, dan segala upaya untuk mengatasinya. Bahkan, segala karunia dan nikmat yang diterimanya telah dibayang-bayangi oleh berbagai musibah.
Oleh sebab itu, apabila seorang arif dan cerdik mau meninjau masalah ini terus-menerus, ia akan memperoleh pengetahuan tentang hakikat. Hakikat itu ialah bahwa tak ada kehidupan sejati, kecuali kehidupan akhirat. Sabda Nabi Muhammad SAW., "Tak ada kehidupan selain kehidupan di akhirat."
Hal-hal yang demikian itu terbukti bagi seorang mukmin, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW., "Dunia ini adalah penjara bagi orang-orang yang beriman dan surga bagi si kafir."
Apabila teringat akan sabda Rasulullah tersebut dan memikirkan
hakikat dunia, seorang yang beriman tidak dapat merasakan kenyamanan hidup di
dunia ini. Bagi orang-orang beriman, sesungguhnya kedamaian dan kenyamanan
hakiki terletak pada kesempurnaan hubungan dirinya dengan Allah Ta'ala,
penyerahan diri sepenuhnya kepada-Nya. Apabila engkau melakukan hal-hal semacam
itu, pastilah dirimu akan terbebas dari dunia yang mengekang ini. Lalu kepadamu
akan dilimpahkan rahmat, kebahagiaan, kebaikan, kesejahteraan, dan
keridaan-Nya.
Sebelumnya ...... Selanjutnya Bersyukur Kepada Allah SWT.
Sebelumnya ...... Selanjutnya Bersyukur Kepada Allah SWT.