Sucikan Diri


Sucikan Diri
Dengan Sholat
Shalat adalah salah satu ibadah yang memiliki nilai istimewa dibanding ibadah-ibadah lainnya. Shalat adalah amal yang pertama kali dipertanyakan oleh Allah terlebih dahulu sebelum amal lainnya. seperti diterangkan dalam sebuah hadits: Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah shalatnya. Rabb kita Jalla wa Ajala berfirman kepada para malaikat-Nya padahal Dia lebih mengetahui, "Periksalah shalat hamba-Ku, sempurnakah atau justru kurang?" Sekiranya sempurna, maka akan dituliskan baginya dengan sempurna, dan jika terdapat kekurangan maka Allah berfirman, "Periksalah lagi, apakah hamba-Ku memiliki amalan shalat sunnah?" Jikalau terdapat shalat sunnahnya, Allah berfirman, 'Sempurnakanlah kekurangan yang ada pada shalat wajib hamba-Ku itu dengan shalat sunnahnya." Selanjutnya semua amal manusia akan dihisab dengan cara demikian." (HR. Abu Daud no. 964)
Ini menunjukkan betapa shalat merupakan hal terpenting bagi semua hamba-Nya, karena shalat menjadi tolak ukur kepatuhan seseorang kepada Allah swt.
Para sufi berpendapat bahwa sholat dapat meningkatkan kecerdasan bathin dalam memahami pesan-pesan Allah swt di muka bumi jika pemahaman terhadap hakikat ibadah ini telah diperoleh dengan baik dan benar. Diharapkan, ketenangan jiwa akan hadir dalam setiap Sholat. 

Dengan sendirinya shalat akan menghantarkan diri menuju cahaya ketuhanan (Ilahiyah) untuk menjauh dari alam kegelapan. Sehingga orang-orang yang rajin dan tertib dalam mendirikan sholat, memiliki cahaya kehidupan lebih terang dibanding mereka yang bermalas-malasan.
Melaksanakan shalat dengan kekhusukan, secara perlahan, hati akan merasakan ketenangan. Setiap ucapan, perbuatan, gerak, dan sikap yang dilakukan dari takbir hingga salam, dapat menjadi obat dari kegundahan. Ketenangan jiwa, kelembutan, dan tidak tergesa-gesa dalam menjalankan ibadah Sholat merupakan kunci dalam mcnikmati kekhusyukan dalam Sholat.
Al-Hujwiri dalam kitabnya, K'asyful Mahjub menyebutkan, bahwa sholat merupakan kebutuhan akal dan pikiran manusia. Semakin tekun dan khusyuk seseorang; melaksanakan Sholat, maka semakin teguhlah seorang hamba dalam menghadapi persoalan-persoaloan kehidupan.
Sholat merupakan sumber energy mensucikan dan menyehatkan jiwa. Sholat dapat membersihkan jiwa dari penyakit-penyakit yang hati. Rasulullah saw sendiri mengumpamakan sholat sebagai aliran sungai dengan air yang jernih. Siapapun muslim yang yang bersedia mensucikan diri lima kali setiap harinya di sungai tersebut, maka dia akan tampil menjadi pribadi yang bersih jiwa dan raganya.

Sedangkan umat Islam yang malas atau bahkan tidak mau mendirikan sholat, maka ibarat ia menyia-nyiakan kesempatan untuk bersuci. Sehingga badannya menjadi kotor penuh dengan noda dan daki dosa yang terus menumpuk setiap hari. Mereka yang meninggalkan shalat, awalnya hanya sekedar mengulur waktu untuk melaksanakannya. Kemudian lantas bermalas-malasan dan akhirnya melewatkan shalat. Seperti halnya seseorang yang hendak pergi mandi, lalu merasa enggan dan bermalas-malasan hingga akhirnya tidak melaksanakan juga. Meskipun mereka tahu mandi dapat menyegarkan badan.

Oleh karena itu, marilah kita bersama-sama meraba diri kita dan mulai membenahi apa yang terjadi. Jika kemalasan selalu datang ketika waktu shalat tiba, maka segeralah perteguh hati dan berusaha sekuat tenaga untuk melawannya. Dan secara perlahan merilah dirikanlah shalat denga penuh hikmat jauh dari tergesa-gesa. Semoga kita semua dapat menemukan sebenarnya.

"Jika mulut seseorang berkata jujur, maka perilakunya akan bersih, jika niatnya baik, maka rezekinya akan ditambah, dan jika ia berbuat baik kepada keluarganya, maka umurnya akan ditambah". (Imam Baqir)
Istinjak dengan Tissue
Tanya:
Seringkali di toilet hotel dan perkantoran tidak tersedia air untuk istinjak, tetapi hanya tissue yang tersedia, apakah cukup beristinjak dengan tissue?
Jawab :
Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan kebersihan. Telinga kita begitu akrab dengan an-nadhafatu minal iman, kebersihan merupakan sebagian dari iman. Atau at-thuhuru syartul iman, kesucian merupakan separoh dari keimanan. Namun demikian, seringkali realitas umat Islam kurang mencerminkan ajaran-ajaran semacam itu dalam kehidupan keseharian.
Salah satu wujud perhatian Islam terhadap kebersihan dan kesucian itu adalah diwajibkannya istinja' (bersuci) setelah buang air besar (taghaip wuth) dan air kecil (haul). Shalat tidak sah tanpa istinja terlebih dahulu, selain wudhu kalau dalam keadaan hadats kecil, dan mandi jika dalam kondisi hadats besar.

Meski sitinja' pada hakikatnya menghilangkan najis yang keluar dari kemaluan dan anus, dalam praktiknya hal tersebut memiliki perbedaan. Yaitu alat yang digunakan tidak terbatas pada air, tetapi dapat pula dilaksanakan dengan batu, baik dalam kondisi tersedia air maupun tidak.

Berbeda dengan wudhu dan mandi, yang hanya dapat diganti dengan tayamum dalam kondisi-kondisi tertentu saja, misalnya karena    tidak    ditemukan    air. 
Diperbolehkannya istinja' dengan batu, mengandung hikmah yang besar dalam rangka menjamin kontinuitas pelaksanaan dan fungsi diciptakannya manusia, yakni beribadah kepada Allah SWT, dalam hal ini, shalat.
Seperti disebutkan di atas bahwa shalat tanpa istinja' lebih dahulu tidak sah hukumnya. Dunia ini menurut para pakar , sebagian besar adalah lautan. Kurang lebih 85% dan sisanya daratan.
Jika kita amati, ternyata daratan yang hanya 15% itu kondisi perairannya berbeda-beda. Ada yang banyak, tetapi ada pula yang sedikit. Kalau istinja'hanya dilakukan dengan air, tentu menimbulkan kesulitan bagi daerah-daerah yang sedikit air, seperti padang pasir di Timur Tengah atau daerah-daerah kering dan tandus.
Dengan diperkenankannya istinja' dengan batu serta tayamum dengan debu, umat Islam tidak menemukan masalah dalam thaharah (kesucian), sehingga shalat dapat berjalan terus.
Kalau kata batu (hajar) diucapkan, pikiran kita tentu akan tertuju pada sosok benda keras yang kerap digunakan membuat pondasi bangunan atau membuat jalan. Dalam fikih, ternyata maknanya lebih luas. Sebab bajar dibedakan menjadi hajar hakiki dan hajar syar'i.
Adapun hajar hakiki adalah batu yang seperti kita kenal, sedangkan hajar syar'i mencakup semua benda padat yang suci serta dapat menghilangkan kotoran dan tidak termasuk kategori banda-benda muhtaram (dimuliakan atau berharga). Sebagai contoh, batu, kayu, tembok, keramik kasar, dan kulit hewan. Semua itu dinamakan hajar syar'i dan boleh untuk istinja'. Dengan demikian, ^^/rjjtfr'/disamakan dengan hajar hakiki lewat metode analogi atau qiyas. Maksud qiyas adalah menyamakan sesuatu yang tidak diketahui hukumnya dengan sesuatu yang hukukmnya jelas, karena ada persamaan antara keduanya dalam ill at (alasan terjadinya hukum).
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa perubahan besar dalam pola pikir dan pola sikap masyarakat. Gaya hidup mereka telah mengalami pergeseran-pergeseran sedemikian rupa, sehingga cenderung memilih sikap yang praktis dan mudah serta efisien, misalnya dalam masalah istinja'.
Pada tempat-tempat tertentu, seperti saat di pesawat atau tempat lain sudah tidak dipergunakan air sebagai alat bersuci, tetapi tissue. Banyak hotel yang tidak menyediakan air toiletnya, namun yang tersedia hanya tissue. Dengan asumsi tissue lebih praktis dan lebih nyama, karena pakaian tetap kering.
Seperti diterangkan di atas bahwa istinja' dapat dilakukan dengan air dan batu, baik hakiki maupun syar'i. Tissue bukan air, bukan pula hajar hakiki. Pertanyaannya apakah dapat untuk istinja'?
Merujuk dari beberapa literature madzhab Syafi'i, seperti al-Majmu' Syarh al-Muhaddab, Syarqawi Syarh Tuhfatut Thullab, Bujairami Syarh Iqna' dan lain-lain, tissue dapat digunakan untuk istinja' dengan alasan bahwa tissue dianggap sebagai salah satu bentuk hajar syar'i. Yaitu benda benda padat (jamid), tidak najis, dan tidak muhtaram (dianggap mulia dan berharga), karena tidak terdapat tulisan di dalamnya. jika terdapat tulisan dalam tissue (kertas) itu, maka tidak diperbolehkan menjadikannya sebagai alat istinja' dengan alasan menghormati tulisan itu.
Satu hal yang harus diperhatikan adalah, kalau istinja' memakai hajar hakiki atau syar'i disyaratkan tiga kali usapan, dan dapat membersihkan kotoran yang ada. Tidak boleh kurang. Kalau sudah diusap tiga kali dengan batu yang berbeda, ternyata belum bersih, harus ditambah hingga benar-benar bersih.