Alam Jin adalah Fakta Bukan Khayalan

Kebanyakan para penganut ajaran filsafat, penganut faham Qadariyah, dan seluruh orang-orang Zindig (pura-pura beriman) dan atheis, tidak percaya/ingkar terhadap adanya alam jin dan setan secara mutlak.

Ada pula sebagian orang yang mengingkari jin, tapi tidak terang-terangan, melainkan alam jin itu ditakwil (ditafsirkan) dengan bebas sampai pada tingkat peniadaan dan pengingkaran. Di antaranya ialah Dr. Muhammad Al Bahi. Menurut beliau dalam menafsiri surat Al Jin yang dimaksud dengan jin ialah malaikat. Jadi menurut pendapat beliau, Jin dan Malaikat itu satu alam. Sama dan tidak ada perbedaan antara keduanya. Alasannya, bahwa malaikat itu tidak tanpak  oleh manusia, hanya saja yang digolongkan ke dalam jenis jin adalah yang tidak kelihatan oleh manusia dan tidak jelas keimanannya, kekufurannya, kebaikannya dan kejahatannya.

Berkata Al' Allamah Asy Syibli : Imam Haramain mengatakan dalam kitabnya (Asy Syamil) : banyak dari para pengikut aliran filsafat dan faham qadariyah serta seluruh kaum zindig mengingkari adanya setan dan jin secara mutlak. sebenarnya wajar seandainya yang tidak percaya itu orang-orang yang tidak tahu agama. Tetapi anehnya, para penganut faham qadariyah ini sudah tidak percaya lagi pada nas-nas Al-Qur'an dan Haditst-hadits sahih mengenai jin yang diriwayatkan secara mutawatir.
Abu Qasim Al Anshari berkata dalam kitab "Syarhul Irsyad": sebagian besar kaum muktazilah juga tidak percaya terhadap adanya jin. Ketidak percayaan itu lebih disebabkan karena kecilnya perhatian mereka dan lemahnya pemahaman mereka terhadap agama. Padahal keberadaan Jin itu tidak mustahil bagi akal. Sebab, nas-nas Al-Qur'an dan sunah menegaskan keberadaannya. Wajib atas orang-orang yang berakal dan berpegang teguh pada agama, di samping membenarkan apa yang mungkin bagi akal, juga menerima atau membenarkan apa yang ditetapkan oleh agama yaitu tentang adanya jin tersebut.
Abu Bakar Al Bagillani berkomentar : Banyak pula dari kaum qadiriyah yang mempercayai adanya jin pada zaman dulu dan meniadakannya untuk zaman sekarang. Di antara mereka juga ada yang mengakui adanya jin dan beranggapan bahwa mereka tidak terlihat karena kehalusan jasad mereka sehingga dapat ditembus cahaya. Ada pula yang mengatakan, tidak terlihatnya jin oleh manusia, karena jin itu tidak berwarna. Kemudian imam Al Haramain berkata : melandaskan pendapat pada kenyataan - kenyataan yang ada dan hadits-hadits akhad sebenarnya tidak banyak membawa arti, karena para ulama pada zaman sehabat Nabi dan para tabi'in telah sepakat adanya jin dan setan dan kita diperintahkan minta perlindungan kepada Allah dari kejahatan mereka. Orang yang benar-benar berpegang teguh pada agamanya pastilah tidak akan menyalahi kesepakatan di atas.
Qadhi Abadul Jabbar bin Ahmad bin Abdul Jabbar Al Hamdani, salah seorang pemuka ulama muktazilah, berkata : Dalil untuk membuktikan adanya jin ialah berdasarkan nash-nash agama bukan akal. Karena untuk membuktikan suatu yang ghaib, akal tidak akan menemukan jalan. Artinya, akal tidak akan mampu. Kenapa? Sesuatu itu tidak akan menunjukkan kepada sesuatu yang lain tanpa adanya ta'alluq (ketergantungan) antara keduanya, seperti ta'alluq perbuatan dengan pelakunya. Dan perbuatan itu menunjukkan kalau pelakunya bisa dan mengetahui. Keadaan pelaku yang bisa berbuat dan mengetahui itu menuntut kalau dia itu hidup. Keadaan pelaku yang hidup itu menuntut kalau dia itu mendengar dan melihat. Ringkas kata, adanya perbuatan itu menunjukkan adanya ketergantungan antara perbuatan itu dengan pekakunya. Kembali kepada masalah jin. Untuk mengakui ada dan tidaknya jin, ini tidak bisa dipaksakan kepada seseorang. Sebab, para ahli pikir sendiri berbeda berpendapat, ada yang mempercayai dan ada pula yang tidak percaya secara mutlak, khususnya para penganut aliran filsafat dan aliran kebatinan. Kalau semua orang harus mempercayai adanya jin, tentu orang tidak boleh mempermasalahkannya. Bahkan meragukan saja tidak boleh. Jadi, mengenal hal ini orang boleh berbeda pendapat.
Syaikh Abul Abas bin Taimiyah berpendapat : "Seorangpun dari kelompok-kelompok kaum muslimin tidak ada yang memperselisihkan adanya jin. Dan kebanyakan golongan-golongan orang kafir juga mengakui adanya jin. Begitu juga para ahli kitab, Yahudi, dan Nasrani, mereka mengakui/mengimani adanya jin, meskipun ada juga beberapa yang tidak mempercayainya, sebagaimana di tubuh kaum muslimin sendiri seperti para penganut aliran jahmiyah dan qadariyah, walaupun sebenarnya sebagian besar dari mereka dan imam-imam mereka mengakui adanya jin. Kenapa bisa demikian? Karena kabar adanya jin ini merupakan kabar dari para nabi yang diriwayatkan secara mutawatir (masal). Nah karena adanya jin ini kabar dari pada Nabi yang diriwayatkan secara mutawatir, maka orang-orang yang benar-benar beriman kepada para rasul tidak akan menolak adanya makhluk yang bernama jin tersebut. Dengan kata lain, seluruh kaum muslimin mengakui wujudnya jin. Begitu juga para ahli kitab dan kebanyakan kaum musyrik arab dan sebagainya; seperti para anak cucu Saam, Hindi, anak cucu Yafits dan sebagainya. Kebanyakan dari mereka mengakui eksistensi jin, bahkan mereka mempercayai benda-benda yang bisa dipakai untuk mendatangkan pertolongan jin; seperti jimat dan mantra. Karena orang-orang musyrik mengakui/mempercayai jimat, tangkal, atau mantra yang didalamnya terdapat unsur penyembahan kepada jin dan pengagungan terhadapnya, yang mana itu merupakan satu perbuatan syirik.
Maka dari itu para ulama melarang memakai jimat atau mantra yang tidak diketahui artinya. Karena dikhawatirkan menjadi sumber syirik. Tapi, menurut salah satu hadits Nabi yang sahih, itu tiak mengandung syirik. Sabdanya :
"Siapa di antara kalian yang bisa memberi kemanfaatan (merugyah) saudaranya, maka kerjakanlah.". (HR. Muslim & Ahmad).

selanjutnya......