Nabi Muhammad saw. bersabda, "Barangsiapa di antara kalian yang paling mengenal Allah, maka dia yang paling takut kepada-Nya, dan aku bahkan lebih takut kepada-Nya ketimbang dia."
Ibn Abbas mengatakan, bahwa suatu hari seorang badui datang kepada Rasulullah saw. Badui itu berkata, "Wahai Rasulullah! Ajari aku pengetahuan yang paling luar biasa!" Rasulul bertanya, "Manfaat apa yang dapat engkau petik dari puncak pengetahuan sehingga engkau kini menanyakan pengetahuan yang luar biasa?" Si badui bertanya, "Wahai Rasulullah! Apa itu puncak pengetahuan? Rasulullah saw menjawab, "Puncak pengetahuan adalah mengenal Allah sebagaimana Dia patut dikenal." Si badui lalu berkata, "Mana mungkin Dia dikenal sebagaimana mestinya?" Rasulullah saw menjawab, "Yaitu engkau mengenal bahwa tak ada contoh untuk-Nya, tak ada bandingan untuk-Nya, tak ada lawan untuk-Nya, dan bahwa Dia satu: Dia nyata sekaligus gaib, pertama sekaligus terakhir, tak ada bandingan dan tak ada yang menyamai; inilah sebenar-benar pengetahuan tentang Dia".
Mengenal Allah dengan sebenar-benar mengenal merupakan pilar penyangga segenap bangunan Islam. Dalam Islam, tanpa pengenalan seperti ini maka perbuatan jadi tak ada nilai riilnya: perbuatan jadi tak ada esensi dan nilainya.
Pertanyaannya adalah : "Mana mungkin kita mengenal Allah, dan bagaimana setting atau latar belakang untuk mendapatkan pengenalan atau pengetahuan seperti itu?" Jawabannya tentu saja tergantung atau kondisional: kalau kita tidak tahu jalan yang benar, kita tak akan pernah sampai di tujuan.
Salah jalan dalam mengenal Allah merupakan penyebab utama kenapa banyak orang tidak benar keimanannya kepada Allah. Al-Qur'an menuturkan kisah-kisah tentang orang-orang yang tidak beriman kepada Allah di setiap zaman dan masa. Kisah-kisah itu memperlihatkan betapa orang-orang seperti itu bersikeras bahwa mereka baru akan beriman kepada Allah kalau mereka mendengar dan melihat-Nya. Mereka mengandalkan pancaindra. Berikut hanyalah beberapa contoh, Allah SWT berfirman,
Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata: "Mengapa Allah tidak (langsung) berbicara dengan kami, atau datang tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada kami?" Demikian pula orang-orang yang sebelum mereka telah mengatakan seperti ucapan mereka itu; hati mereka serupa. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada kaum yang yakin. (QS. Al-Baqarah: 118)
Berkatalah orang-orang yang tidak berharap bertemu dengan kami: "Mengapakah tidak diturunkan kepada kita malaikat atau (mengapa) kita (tidak) melihat Tuhan kita?" Sesungguhnya mereka memandang besar tentang diri mereka dan mereka benar-benar telah melampau batas (dalam melakukan) kezaliman. Pada hari mereka melihat malaikat di hari itu tidak ada kabar gembira bagi orang-orang yang berdosa dan mereka berkata: "Hijraan Mahjuura." (QS. Al-Furqan: 21-22).
Dan berkatalah Fir'aun: "Wahai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu-pintu langit supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta.". Demikianlah dijadikan Fir'aun memandang baik perbuatan yang buruk itu, dan dia dihalangi dari jalan (yang benar):.......(QS. al-Mukmin: 36-37).
"Dihalangi dari jalan (yang benar)" menunjuk kepada atau berkenaan dengan jalan yang berakhir dengan mendapatkan pengetahuan yang benar dan akurat tentang Allah SWT. Tujuan seperti itu haruslah menjadi perhatian pertama dan utama kita. Tanpa mengenal Allah dengan benar dan akurat, mana mungkin kita beribadah kepada-Nya dengan benar dan akurat? Nabi Muhammad saw, bersabda dalam sebuah hadis qudsi. "Untuk segala sesuatu ada jalannya, dan jalan untuk ke surga adalah pengetahuan." Ini merupakan sebuah upaya yang rendah hati untuk mendapatkan pengetahuan yang benar dan akurat semacam itu, pengetahuan yang akan semakin mendekatkan kita kepada Tuhan kita dan yang akan membawa kita ke jalan keselamatan, kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Semoga tulisan ini dapat diselesaikan sampai tuntas. Amiin.