Lailatul Qadr

BAB II 
MALAM LAILATUL-QADAR

Ada suatu malam yang disebut dengan malam Lailatul-Qadar, diantara malam-malam Ramadhan yang terkenal dengan kebaikan dan keberkahannya yang sangat besar. Al-Qur'an telah menyatakan tentang keberkahan dan keutamaannya yang lebih besar daripada seribu bulan. Dengan kata lain, lebih berharga daripada 83 tahun 4 bulan. Betapa beruntung, seseorang yang dapat memperoleh kesempatan untuk benar-benar beribadah pada malam tersebut, karena berarti ia telah mendapatkan pahala beribadat selama 83 tahun 4 bulan dan bahkan lebih banyak dari itu kita tidak mengetahuinya. Sesungguhnya malam tersebut adalah suatu karunia dan rahmat yang besar bagi umat ini.

ASAL USUL
Di dalam Durrul Mantsur ada sebuah hadits dari Anas ra., bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Lailatul-Qadar telah dikaruniakan kepada umat ini (umatku) yang tidak diberikan kepada umat-umat sebelumnya." Ada beberapa pendapat tentang alasan dikaruniakan Lailatul-Qadar. Menurut beberapa hadits, salah satu sebabnya ialah sebagai berikut: Rasulullah saw. pernah merenung mengenai usia umat-umat terdahulu yang lebih panjang, daripada usia umatnya yang pendek. Beliau saw. pun merasa sedih, karena mustahil umatnya dapat menandingi ibadah umat-umat terdahulu. Oleh karena itu, Allah dengan kasih sayang-Nya yang tidak terhingga mengaruniakan Lailatul Qadar kepada umat ini. Hal ini bermakna, apabila ada seseorang yang memperoleh kesempatan untuk beribadah selama sepuluh malam Lailatul Qadar pada bulan Ramadhan dan mendapatkan keberkahan malam tersebut, maka ia akan mendapat pahala beribadah selama 833 tahun 4 bulan bahkan lebih.
Riwayat lain menyatakan, bahwa Rasulullah saw. pernah bercerita kepada para sahabatnya ra., kisah tentang seseorang yang sangat sholeh dari kalangan Bani Israil, yang telah menghabiskan waktunya selama seribu bulan untuk berjihad fi sabilillah. Mendengar kisah ini, para sahabat merasa hi, karena mereka tidak dapat mencapai hal itu. Oleh karena itu, Allah mengaruniakan kepada mereka lailatul qadar. Riwayat lainnya menyatakan, bahwa Nabi saw. pernah menyebutkan empat nama Nabi dari Bani Israil. Masing-masing menghabiskan masa 80 tahun untuk berbakti dan beribadah kepada Allah, dan tidak pemah durhaka sekejap mata pun kepada-Nya. Mereka adalah Nabi Ayyub as., Nabi Zakariya as., Nabi Ezkil as., Nabi Yusya' as.. Mendengar hal ini para sahabat ra. merasa kagum, bagaimana mungkin menyamai amalan mereka. Lalu Jibril as. datang dan membacakan surat Al-Qadar, yang mewahyukan tentang keberkahan malam yang istimewa ini.
Terdapat juga riwayat lain yang menerangkan asal mula Lailatul Qadar. Meskipun dalam satu masa, perbedaan ini secara umum disebabkan keadaan yang berbeda yang mengakibatkan ayat ini turun. Oleh karena itu, penafsirannya dikaitkan dengan kejadian pada masa tersebut. Terlepas dari riwayat mana yang kita terima, yang penting, Allah telah mengaruniakan kepada umat ini Lailatul Qadar sebagai nikmat yang besar. Ini adalah karunia Allah dan hanya orang yang mendapat taufik yang dapat beramal di dalamnya. Betapa beruntung orang-orang yang bertakwa, yang tidak pernah meninggalkan ibadah di malam Lailatul Qadar sejak mereka baligh.
Mengenai penentuan malam ini, ada lebih kurang lima puluh pendapat yang berbeda-beda diantara alim ulama. Tidak mudah bagi saya untuk menyebutkan satu persatu, namun pendapat yang banyak diterima akan diuraikan di sini. Kitab-kitab hadits telah banyak yang menguraikan tentang keistimewaan dan keutamaan malam Lailatul Qadar ini melalui berbagai riwayat. Namun, karena Al-Qur"an sendiri telah menyebutkan tentang malam tersebut dalam suatu surat yang khusus, maka kita akan mulai dari penjelasan mengenai penafsiran surat Al-Qadar tersebut, yang saya ambil dari tafsir Bayanul Qur'an, susunan Maulana Asyraf Ali Thanwi rah. a. Dan beberapa tambahan dari kitab-kitab lain.

"Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam kemuliaan."
Ayat tersebut telah menyebutkan suatu kenyataan bahwa pada malam yang istimewa ini Al-Qur'an telah diturunkan dari Lauh Mahfudz ke langit dunia. Kenyataan ini telah cukup untuk memperkuat bukti tentang kemuliaannya,Al-Qur'an yang begitu agung diturunkan pada malam ini. Dan keberkahan serta keutamaan lainnya pun tertulis dalam surat ini. Pada ayat berikutnya, agar menarik perhatian kita, makadiajukanlahsebuahpertanyaan:
"Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?"
Dengan kata lain, pertanyaannya yaitu: Tahukah kamu betapa besar dan pentingnya malam ini? Tahukah kamu akan besarnya nikmat dan karunia pada malam ini? Ayat berikutnya menerangkan keagungan malam tersebut:

"MalamLailatulQadaritu lebih baikdariseribu bulan. "
Artinya, pahala beribadah pada malam ini, lebih baik dan lebih besar daripada pahala beribadah selama seribu bulan. Dan kita tidak tahu berapa yang dimaksud lebih besar itu.
"Pada malam itu turun. malaikat-malaikat dan malaikat Jibril, dengan ijin Allah untukmengatursem.ua urusan. "
Sebuah penjelasan yang sangat indah mengenai ayat ini, telah diberikan oleh Imam Razi rah.a.. Beliau menerangkan bahwa ketika manusia pertama kali diturunkan ke bumi, para malaikat melihatnya dengan penuh prihatin. Sehingga mereka bertanya kepada Allah, "Mengapa Engkaujadikan (khalifah) di bumi, orang yang akan berbuat kerusakan dan menumpahkan darah?"
Sebagaimana halnya, jika ibu bapak memperhatikan asal usul manusia yaitu dari setetes mani, maka mereka akan memandangnya dengan perasaan jijik. Sehingga dianggap sebagai sesuatu yang mengotori pakaian mereka sehingga perlu dicuci. Akan tetapi, ketika dari air mani itu Allah jadikan seorang bayi yang indah, maka mereka pun mencintai dan menyayanginya. Demikian juga halnya apabila pada malam kemuliaan, seseorang beribadah kepada Allah dan memuji-Nya, maka para malaikat pun turun kepada mereka untuk meminta maaf atas ucapan mereka dahulu tentang manusia.
Dalam ayat ini, disebutkan lafazh 'Warruhu' (Dan ruh). Yang dimaksudkan disini ialah Jibril as., yang turun ke bumi pada malam tersebut. Para ahli tafsir telah memberikan penafsiran yang beragam mengenainya.
a. Sebagian besar mufassirin sepakat, bahwa yang dimaksud dengan 'ruh' di situ, adalah malaikat Jibril as.. Menurut Imam Razi rah.a., ini adalah makna yang paling tepat. Pertama Allah sebutkan malaikat, lalu Jibril as.. Karena ia mempunyai kedudukan khusus diantara para malaikat, maka ia disebutkan secara terpisah.
b. Sebagian mufassirin berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan ruh di sini, yaitu malaikat yang begitu besar, sehingga jika langit dan bumi dibandingkan dengan besarnya malaikat tersebut, laksana sesuapmakanan.
c. Mufassirin lainnya berpendapat, bahwa maksud ruh di sini, yaitu sekelompok malaikat yang jarang muncul. Hanya muncul pada malam Lailatul Qadar dan hanya dapat disaksikan oleh malaikat lainnya di malam tersebut.

d. Mufassirin lainnya mempercayai, bahwa yang dimaksud dengan ruh di sini, ialah makhluk Allah tetentu, yang makan dan minum tetapi bukan manusia dan bukan pula malaikat.
e. Ada juga pendapat, bahwa maksud ruh di sini, yaitu Nabi Isa as. yang pada malam itu turun bersama para malaikat untuk melihat amal sholeh umat ini.
f. Penafsiran terakhir yang ingin kami bicarakan di sini yaitu, bahwa rnaksud ruh, ialah rahmat khusus yang diberikan Allah, diturunkan bersama para malaikat.
Masih ada penafsiran-penafsiran lainnya tentang ruh ini, namun pendapat pertamalah yang masyhur. Berkenaan dengan hal ini, Imam Baihaqi meriwayatkan sebuah hadits dari Anas ra., bahwa Nabi saw. bersabda, "Pada malam Lailatul Qadar, Jibril as. turun bersama sekumpulan malaikat, dan berdoa memohon rahmat atas setiap orang yang ditemukan sibuk dalam beribadat pada malam itu. "
"Dengan ijinTuhannya untuk mengatursemua urusan. "
Mereka turun dengan membawa kebaikan. Pengarang kitab Mazhahiril Haq menulis, bahwa pada malam inilah pada masa yang lalu, malaikat diciptakan. Dan penciptaan Nabi Adam as. dimulai, juga pepohonan surga ditanam. Menurut beberapa hadits, pada malam ini doa-doa dikabulkan. Begitu pula menurut sebuah hadits dalam kitab Durrul Mantsur, pada malam ini Nabi Isa as. diangkat ke langit. Dan pada malam ini juga, taubat Bani Israil diterima.

Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa berdiri shalat pada malam Lailatul-Qadar karena iman dan ihtisab (keyakinan sempurna dan harapan yang ikhlas untuk memperoleh pahala), maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (Bukhari, Muslim - At -Targhib)
Faedah:
Maksud 'berdiri' di sini ialah shalat, juga mencakup bentuk ibadah lainnya, seperti dzikir, tilawah, dan sebagainya. Kalimat 'mengharappahala' maksudnya agar niat seseorang ikhlas dan jauh dari niat-niat buruk atau riya. Seseorang hendaknya berdiri di hadapan Allah dengan tawadhu' semata-mata mengharap ridha dan pahalanya-Nya. Menurut Khathabi rah.a., kalimat itu bermaksud agar seseorang benar-benar ya'kin akan janji Allah dengan kerelaan hati bukan dengan berat hati. Kita telah mengetahui bahwa jika seseorang berkeinginan dan berkeyakinan kuat untuk mendapatkan pahala yang besar, maka ia akan mudah untuk bersungguh-sungguh dalam beribadah. Bahkan semua itu akan terasa ringan baginya. Inilah alasannya mengapa orang-orang yang dekat di sisi Allah merasa ringan dalam meningkatkan dan memperbanyak ibadah mereka.
Penting untuk diperhatikan tentang dosa-dosa yang telah lalu akan dimaafkan dalam hadits di atas. Alim ulama mengatakan bahwa yang diampuni hanyalah dosa-dosa kecil. Karena setiap ayat Al-Qur'an yang menyebutkan tentang dosa-dosa besar senantiasa disertai kalimat 'kecuali yang bertaubat'. Atas hal itu, para ulama sepakat bahwa dosa-dosa besar tidak akan diampuni kecuali jika bertaubat. Sehingga jika ada hadits yang menyatakan tentang dosa-dosa yang diampuni, maka para ulama berpendapat bahwa yang dimaksud adalah dosa-dosa kecil saja.
Ayah saya, (semoga Allah merahmatinya dan menerangi kuburnya) pernah mengatakan bahwa ada dua sebab sehingga perkataan 'kecil' tidak disebutkan dalam beberapa hadits tentang pengampunan dosa. Pertama, seorang muslim yang taat tidak akan mempunyai tanggungan dosa besar. Jika ia melakukan dosa besar, maka ia tidak akan merasa tenang sampai ia bertaubat kepada Allah. Kedua, Pada saat seorang muslim sedang mengharap pahala ibadah pada malam Lailatul-Qadar, maka hatinya akan menyesali dosa-dosanya. Secara langsung ia akan benar-benar bertaubat dan berniat tidak akan mengulangi perbuatan itu. Maka seseorang yang telah berbiiat suatu dosa besar, hendaknya benar-benar bertaubat dengan penuh ikhlas dengan diikrarkan melalui lisan yaitu pada malam Lailatul-Qadar atau pada masa-masa makbul doa. Sehingga rahmat Allah akan tercurah kepadanya, dan dosa-dosanya yang kecil ataupun besar akan diampuni oleh Allah. Apabila Anda malakukan ini, maka ingatlah saya juga dalam doa Anda.

Dari Anas ra., bahwa ketika tiba bulan Ramadhan, Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya bulan Ramadhan telah tiba kepada kalian, yang di dalamnya terdapat satu malam yang nilainya lebih baik daripada 1000 bulan. Barangsiapa terhalang dari memperoleh kebaikan malam itu, maka sungguh ia telah kehilangan seluruh kebaikannya. Dan tidaklah terhalang dari mendapatkan kebaikan malam itu kecuali orang yang malang. " (Ibnu Maj ah - At-Targhib)
Faedah :
Siapakah yang dapat meragukan betapa rugi seseorang yang menyia-nyiakan karunia yang sangat besar ini? Seorang petugas kereta api rela untuk berjaga sepanjang malam demi beberapa gerbong kereta api saja, maka apa susahnya beribadah sepanjang bulan Ramadhan yang akan menghasilkan pahala lebih baik daripada 80 tahun ibadah? Hal itu dikarenakan kurang semangatnya kita. Apabila ada sedikit keinginan, jangankan satu malam, ratusan malam pun kita akan sanggup berjaga. Meskipun Nabi saw. telah dijamin dengan berbagai kabar gembira, namun beliau tetap sibuk beribadah. Sehingga kaki beliau bengkak. Diantara kita, terdapat orang-orang yang mengaku sebagai pengikut beliau. Orang-orang yang menghargai hal itu, maka ia akan mengerjakan semuanya. Dan memperlihatkan dirinya sebagai contoh bagi seluruh umat, sehingga tiada seorang pun yang berkesempatan untuk mengatakan, "Siapakah yang sanggup mengikuti 'ketamakan1 Rasulullah saw. dalam beribadah?" dan "Kepada siapakah hal itu bisa terjadi?"Hendaknya perlu dipahami dalam hati bahwa seseorang yang betul-betul ingin meneladaninya, tidak akan sulit baginya untuk menggali 'sungai susu1 dari gunung. Namun hal ini akan terasa sangat sulit didapati tanpa 'membereskan sendal' seseorang.
Salah satu contoh adalah Umar ra. yang setelah selesai shalat Isya, beliau pulang ke mmah dan tetap mengerjakan shalat sepanjang malam, sampai terdengar adzan Shubuh. Juga Utsman ra., setelah berpuasa beliau di siang hari biasa menghabiskan malamnya dengan shalat. Beliau hanya tidur sedikit, yaitu sebagian malam pertama. Setiap rakaatnya beliau menghatamkan seluruh Al-Qur'an. Di dalam kitab syarah Ihya Ulumuddin, diriwayat Abu Thalib Al-Makki yang mutawatir menyebutkan tentang empat puluh tabi'in yang biasa melakukan shalat subuh dengan wudhu shalat Isya.
Syaddad ra., salah seorang sahabat, ia biasa berbaring namun tidak tidur sepanjang malam sambil miring ke kanan dan ke kiri sampai waktu fajar kemudian berkata, "Ya Allah, ketakutan terhadap neraka jahanam telah mengusir kantukku." Aswad bin Yazid ra., setelah tidur sebentar antara Maghrib dan Isya. Beliau biasa beribadah sepanjang malam dalam bulan Ramadhan hingga Shubuh. Diceritakan bahwa Said bin Musayyab rah.a. selama 50 tahun selalu melakukan shalat Isya dan shalat Fajar dengan wudhu yang sama. Kemudian Shilah bin Ashyim rah.a. yang biasa menghabiskan seluruh malamnya untuk beribadah kepada Allah hingga waktu Shubuh. Lalu setelah matahari terbit, ia berdoa, " Ya Allah, hamba tidak pantas meminta surga kepada-Mu, tetapi hamba hanya memohon kepada-Mu agar Engkau menyelamatkan hamba dari Jahannam. "
Qatadah ra. biasa membaca seluruh Al-Qur" an setiap tiga malam dalam bulan Ramadhan, tetapi sepuluh malam terakhir dia mengkhatamkan seluruh Al-Qur" an setiap malam. Imam Abu Hanifah rah.a. terkenal karena selama 40 tahun melakukan shalat Isya dan shalat Fajar dengan wudhu yang sama. Apabila para sahabatnya bertanya bagaimana ia memperoleh kekuatan untuk mengerjakannya, beliau menjawab, "Ini karena doa khusus aku mohon kepada Allah melalui Asma Allah yang agung. " Beliau hanya tidur sebentar di siang hari, mengenai hal ini, beliau berkata, "Di dalam hadits dianjurkan untuk melakukannya." Yaitu tidurnya semata-mata untuk mengikuti sunnah. Beliau juga sering menangis sedemikianrupaketika membaca Al-Qur"an sehingga tetangga-tetangganya merasa kasihan kepadanya. Suatu saat dia menangis sepanjang malam, sambil membaca ayat berikut ini berulang kali,
"Sebenarnya hari Kiamat itulah hari yang dijanjikan (untuk mengadzab) mereka dan (adzab) hari Kiamat itu lebih keras dan !. "(Al-Qomar: 46)
Ibrahim bin Adham rah. a. bahkan tidak tidur sama sekali pada bulan Ramadhan baik siang atau malam hari. Imam Syafi'i rah. a. biasa mengkhatamkan Al-Qur'an 60 kali selama bulan Ramadhan dalam shalat. Selain merekamasih banyak lagi para waliyullah yang terbiasa mengamalkan perintah Al-Qur" an ini:
"Dan tidaklah akujadikanjindan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku. " Semua amal tersebut mereka laksanakan tanpa beban sedikitpun.
Demikianlah beberapa contoh orang-orang sholeh terdahulu. Pada jaman sekararig'pun, ketika mamisia barryak faTai, rhasih ada orang-orang yang sungguh-sungguh berusaha mencontoh Rasulullah saw. di tengah-tengah kesibukan dunia dan kemungkaran serta kemaksiatan yang merajalela. Nabi saw. bersabda, "Allah berfirman, "Hai anak Adam, luangkanlah waktumu untuk beribadah kepada-Ku, Aku akan lapangkan keperluanmu, dan Aku akan hapuskan kemiskinanmu. Jika tidak, Aku akan membebanimu dengan kesibukan, dan kemiskinanmu tidak akan terhapus." Kita sering melihat kebenaran hadits tersebut.
Dari Anas ra., Rasulullah saw. bersabda, "Apabila tiba malam Lailatul-Qadar, maka malaikat Jibril turun (ke dunia) bersama kumpulan para malaikat dan akan berdoa bagi orang yang  melaksanakan shalat malam atau duduk, berdzikir. Dan pada hari raya Idul Fitri, maka Allah akan membangga-banggakan mereka di hadapan para malaikatnya dan berfirman, "Wahai para malaikatku, apakah balasan bagi orang yang telah melaksanakan pekerjaannya?" Para malaikat menjawab, "Ya Rabb kami, diberikan ganjaran untuknya." Dia berfirman, "Wahai para malaikat-Ku, hamba laki-laki dan perempuan-Ku telah melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka. Kemudian mereka pun keluar (untuk shalat led) dan mengeraskan suaranya untuk berdoa. Sungguh, demi kemuliaan-Ku, kemegahan-Ku, kehormatan-Ku, dan ketinggian tempat-Ku yang tertinggi, pasti Kukabulkan doa-doa mereka." Lalu Allah berfirman kepada manusia, "Kembalilah kalian. Sungguh Aku telah ampuni kalian dan mengganti keburukan kalian dengan kebaikan-kebaikan." Nabi saw. bersabda, "Mereka pun kembali dengan memperoleh ampunan." (Baihaqi)
Faedah:
Al-Quran menyatakan dengan jelas mengenai kedatangan Jibril as. bersama para malaikat ke dunia ini. Dan masih banyakhadits-hadits yang menyebutkan hal iru. Dalam risalah akhir akan dinukilkan sebuah hadits yang menerangkan tentang masalah ini dengan jelas. Bahwa Jibril as. memerintahkan para malaikat lainnya, "Pergilah kepada ahli-ahli dzikir dan ahli ibadah di dunia ini dan berjabat tanganlah dengan mereka."
Dalam Ghaliyatul Mawa'idz diriwayatkan oleh Abdul Qadir Jaelani rah.a. dari Ibnu Abbas dalam kitab Al-Ghunyah, lebih jauh menerangkan, bahwa dengan perintah Jibril as. ,para malaikat pun pergi ke rumah-rumah besar ataupun kecil, di hutan atau di atas kapal, dimana pun terdapat orang yang beriman, dan menyalami serta menj abat tanganny a. Namun para malaikat, tidak mengunjungi rumah-rumah yang di dalamnya terdapat anjing, babi, atau orang junub karena pekerjaan haram dan gambar makhluk hidup. Banyak rumah-rumah kaum muslimin yang dengan sengaja menempelkan dalam rumahnya hiasan-hiasan yang menyebabkan para malaikat tidak memasuki rumah tersebut. Betapa ruginya mereka yang tidak dimasuki malaikat rahmat hanya karena dipajang gambar untuk hiasan. Terkadang hanya seorang saja yang memasang gambar tersebut, namun menyebabkan malaikat rahmat terhalang memasuki rumahnya, sehingga seluruh ahli rumah itu juga terhalang dari rahmat tersebut.
Hadits Ke-4
Dari Aisyah r.ha., Rasulallah saw. bersabda, "Carilah olehmu malam Lailatul-Qadar pada malam-malam ganjil dari 10 malam pada akhir bulan Ramadhan. " (Bukhari - Misykat) .
Faedah :
Menurut jumhur (kebanyakan) ulama, sepuluh hari terakhir yaitu dimulai dari malam ke-21. Biasanya bulan Ramadhan terdiri dari 29 atau 30 hari. Maka siapapun hendaknya mencari Lailatul-Qadar pada malam ke-2 1 , 23, 25, 27, dan 29. Meskipun dalam sebulan terdiri dari 29 hari, maka malam disebut sebagai sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan. Namun Ibnu Hazm berpendapat lain, lafazh 'asyrah ' dalam hadits di atas bermaksud sepuluh. Dengan demikian benarlah perhitungan di atas, yaitu jika bulan Ramadhan berlangsung selama 30 hari. Akan tetapi, apabila bulan Ramadhan itu berlangsung selama 29 hari, maka sepuluh hari terakhir dimulai dari malam ke-20. Menurut perhitungan ini, maka malam ganjil adalah malam ke-20, 22, 24, 26, dan 28.
Namun, Nabi saw. telah menganjurkan para sahabatnya agar mencari Lailatul-Qadar diiringi dengan i'tikaf. Alim ulama telah sepakat bahwa ketika mencari Lailatul-Qadar, Rasulullah saw. beri'tikaf, mulai pada malam ke-21 bulan Ramadhan. Berdasarkan hal ini, alim ulama sepakat bahwa Lailatul-Qadar turun pada malam ganjil. Walaupun ada kemungkinan turunnya Lailatul Qadar pada malam lainnya. Kedua pendapat ini dapat digunakan. Dengan demikian, setiap malam mulai malam ke-20 sampai malam Idul Fitri, digunakan untuk ibadah, dengan konsentrasi untuk memperoleh Lailatul-Qadar. Sepuluh atau sebelas malam beribadah, tidaklah berat jika dibandingkan besarnya pahala yang telah Allah janjikan.
Hadits ke-5
Dari Ubadah bin Shamit ra., Nabi saw. keluar untuk memberitahukan kepada kami tentang malam Lailatul-Qadar. Tapi tiba-tiba ada dua orang diantara kami yang saling mencaci. Rasulullah saw. bersabda, " Aku keluar untuk memberitahu kalian tentang malam Lailatul-Qadar, tetapi sayang, fulan dan fulan bertengkar maka dicabutlah pengetahuan tentang Lailatul Qadar itu .Barangkali hal itu untuk kebaikan kalian, hendaknya kalian mencarinya pada malam ke-9,ke-7danke-5." (Bukhari).
Faedah:
Tiga persoalan penting dinyatakan dalam hadits di atas. Pertama, suatu permasalahan terpenting yaitu tentang perselisihan yang menyebabkan kerugian besar, sehingga penentuan yang tepat mengenai malam Lailaitul Qadar telah diangkat dari kita. Disamping itu, perdebatan dan perselisihan memang selalu menghilangkan keberkahan. Suatu ketika, Nabi saw. bertanya kepada para sahabat, "Maukah kutunjukan kepadamu amalan yang lebih baik daripada shalat, puasa, dan sedekah?" Jawab sahabat, "Tentu." Sabda Beliau saw., "Perbaikilah hubungan diantara kalian. Jauhilah perdebatan, karena sesungguhnya perselisihan diantara kalian akan merusak iman, seperti pisau cukur mencukur bersih rambut. Seperti itulah, perdebatan akan membersinkan agama dari diri kita." Terlebih lagi bagi para ahli dunia yang tidak beragama, bahkan diantara orang-orang yang terlihat taat dalam agama dan selalu berdzikir lama-lama, pun sering terjerumus dalam perdebatan. Sebaiknya, ingatlah sabda Rasulullah saw. tersebut dan pikirkanlah tentang agama kita agar kita dapat memperbaikidiri.
Pada pasal pertama buku ini, telah dibahas mengenai adab dan tata tertib berpuasa. Rasulullah saw. bersabda, bahwa merusak kehormatan seorang muslim adalah riba. Akan tetapi, kita sering tidak peduli dengan kehormatan muslim lain atau melalaikan perintah Allah dan Rasul-Nya. Al-Qur"an menyatakan, "Dan jangan bertengkar diantaramu, karena itu akan menghilangkan keberanianmu dan kekuatanmu. "(Al-Anfal: 46) Sekarang saatnyabagi orang-orang yang selalu menyakiti dan mengganggu kehormatan serta harga diri orang lain, agar memikirkan dan merenung betapa mereka telah merugikan dirinya sendiri, dan berpikir bahwa perbuatan mereka itu sangat tercela dan menjadikan dirinya hina dalam pandangan Allah. Dan renungkanlah tentang kehinaan dunia itu sendiri. Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa memutuskan silaturahmi dengan saudara muslimnya lebih dari tiga hari, lalu mati dalam keadaan demikian, ia akan langsung masuk ke neraka." Hadits lainnya menyatakan bahwa setiap hari Senin dan Kamis, semua amalan manusia akan dibawa ke hadapan Allah. Kemudian melalui rahmat-Nya (sebagai hasil kebaikannya) akan diberikan ampunan kepada manusia, kecuali mereka yang menyekutukan Allah. Akan tetapi bagi dua orang yang berselism, dikatakan oleh Nabi saw. Bahwa Allah berfirman, "Biarkanlah dahulu hal ini, sehingga mereka berdamai."
Hadits lain menyatakan bahwa amal perbuatan manusia akan dihadapkan kepada Allah setiap hari Senin dan Kamis. Barangsiapa bertaubat pada hari itu, taubatnya akan diterima. Barangsiapa meminta ampun kepada-Nya, akan diampuni. Kecuali mereka yang berselisih. Mereka akan dibiarkan sebagaimana keadaannya. Sebuah hadits menjelaskan bahwa pada malam Bar a'at, yaitu malam ke-15 SyaTsan (Nisfu Sya'ban), rahmat Allah diberikan kepada seluruh makhluk-Nya dan maghfiroh diberikan dengan berlimpah, kecuali kepada dua orang; (1) Orang kafir, dan (2) Orang yang menyimpan dendam kepada orang lain. Hadits lain menyebutkan, "Tiga orang yang shalatnya tidak naik, walaupun sejengkal di atas kepala mereka, diantaranya ialah orang-orang yang bertengkar."
Hadits tersebut sedikit telah menyimpang dari pokok pembicaran. Hal itu sengaja saya nukilkan karena bukan hanya masyarakat awam, para tokoh masyarakat, orang-orang mulia, alim ulama pun telah terperosok dalam perbuatan ini dalam majelis dan pertemuan-perternuan mereka. Hanya kepada Allahlah saya mengadu, dan hanya Dia-lah Maha Penolong.
Selanjutnya, ada suatu hal penting yang patut dipahami, bahwa semua pertengkaran dan permusuhan itu berkenaan dengan urusan duniawi. Seandainya pemutusan hubungan ini dilakukan karena kefasikan seseorang ataupun untuk melindungi agama, hal itu dibolehkan. Suatu ketika Ibnu Umar ra. meriwayatkan sebuah hadits Nabi saw., lalu anaknya mengucapkan suatu kalimat yang yang pada lahimya menyanggah atas sabda Nabi saw. tersebut. Akibatnya Ibnu Umar ra. tidak mau lagi berbicara dengan anaknya selama hidupnya. Masih banyak peristiwa sama dalam kehidupan sahabat ra.. Tentang peristiwa yang terjadi pada diri kita, hanya Allahlah Yang Maha Tahu, dan Dia sajalah yang mengetahui keadaan yang sebenarnya. Siapakah sebenarnya yang telah memutuskan hubungan karena membela agama, dan siapakah yang memutuskan hubungan hanya karena membela kehormatan, kebanggaan, dan harga diri. Siapapun bisa saja mengatakan bahwa kemarahan pribadinyapun untuk agama.
Hal kedua yang patut dipahami dari hadits ini ialah, agar manusia ridha dan menerima dengan lapang dada atas setiap keputusan dan hikmah Ilahi dalam setiap urusan. Yakni, walaupun penetapan Lailatul-Qadar telah hilang, dan dianggap sebagai kerugian besar, namun karena hal ini keputusan Allah.Karena itulah Rasulullah saw. bersabda, "Yang demikian mudah-mudahan menjadi lebih baik bagi kalian." Suatu pelajaran yang sangat penting untuk direnungkan. Bahwa setiap saat Allah selalu merahmati dan mengasihi hamba-hamba-Nya. Bahkan ketika seseorang ditimpa suatu bencana akibat perbuatan buruknya sendiri, lalu dengan sedikit tawajuh ia mengakui kelemahannya, maka Allah swt. akan menghapuskan bencana tersebut dengan segala kasih sayang-Nya. Bencana itu akan menjadi penyebab turunnya kebaikan. Tidak ada yang sulit sedikitpun bagi Allah swt..
Para ulama menyatakan bahwa dengan tidak diketahuinya secara pasti waktu turunnya Lailatul-Qadar, hal ini mengandung beberapa kebaikan:
1. Seandainya diketahui secara pasti turunnya malam Lailatul-Qadar, maka orang-orang yang berkebiasaan buruk, enggan beribadah pada malam-malam lainnya. Dengan tidak diketahui kepastiannya, maka akan membuat seseorang berjaga-jaga dan beribadah sepanjang malam, dengan harapan akan menjumpai malam tersebut. Sehingga ia akan memperoleh taufik untuk beribadah pada malam lainnya.
2. Banyak diantara kita, orang-orang yang tidak dapat menghindari kemaksiatan. Jika mereka mengetahui kepastian masa Lailatul-Qadar, namun masih tetap dalam kemaksiatan dan dosa, maka dapat dibayangkan akibatnya. Suatu ketika Rasulullah saw. memasuki masjid. Beliau melihat seorang sahabat sedang tidur. Beliau saw. berkata kepada Ali ra., "Bangunkanlah ia agar berwudhu." Lalu Ali ra. membangunkannya, dan berkata kepada Nabi saw., "Ya Rasulullah, biasanya engkaulah yang selalu bersegera dalam kebaikan. Mengapa bukan engkau saja yang membangunkannya?" Atas pertanyaan ini, Nabi saw. menjawab," Aku takut jika orang ini menolak perintahku. Dan orang yang menolak perintahku berarti kufur. Sedangkan jika ia menolak perintahmu, ia tidak menjadi kufur." Demikian pula Allah dengan rahmat-Nya tidak menginginkan seorang muslim berbuat dosa dan maksiat, sedangkan ia mengetahui bahwa malam itu adalah malam Lailatul-Qadar.
3. Jika diketahui kepastian malam Lailatul-Qadar, namun karena suatu halangan, ia lewatkan malam tersebut tanpa ibadah, maka pada malam-malam lainnya, ia akan malas beribadah karena merasa sudah terlanjur terlewati. Sekarang ini, karena tiada kepastian datangnya Lailatul-Qadar, maka setidaknya akan banyak orang yang bangun untuk beribadah.
4. Setiap usaha yang digunakan untuk mencari Lailatul-Qadar, akan menjadi pahalabaginya.
5. Apabila manusia beribadah pada bulan Ramadhan, maka Allah akan membanggakannya di hadapan para malaikat. Sebagaimana termaktub dalam hadits sebelumnya. Dengan ketidaktahuan tentang kepastian datangnya malam tersebut, maka pada setiap malamnya mereka akan rajin beribadah dan bangun malam karena Allah, untuk memperoleh Lailatul-Qadar tersebut. Dapat dibayangkan bagaimana keadaan mereka jika mereka mengatahui kepastian datangnya Lailatul-Qadar?
Di samping itu masih terdapat keuntungan dan maslahat lainnya dalam masalah ini. Inilah yang menyebabkan Allah swt sering merahasiakan hal-hal tertentu. Karena dibalik itu semua, terdapat maslahat dan manfaat yang penting yang tidak kita ketahui. Juga dalam masalah lain, seperti masalah Ismu A'dzam dan suatu saat pada hari Jum'at yang doa akan dimakbulkan, Allah merahasiakan kepastiannya. Masih banyak hal-hal seperti itu. Mungkin disebabkan perdebatan yang berlaku ketika itu, sehingga tercabut kepastian tentang Lailatul-Qadar. Selain hal itu banyak lagi kebaikan-kebaikan dalam tidak ditentukannya Lailatul Qadar dan sebab inilah Allah swt. mempunyai kebiasaan untuk merahasiakan perkara-perkara yang amat penting. DiarahasiakanlsmulAdzhom. Diarahasiakan waktuditerimanya do'a pada hari jum'at. Dan masih banyak lagi.
Hal ketiga yang disebutkan dalam hadits di atas, bahwa kita dianjurkan mencari Lailatul-Qadar yaitu pada 3 malam ke-29, ke-27, dan ke-25. Dengan membaca hadits tersebut, kemudian dihubungkan dengan hadits lainnya, maka kita akan mengetahui bahwa hari-hari tersebut ialah sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Jika hitungan awal 14 malam terakhir maka malam Lailatul-Qadar dapat terj adi pada malam ke-29, ke-27, dan ke-25. Sebaliknya jika bulan Ramadhan terdiri dari 29 hari, dan dihitung dari akhir maka Lailatul-Qadar dapat terj adi pada malam ke-21,23,25. Namun jika Ramadhan terdiri dari 30 hari, maka Lailatul-Qadar dapat terjadi pada malam ke-22, 24, 26. Tetapi, diulang kembali bahwa selain dari malam-malam tersebut, kita pun dapat berusaha memperoleh Lailatul-Qadar itu. Demikianlah yang menjadi sebab sehingga terjadi perbedaan pendapat diantara alim ulama kita. Mereka berselisih pendapat tentang ketidakpastian tanggal kedatangan Lailatul-Qadar, sampai ada 50 pendapat bahkan bisa saja terjadi berubah-ubah seiring pergantiaan tahun. Karena Nabi saw. sendiri pada tahun-tahun yang berbeda, memerintahkan para sahabatnya agar mencari Lailatul-Qadar dalam malam yang berbeda-beda. Terkadangbeliaumemastikan suatu malam tertentu.
Abu Hurairah ra. meriwayatkan, suatu ketika ia hadir di majelis Rasulullah saw., yang sedang membicarakan tentang Lailatul-Qadar. Beliau saw. bertanya, "Tanggal keberapakah sekarang?" Mereka menjawab, "22 Ramadhan." Sahut Beliau saw., "Carilah Lailatul-Qadar pada malam ini."
Abu Dzar ra. meriwayatkan bahwa ia bertanya kepada Rasulullah saw., "Apakah Lailatul-Qadar dikhususkan selama Rasulullah saw. hidup atau juga diberikan setelah sepeninggalan Engkau." Beliau saw. menjawab, "Malam itu akanberlangsung sampai hari Kiamat." Lalu say a bertanya, "Pada bagian manakah Lailatul-Qadar itu akan datang?" Nabi saw. menjawab, "Carilah pada sepuluh malam pertama dan sepuluh malam terakhir." Kemudian Nabi saw. sibuk dengan pekerjaannya. Saya menunggu, dan setelah ada kesempatan saya bertanya lagi, "Pada bagian manakah sepuluh hari tersebut?" Pertanyaan ini menyebabkan Nabi saw. marah, yang belum pernah saya melihat beliau demikian sebelumnya. Lalu bersabda, "Lailatul Qadar itu tersembunyi dariku baik sebelumnya ataupun sesudahnya. Apabila Allah berkeinginan untuk mernberitahukannya, kenapa Dia tidak mernberitahukannya kepada kita? Carilah diantara tujuh malam terakhir dan jangan bertanya lagi." Dalam hadits lain, sekali lagi Nabi saw. memberitahukan kepada seorang sahabat ra. bahwa Lailatul-Qadar datang pada malam ke-23. Ibnu Abbas ra. mengatakan, "Ketika saya sedang tidur, seseorang mengatakan dalam mimpi saya, "Bangunlah, Inilah malam Lailatul-Qadar." Saya pun bangun dan bersegera menjumpai Nabi saw. dan mendapati beliau sedang shalat. Itu terj adi pada malam ke-23." Menurut riwayat lainnya, malam ke-24 adalah malam Lailatul-Qadar. Abdullah bin Mas'ud ra. berkata, "Barangsiapa tetap bangun malam sepanjang tahun untuk beribadah, maka ia akan mendapatkan malam Lailatul-Qadar." (Dengan kata lain, Lailatul-Qadar berlangsung pada suatu malam disepanjang tahun). Ketika hal itu diceritakan kepada Ubay bin Ka'ab ra., ia berkata, "Ya, yang dimaksud Ibnu Mas'ud, agar orang-orang tidak hanya bangun pada malam itu dan berpuas hati dengannya." Kemudian ia bersumpah, "Demi Allah, Lailatul-Qadar datang pada malam ke-27." Pendapat ini juga diikuti oleh kebanyakan sahabat dan para tabi'in. Bahwa malam itu adalah malam ke-27. Inilah maksud Ubay ra. dan juga pendapatnya bahwa seseorang yang terus beribadah pada malam hari sepanjang tahun tentu saja akan mengetahui kapan turunnya malam Lailatul-Qadar. Dapat diketahui dari suatu riwayat yang dinukilkan dalam Durrul Mantsur, bahwa menurut para Imam, terutama pendapat yang terkenal dari Imam Abu Hanifah rah.a. yang mengatakan bahwa Lailatul-Qadar berlangsung pada suatu malam disepanjang tahun. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa malam itu berlangsung sepanjang bulan Ramadhan. Pendapat beliau yang kedua menyebutkan bahwa malam Lailatul-Qadar akan berputar-putar dalam sepanjang Ramadhan. Namun demikian, kedua murid beliau yang terkenal berpendapat bahwa malam tersebut jatuh pada suatu malam tertentu pada bulan Ramadhan, namun tidak diketahui kepastian waktunya.sedangkan dalam madzhab imam Syafi'i bahwa turunnya Lailatul Qadar pada malam 21 itu lebih dekat. Bahwa kemungkinan besar malam tersebut jatuh pada malam ke-21. Imam Ahmad dan Imam Malik rah. a. berpendapat bahwa Lailatul-Qadar turun diantara sepuluh malam ganjil terakhir bulan Ramadhan, yang selalu berubah dari tahun ke tahun dan tidak tetap. Tetapi sebagian besar ulama berpendapat bahwa kemungkinan besar Lailatul-Qadar datang setiap tahun pada malam ke-27 bulan Ramadhan.
Syekhul Arifin, Muhyiddin Ibnu Arabi rah.a. berkata, "Menurut pendapat saya, yang lebih tepat adalah orang-orang yang menyatakan bahwa Lailatul-Qadar datang pada beberapa malam dan berputar sepanjang tahun. Karena saya telah dua kali melihatnya pada tanggal ke-15 Sya*ban, dan pada tanggal ke-19, dan dua kali saya melihatnya pada pertengahan Ramadhan, yaitu malam ke-13 dan ke-18. Dan saya senantiasa melihatnya di setiap malam ganjil pada sepuluh hari terakhir Ramadhan. Karena alasan inilah saya yakin bahwa Lailatul-Qadar berlangsung pada sepanjang tahun, namun sering turun pada bulan Ramadhan."
Syah Waliyullah Dahlawi rah. a. meyakini bahwa Lailatul-Qadar akan turun dua kali setiap tahun, yaitu:
a. Pada malam ketika perintah Allah diwahyukan (kepada para malaikat), dan Al-Qur' an diturunkan dari Lauhul Mahfudz ke langit dunia. Malam itu tidak terbatas pada bulan Ramadhan saja, tetapi berubah sepanjang malam dan tahun. Namun, dapat dipastikan bahwa Al-Qur'an diturunkan pada bulan Ramadhan, sehingga umumnya Lailatul-Qadar turun pada bulan Ramadhan.
b. Adalah malam yang mengandung nilai rohani yang sangat tinggi, dimana para malaikat turun dalam jumlah yang sangat banyak ke bumi, dan syetan-syetan lari menjauh dan doa-doa serta amal ibadah banyak dikabulkan. Malam seperti itu hanya datang pada bulan Ramadhan, selama beberapa malam ganjil terdapat sepuluh malam terakhir secara berganti-ganti. Pendapat Syah Waliyullah inilah yang paling diterima oleh ayah saya.
Namun demikian, terlepas dari apakah ada dua Lailatul-Qadar atau hanya sekali, yang jelas siapapun hendaknya terus mencarinya sepanj ang tahun pada setiap malam, paling tidak agar dicari pada bulan Ramadhan. Seandainya berat, carilah pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Anggaplah Lailatul-Qadar itu adalah harta karun yang harus kita peroleh. Apabila ini juga dirasakan berat, maka paling tidak harta karun ini dicari pada malam-malam ganjil pada sepuluh hari terakhir Ramadhan. Jika ini pun tertinggal, maka jangan sampai malam ke-27 berlalu begitu saja, anggaplah itu sebagai harta karun. Apabila eseorang beruntung mendapatkannya, maka itu tidak dapat dibandingkan dengan segala kenikmatan duniawi. Bahkan seandainya seseorang gagal mendapatkan Lailatul-Qadar, janganlah menyesal karena paling tidak ia akan menerima pahala ibadah. Paling tidak hendaknya berusaha agar shalat Maghrib dan shalat Isya berjamaah sepanjang tahun di masjid. Hal ini sangat penting untuk dilaksanakan oleh setiap orang. Karena apabila Lailatul-Qadar ada pada malam itu, maka kedua pahala tersebut jauh lebih besar. Inilah kebesaran karunia Allah kepada seseorang yang giat berusaha untuk tujuan agama. Walaupun ia tidak memperoleh hasilnya, namun ia masih tetap mendapatkan pahala karena usahanya. Pada hakekatnya betapa besar keuntungannya, namun berapakah yang berusaha keras memperolehnya untuk tujuan agama? Dan yang sanggup berjuang hingga nyawa mereka terkorban untuk kerja agama ini? Di sisi lain, untuk masalah-masalah dunia, jika seseorang tidak menghasilkan sesuatu dari kerja kerasnya, maka ia dianggap sebagai orang yang gagal dan rugi. Meskipun demikian, demi suatu usaha yang sekadar permainan, mereka sanggup berkorban nyawa dan harta untuk memperoleh nilai yang sedikit itu.
HaditsKe-6
Dari Ubadah bin Shamit ra., ia bertanya kepada Rasulullah saw. tentang Lailatul-Qadar. Beliau bersabda, "(Malam Lailatul-Qadar) terdapat pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Yaitu pada malam-malam ganjil, yakni malam ke-21, 23, 25, 27, 29, atau pada malam terakhir bulan Ramadhan. Barangsiapa menghidupkan malam Lailatul-Qadar karena Iman dan mengharapkan pahala, maka dosa-dosanya yang terdahulu akan diampuni. Diantara tanda-tandanya ialah suasana malam itu akan sunyi, bersih, tenang, cerah, tidak panas dan tidak pula dingin, seperti diteduhi oleh cahaya bulan, tidak dibolehkan bintang-bintang di lemparkan pada syetan pada malam itu sampai pagi. Dan termasuk tanda-tandanya ialah bahwa matahari terbit pada pagi hari itu tanpa terasa panas cahayanya, seperti bulan purnama. Pada saat itu, Allah swt. melarang syetan-syetan muncul bersamanya." (Ahmad, Baihaqi - DurrulMantsur)
Faedah:
Sebagian dari yang disebutkan dalam hadits ini telah dikemukakan dalam lembaran-lembaran yang lalu, dan yang terakhir ialah adanya beberapa tanda Lailatul-Qadar yang sudah jelas, tidak perlu lagi dibahas dengan panjang lebar. Di samping itu, terdapat tanda-tanda lainnya yang disebutkan dalam hadits, atau berdasarkan pengalaman orang-orang yang beruntung mengalaminya. Tanda-tanda khusus yang disebutkan di dalam hadits itu adalah terbimya matahari tanpa disertai cahaya yang menyilaukan. Banyak hadits yang meriwayatkan tentang tanda khusus ini. Tanda-tanda lainnya ada yang tidak pasti dan tidak mesti ada. Seorang sahabat, 'Abdah bin Abi Lubabah ra. berkata, "Pada malam ke-27 bulan Ramadhan, saya merasakan air laut terasa manis." Ayyub bin Khalid mengatakan, "Suatu saat saya harus mandi, dan saya mandi dengan air laut, ketika merasakan air itu, temyata rasanya manis. Ketika itu adalah malam ke-23." Beberapa orang masyekh menulis bahwa pada malam Lailatul-Qadar, semua benda akan bersujud kepada Allah, bahkan pepohonan pun akan merebah ke tanah, dan kembali lagi seperti semula. Namun hal ini merupakan peristiwa kassyaf, yang tidak bisa dilihat oleh setiap orang.
Hadits Ke-7
Dari Aisyah ra. ia berkata, "Aku berkata, "Ya Rasulullah saw., jika aku mengetahui malam itu adalah Lailatul-Qadar, apakah yang sebaiknya aku baca?" Beliau saw. bersabda, "Bacalah! Ya Allah! Sesungguhnya Engkau adalah Maha Pemaaf. Engkau menyukai sifat pemaaf, maka maafkanlah hamba." (Ahmad, Ibnu Majah, Tirmidzi).
Faedah:
Ini adalah doa yang ringkas. Jika seseorang memohon supaya Allah dengan rahmat-Nya mengampuni dosa-dosanya. Apabila ampunan itu telah diperoleh, maka apalagi yang diperlukannya? Imam Sufyan Tsauri rah.a. mengatakan bahwa menyibukkan diri dengan berdoa pada malam itu lebih baik daripada ibadah-ibadah yang lain. Ibnu Rajab rah.a. mengatakan hendaknya seseorang jangan hanya sibuk dengan berdoa, hendaknya juga melakukan ibadah-ibadah lainnya, seperti membaca Al-Qur'an, shalat, doa, tafakkur, dan sebagainya. Pendapat terakhir im'lah yang lebih tepat dan lebih sesuai dengan sabda Nabi saw. dalam hadits sebelumnya mengenai keutamaan shalat, dzikir dan ibadah-ibadah lainnya.