Ilmu

Bismillahirrahmanirrahiim.

Puji syukur Kami Panjatkan kehadirat Allah SWT , atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya kepada kita semua. Sholawat bertumpang salam kita kirimkan keharibaan Baginda Rasulullah SAW.

Dunia semakin canggih dan semakin kecil, dunia teknologi berkembang dengan pesat sehingga antara pulau tak ada jarak, orang bisa langsung komunikasi lewat HP ataupun lewat media Internet. Melihat kenyataan yang demikian kami mencoba memanfaatkan teknologi sebagai media dakwah Islam. Kami bukanlah seorang yang ahli dalam agama, tapi merasa terpanggil untuk menyampaikan kebenaran walaupun hanya sebesar atom. Dan kepada Para Alim Ulama, Profesor kami mohon kritik dan saran sekiranya artikel kami ada yang salah atau kurang pantas disajikan di media ini.

Para Pembaca Yang Budiman

Untuk kali ini saya akan menghidangkan ringkasan tentang Ma’rifatullah yang dikutib dari Kitab Kuliah Ma’rifat (Upaya Mempertajam Mata Bathin Dalam Menggapai Wujud Allah Secara Nyata) karya Syaikh Ibnu Atho Illah As – Sukandari.

Bagian I
Pengertian Ma’rifat

Pengertian ma’rifat menurut ahli bahasa yaitu mengenal atau mengetahui. Dan bisa diperluas lagi menjadi : cara mengenal atau mengenal Allah melalui tanda-tanda kekuasaan-Nya yang berupa makhluk-makhluk ciptaan-Nya. Sebab dengan hanya memperhatikan tanda-tanda kekuasaan-Nya kita bisa mengetahui akan keberadaan dan kebesaran Allah SWT. Kita tentu yakin dan faham betul, bahwa tidak ada satu makhlukpun, walau sekecil atau sebesar apapun, yang ada dengan sendirinya. Semuanya itu pasti ada yang menciptakan yaitu Allah SWT.
Tanda – tanda tentang adanya Allah sudah jelas terlihat nyata disekeliling kehidupan kita, seperti terbitnya matahari diwaktu pagi dan terbenam diwaktu malam, adanya pertukaran malam dan siang, udara yang kita hirup untuk bernafas, bertaburnya bintang dimalam hari menghiasi panorama langit , itu semua menunjukkan ada yang menciptakanya, siapa lagi kalau bukan Allah SWT.  Orang yang tidak mengenal Allah SWT lewat tanda-tanda kekuasaan-Nya, ia adalah sebuta-buta manusia. Bukan buta mata tapi buta hatinya. Sebagaimana Firman Allah :

“Sesungguhnya bukan matanya yang buta, tapi mata hatinyalah (yang buta) yang berada dalam rongga dadanya”.

Adapun cara memperhatikan tanda-tanda kekuasaan Allah yang berupa makhluk-makhluk-Nya tersebut bukanlah sekedar dengan menggunakan penglihatan lahir saja. Tapi harus pula ditunjang dengan penglihatan mata bathin (hati) yang jernih dan bersih dari berbagai macam dosa.
Rasulullah bersabda kepada Abu Dzar Al-Ghifari yang pada hakekatnya untuk kita semua :

“Wahai Abu Dzar, Sembahlah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya. Bila kamu tidak melihat Allah maka yakinkan (dalam hatimu) bahwa Allah melihat kamu”.

Pembaca yang budiman,

Buta mata belum tentu membawa bencana. Tetapi buta hati, sudah pasti akan mendatangkan siksa. Karena apabila manusia sudah menderita penyakit buta hati, selama ia belum mendapatkan cahaya ilahi yang berupa petunjuk-petunjuk kebenaran, maka selama itu pula ia akan tersesat jalannya. Bukan jalan menuju Syurga yang ia tempuh, melainkan jalan ke Neraka. Sebagaimana Firman Allah dalam Surat Al-Isra ayat 72 :
      “Dan barang siapa yang buta (hati) di (dunia) ini, maka ia buta diakhirat nanti dan bahkan lebih sesat jalannya”.
               
Setelah kita mengenal dan mengetahu akan keberadaan Allah, apakah lantas pengenalan dan pengetahuan kita tersebut berhenti sampai disitu saja?. Tentu tidak. Akan tetapi lebih dari itu, kita sebagai hamba-Nya dan sebagai salah satu makhluk ciptaan-Nya, maka sudah sepatutnya apabila kita senantiasa mengabdikan diri secara bulan dan utuh semata-mata demi mengharakan keridhoan-Nya.

Salah satu tanda bagi orang yang berma’rifat kepada Allah adalah, bahwa ia senantiasa bersandar dan berserah diri kepada Allah semata. Apapun yang telah terjadi dan akan terjadi pada dirinya, selalu diterima dengan baik. Apabila ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur. Sedangkan apabila mendapatkan musibah, ia terima cobaan itu dengan sabar. Orang yang demikian ini percaya bahwa semua itu datangnya dari Allah untuk kebaikan dirinya. Sebab tidak ada sesuatupun yang terjadi di dunia ini, kecuali ada manfaat atau hikmah di balik sebuah peristiwa.

Pembaca yang budiman,

Orang yang berma’rifat kepada Allah tidak pernah menyombongkan diri. Sebagai makhluk yang lemah dan tanpa daya, manusia tidak bisa berbuat apa-apa kecuali atas pertolongan dan izin dari Allah Yang Maka Perkasa. Oleh karena itu ia pun selalu mencari jalan untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya guna mendapatkan pertolongan, perlindungan dan karunia dari Allah SWT. Sedang apapun dapat menghalangi jalannya untuk bertaqorrub kepada Allah SWT ia singkirkan jauh-jauh dari lubuk hatinya, seperti sifat serakah kepada dunia, kikir, sombong, riya dan berbagai sifat tercela lainnya.

Menurut seorang ahli ma’rifat terkenal bernama Al-Junaid, bahwa seseorang belum bisa disebut sebagai ahli ma’rifat sebelum dirinya menpunyai sifat-sifat :
-       Mengenal Allah secara mendalam, hingga seakan-akan dapat berhubungan langsung dengan-Nya.
-   Dalam beramal atau beribadah selalu berpedoman kepada petunjuk-petunjuk Rasulullah S.A.W. (Al-Hadits).
-       Berserah diri kepada Allah dalam hal mengendalikan hawa nafsunya.
-       Merasa bahwa dirinya adalah kepunyaan Allah dan kelak pasti akan kembali kepada-Nya.

Adapun menurut Imam Al-Ghazali sebagaimana yang ditulis dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin, disitu disebutkan bahwa ada empat hal yang harus dikenal dan kemudian dipelajari oleh seseorang yang berma’rifat kepada Allah yaitu :
1.         Mengenal siapa Dirinya
2.         Mengenal siapa Tuhannya
3.         Mengenal Dunianya.
4.         Mengenal Akheratnya.

Demikianlah hal-hal yang harus dan terpenting diketahui sebelum melangkah ketopik Pembahasan berikutnya.
Semoga Allah Meridhoi Pembaca dan mendapat sinar tauhid serta Hidayah-Nya. Amiin Ya Robbal ‘Alaamiin.

Akhirul khalam
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu.

Rehat Sejenak

  

Tanda Orang Yang Menyombongkan Perilakunya Di Hadapan Allah

“Sebagian dari tanda-tanda orang yang senantiasa membanggakan amal perbuatannya, berarti kurang mempunyai pengharapan teradap rahmat Allah, tatkala terjadi kekhilafan pada dirinya.”

             Sudah menjadi sunnatullah, bahwa manusia mempunyai sifat khilaf dan lupa. Walau bagaimanapun kepandaian seseorang, sekali waktu ia pasti berbuat  khilaf atau lupa. Karena itu, sebagai makhluq yang lemah kita harus senantiasa memohonkan rahmat dan ampunan dari-Nya atas segala kekhilafan dan kesalahan kita, baik yang kita sengaja maupun yang tidak.
             Apabila ada seseorang yang berbuat kekhilafan atau kesalahan, kemudian dia tidak mau memohon rahmat dan ampunan dari Allah, bahkan dia lalu menyombongkan diri atas amal perbuatannya, maka orang seperti inilah yang disebut sebagai kurang mempunyai pengharapan terhadap rahmat Allah padahal dalam Al-Qur’an ayat 87 disebutkan, bahwa sesungguhnya tiada berputus asa dari mengharap rahmat Allah, kecuali kaum yang kafir.
             Tersebutlah beberapa kisah tentang kesombongan makhluq Allah, baik dari kalangan bangsa manusia sendiri maupun dari bangsa jin, yang dengan sombong tidak mau mengharap rahmat dari Allah dan hanya menyombongkan amal perbuatannya sendiri. Beberapa kisah tersebut antara lain :
1.    Kisah tentang Abu Lahab. (Tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-Lahab ayat 1-5)
2.    Kisah tentang Qorung. (Tercantum dalam Al-Qur’an Surat Al-Qoshosh ayat 78)
3.    Kisah tentang Iblis. (Tercantum dalam Al-Qur’an Surat Al-A’rof ayat 12 – 13).

             Dari beberapa kisah di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa orang yang menyombongkan diri dan tiada mengharap rahmat dari Allah, sesungguhnya ia telah mencelakakan diri mereka sendiri, baik di dunia maupun di akhirat nanti.
             Adapun tanda-tanda orang yang celaka, sebagaimana yang pernah diucapkan oleh Ibnul Qoyim Al-Jauzi, adalah sebagai berikut :
-       Sesungguhnya semakin bertambah ilmunya, semakin bertambah pula kesombongan dan kecongkakannya.
-       Semakin bertambah usianya, semakin bertambah rakus dan serakahnya kepada dunia.
-       Semakin menumpuk harta dan kekayaannya, semakin bertambah bakhil dan kikirnya.
-       Semakin meningkat derajat dan pangkatnya, semakin meningkat pula kesombongan dan keangkuhannya.

Semoga Allah tidak memasukkan kita dalam golongan orang – orang yang menyombongkan diri dihadapan Allah dan dihadapan Makhluk. Amiin. Ya Robbal ‘Alaamiin.


SEGALA SESUATU YANG KITA TERIMA ADALAH SUDAH MENJADI KETENTUAN ALLAH

“Keinginan untuk bertajrid (selalu beribadah tanpa melihat kepentingan dunia) padahal Allah menjadikan engkau pada golongan yang berusaha (kasab), maka keinginan yang demikian itu termasuk keinginan hawa nafsu yang samar (halus). Sebaliknya keinginan dalam berusaha yaitu (untuk memenuhi kebutuhan duniawi) padahal Allah menjadikan engkau ke dalam golongan tajrid, maka keinginan yang demikian itu berarti merupakan kemunduran dari semangat cita-cita yang luhur”.

Sudah menjadi takdir Allah, bahwa di dunia ini terdapat dua macam kedudukan manusia, yakni kasab dan tajrid. Yang dimaksud dengan kasab yaitu, bahwa manusia masih harus bergerak dalam bidang usaha untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan dunianya. Dan setelah berhasil usahanya, mereka pun tidak segan-segan untuk membantu kebutuhan masyarakat banyak.

Sedangkan yang dimaksud dalam bidang tajrid adalah, bahwa manusia hanya semata-mata mengabdi kepada Allah tanpa memperhatikan kepentingan dunia, karena mereka sudah merasa cukup puas dengan bekal kehidupan dunia yang telah dimilikinya. Manusia semacam inilah yang beruntung, sebagaimana yang tercantum dalam Hadits riwayat Muslim : “Sungguh beruntung orang yang masuk Islam dan diberi rizki yang cukup”.

Sehubungan dengan hal di atas Rasulullah S.A.W. juga pernah bersabda yang artinya :
“Wahai Rasulullah, tunjukkan kepadaku amal perbuatan yang apabila aku kerjakan disukai Allah dan disukai orang-orang. Jawab Rasulullah : Berzuhudlah di dalam dunia, maka engkau akan dikasihi Allah. Dan berzuhudlah di antara sesame manusia, maka engkau akan disukai manusia”. (HR. Ibnu Majah)

Dari penjelasan dua hadits diatas, dapat  diambil kesimpulan, bahwa manusia yang termasuk dalam kelompok atau golongan tajrid lebih baik daripada golongan kasab. Walaupun demikian, seseorang yang sudah termasuk ke dalam golongan kasab hendaknya jangan berusaha masuk ke dalam golongan tajrid. Apalagi sebaliknya. Semuanya itu haruslah diterima dengan ikhlas karena sudah menjadi ketentuan Allah. Demikianlah diantara sifat-sifat seorang hamba yang berma’rifat kepada Allah S.W.T.

Semoga Allah menambahkan Ilmu dan Amal kita Amiin. Ya Robbal ‘Alamiin.


TIRAI TAKDIR TIDAK DAPAT DITEMBUS WALAU DENGAN SEMANGAT YANG MENYALA-NYALA

             “Kesemangatan itu tidak dapat menembus kepastian yang telah ditetapkan Allah”

Bahagia dan celaka, adalah dua macam nasib manusia yang sudah ditentukan Allah sejak manusia masih berada dalam kandungan. Dan ketentuan tersebut tidak bisa dirubah atau ditembus oleh manusia, walau dengan kekuatan atau semangat yang menyala-nyala sekalipun.
             Dalam sebuah hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Bukhari, disitu dijelaskan bahwa setiap orang itu dikumpulkan pembentukkannya di dalam rahim ibunya dalam waktu 40 hari berupa nuthfah, kemudian menjadi darah selama 40 hari juga, kemudian menjadi sekerat daging juga dalam waktu 40 hari. Setelah itu diutuslah kepadanya Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya dan menetapkan 4 perkara, yakni : rizqinya, ajal atau umurnya, amal perbuatannya dan celaka atau bahagia.
             Dengan ketentuan di atas hendaknya seseorang yang akan berma’rifat kepada Allah mau menerima kententuan tersebut dengan sabar dan tawakkal.

*******

KETENANGAN JIWA ITU DAPAT MENDATANGKAN KEBAHAGIAAN DUNIA DAN AKHIRAT

             “Tenangkanlah jiwamu dari urusan kepentingan dunia, sebab apa yang telah dijanjikan oleh Allah makan janganlah kamu turut memikirkannya”.

             Kecemasan atau ketidak-tenangan jiwa, kebanyakan disebabkan oleh permainan pikiran yang mengkhawatirkan kejadian-kejadian buruk yang akan menimpa diri kita. Padahal kejadian itu sendiri belum tentu akan terjadi. Hal ini biasanya dialami oleh orang-orang yang kurang bertawakal kepada Allah dan tidak mau mengamalkan Firman-Nya yang artinya :
             “Barangsiapa yang mau bertawakkal (berserah) diri kepada Allah, niscaya Dia akan mencukupi kebutuhannya”. (QS. Ath-Thalaq ayat 3).
             Firman Allah SWT diatas diperkuat lagi dengan Hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Tirmizi yang berbunyi : “Seandainya kamu semua bertawakkal kepada Allah dan berserah diri sepenuhnya, niscaya kamu akan mendapat  rizqi seperti rizqinya burung-burung yang diwaktu pagi-pagi dalam keadaan lapar, dan kembali serta dengan perut kenyang”.
             Selain itu juga terdapat beberapa ayat dan Hadits lain yang patut kita renungkan, agar tercapai ketentraman dan ketenangan jiwa yang kita dambakan. Beberapa ayat dan Hadits tersebut antara lain terdapat dalam :
1.     Surat Al-Ahzab ayat 41 – 42. (Wahai orang-orang yang beriman, berdzikirlah kamu kepada Allah dengan sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.
2.      Surat Al-Hijr ayat 99. (Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (Ajal).
3.   Surat Hud ayat 6 (Dan tidak ada sesuatu binatang melatapun di muka bumi ini melainkan Allah yang member rizqinya).
4.    Surat Al-Ankabut ayat 64. (Adapun kehidupan di dunia ini hanyalah suatu kesenangan dan permainan (yang sifatnya sementara). Tetapi kehidupan akhirat itulah kehidupan hakiki (sebenar-benarnya. jika mereka itu mengerti.
5.         Surat Al-Qoshosh ayat 88. (Segala sesuatu itu akan hancur binasa, kecuali hanya Allah (Dia Yang Maha Kekal).
6.   Surat Ath-Tholaq ayat 3. (Dan barang siapa yang berserah diri kepada Allah, maka Allah akan mencukupinya.
7.         Surat Al-Mu’min ayat 60. (Berdo’alah kepada-Ku niscaya Aku perkenankan do’amu).
8.    Surat Ath-Tholaq ayat 4. (Barangsiapa yang takut kepada Allah, Tuhan akan menjadikan baginya kemudahan dalam urusan-urusan yang dihadapinya).
9.     Surat Al-Hadid ayat 22 – 23. (Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfudn), Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Kami terangkan yang demikian itu supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan kepadamu. Dan Dia tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri).
10.     Dalam Hadits riwayat Bukhori. (Hendaklah engkau di dunia ini seperti orang yang berpergian).

Renungkanlah wahai saudaraku, Mudah-mudahan mendapat Hidayah Allah SWT.
*****….