SIAPA MANUSIA ITU?

SIAPA MANUSIA ITU?

Manusia adalah ciptaan Allah yang paling besar. Untuk itu, terlebih dahulu ia harus mengenal-Nya. Jika manusia itu sudah mengenal jiwanya pasti ia akan mengenal Tuhannya. Jika tidak, ia tidak akan pernah mengenal Tuhannya. Pernyataan ini identik dengan bunyi suatu kata hikmat sebagai berikut :
“Barangsiapa sudah mengenal jiwanya, maka ia akan mengenal Tuhannya.”

Manusia adalah sebagai tanda, bukti konkrit dan persaksian besar dari keagungan Allah dan juga merupakan suatu bukti yang luar biasa. Manusia diberi akal pikiran dan peralatan yang lengkap dan sempurna oleh Allah, karenanya ia harus boleh menganalisa jiwanya. Dia menciptakan manusia dalam bentuk yang paling indah, dan dalam bentuk yang sebaik-baiknya.



Hal tersebut telah dinyatakan oleh Sang Pencipta itu sendiri dalam Surat At-Tin ayat 4 :

Artinya :

“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”

Jika manusia ditinjau dari susunan tubuhnya, adalah ciptaan Allah yang paling sempurna ketimbang makhluk yang lain yang ada di muka bumi ini. Berangkat dari persepsi semacam itu maka eksistensi manusia baik yang bersifat eksteren ataupun interen selalu memperlihatkan kesempurnaan dari ciptaan yang begitu mendetail lewat gerakan anggota tubuhnya.
Dalam hal ini, Allah berfirman dalam Surat At-Taghabun ayat 3, yang artinya :
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dan Dialah membentuk rupamu dan dibaguskan-Nya rupamu itu, dan hanya kepada-Nyalah tempat kembali (mu).”,
Dengan diberi akal dan bentuk rupa yang sangat bagus itu, maka sangatlah tepat bila manusia terpilih sebagai khalifah Allah diatas bumi.
Manusia ditugaskan memimpin di jagat raya ini, karena ia mampu terhadap tugas yang diembannya tentang tujuan hidup, nasib dan tujuan akhirnya, ya’ni mati.
Ketahuilah, bahwa manusia adalah mahkluq yang diciptakan berdasarkan ketentuan Allah, bukan secara kebetulan, atau serampangan. Ia diciptakan untuk tujuan tertentu, bukan untuk kesia-siaan. Ini akan lebih meyakinkan dan terlihat jelas dalam konsep Islam tentang manusia, bahwa ia adalah pemimpin dan khalifah Allah di atas bumi, dan semua yang ada padanya tercipta berdasarkan kekuasaan Allah. Dia telah memberikan potensi kepada manusia, agar ia dapat menyingkap isi bumi dengan seperangkat ilmu pengetahuan yang dimiliki, bersenang-senang dengan kemegahan dan keindahannya sebagai ni’mat murni dari Allah.
Namun waktu manusia dianugerahi seperangkat pemberian oleh Allah, dinobatkan sebagai khalifah di atas bumi, memiliki berbagai kekuatan dan potensi, memiliki segudang ilmu pengetahuan dan mampu menganalisa aspek-aspek penting dalam kekhalifahan dan mengkaji hokum-hukum alam, ia masih tergolong sebagai makhluk yang lemah, seringkali ditaklukkan oleh hawa nafsu, sehingga tidak mengenal dirinya.
Dalam hal ini, Allah berfirman dalam surat Al-Ma’aarij ayat 19-21, yang artinya :
“Sesungguhnya manusia itu diciptakan bersifat keluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia akan kikir.”
Sebagai manusia diciptakan dalam keadaan lemah, namun ia diberi kelebihan dan keistimewaan tersendiri. Keistimewaan tersebut berupa ilmu pengetahuan, penerangan dan akal fikiran. Siapa pun yang mencoba menganalisa Al-Qur’an ia akan mendapatkan pada banyak ayatnya, betapa Al-Qur’an itu mengistimewakan manusia. Ia akan melihat kemuliaan, keistimewaan dan hakekat peranan manusia yang dijunjung tinggi oleh Allah SWT.
Dalam Al-Qur’an kata “Manusia” seringkali kita jumpai di berbagai ayat yang, kalau kita mencoba mengkaji konteks ini, niscaya akan kita dapatkan dengan jelas keistimewaan dan kelebihan manusia tersebut.
Dalam surat Al-Alaq, di mana pandangan umum tentang manusia Nampak begitu jelas dalam surat tersebut Tak kurang tiga kali surat ini menyebutkan tentang manusia. Pertama menjelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dari segumpal darah. Kedua surat ini menerangkan lagi bahwa manusia memiliki keistimewaan ilmu pengetahuan. Dan ketika ia menegur manusia yang suka menipu, bertindak sewenang-wenang, membuat kerusakan dan dikelabui oleh hawa nafsu hingga manusia tertipu dan tercampak kepada kekufuran, lalu keyakinan bahwa mereka tidak butuh lagi terhadap Sang Pencipta.
Dalam surat Al-Alaq itu, Allah SWT. Berfirman :
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling mulia. Yang mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. Ketahuilah, sesungguhnya manusia itu benar-benar melampaui batas. Karena dia melihat dirinya serba cukup. Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmula kembali-(mu)”. (Ayat 1-8).
Juga Allah berfirman dalam surat Al-Isra’ ayat 83, yang artinya :
“Dia telah menciptakan manusia dari mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata.”

Menurut timbangan aqidah akal pikiran yang normal, peranan manusia seperti termaktub dalam Al-Qur’an adalah terhormat dan menempati posisi penting. Ia adalah mahkluq dan mukallaf, berfikir, mengerti, mengkaji, menganalisa dan berupaya dengan sekuat tenaga untuk mengerahkan semua media dan kemampuan akal pikirannya dalam rangka merenungkan dan mempertimbangkan antara kebaikan dan kejelekan. Itu semua adalah cirri-ciri manusia yang mampu mengemban amanah dan memikul semua beban menurut metode dan ketetapan Allah. Dengan factor-faktor di atas ia akan memperoleh pahala atau mendapat siksa.
Manusia adalah mahkluq yang penuh derita, bergumul dengan arus zaman dan dinamika kehidupan. Ia sering kali menimbulkan bencana dan malapetaka. Namun ia juga mempunyai kemampuan dan potensi untuk menerobos semua kendala dan memecahkan berbagai problema yang dihadapi. Ini merupakan bukti dari eksistensinya sebagai manusia dan memenuhi tanggung jawab social.
Allah berfirman dalam Surat Al-Insyiqaq ayat 6 yang artinya :
“Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya”.

Dalam Surat Al-Balad ayat 8 – 11 Allah berfirman yang artinya :
“Bukankah kemi telah memberikan kepadamu dua mata, lidah, dan dua bibir. Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. Maka tidakkah sebaiknya (dengan hartanya itu) ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar?”

Al hasil, cirri-ciri manusia adalah, baginya memiliki ilmu pengetahuan, kemauan, potensi kemampuan. Dan semuanya yang ia memiliki itu tidak ada yang menyangsikan karena bersumber dari kehendak Allah secara langsung. Kecakapan berbicara dan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia adalah sebagai bukti pemberian Allah secara langsung.
Allah berfirman dalam surat Ar-Rahman ayat 1-4, yang artinya :
(“Tuhan) Yang Maha Pengasih, yang telah mengajarkan Al-Qur’an. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai pembaca.”

Nah, karena manusia memiliki kelebihan semua itu dan ternyata ia adalah makhluq yang lemah, maka diterimalah tugas yang diberikan Allah kepadanya. Di mana sebelumnya tugas ini telah ditawarkan kepada langit, bumi dan gunung, namun semuanya merasa enggan karena tidak sanggup memikulnya. Demikianlah kisah perjalanan manusia menjadi khalifah di atas bumi ini sebagai pengemban tugas dari Allah SWT.