Mukjizat Rasulullah | Dapat Melihat Baitul Maqdis di Palestina Dari Mekah

Banyak orang tidak percaya, lebih-lebih bagi orang kafir, tentang perjalanan Rasulullah saw. dari Mekah ke Baitul Maqdis di Palestina yang hanya ditempuh kurang dalam waktu semalam. Ketidakpercayaan mereka hanya didasarkan pada pertimbangan rasio semata dan dengan melihat alat transportasi yang ada pada saat itu. Mereka lupa tentang  kekuasaan Tuhan yang membuat rasio itu sendiri, yang mampu melakukan apa saja menurut kehendak-Nya.

Segalanya bisa mungkin terjadi bila Allah menghendakinya. Ini bila dipertimbangkan dengan segi tauhid. Tetapi, ada saja sekelompok orang yang tidak mullah percaya begitu saja tanpa ada bukti-bukti yang autentik dan masuk akal; mereka tidak akan percaya tentang keberadaan Tuhan. Hal inilah yang dilakukan oleh kafir Quraisy dalam menanggapi kisah perjalanan Isra Mikraj Rasulullah saw.. Mereka tidak percaya begitu saja oleh apa yang diceritakan Rasulullah saw.. Mereka menuntut kepada Rasulullah saw. Untuk mengemukakan bukti-bukti yang rasional kalau beliau benar-benar pergi ke Baitul Maqdis dari Mekah hanya dalam waktu kurang dari semalam. Kisahnya adalah sebagai berikut.
Setibanya Rasulullah saw. di kota Mekah dari perjalanan Isra Mikrajnya, pagi harinya, beliau menyampaikan apa yang dialaminya tadi malam di hadapan orang banyak. Tentu saja semua orang mendustakannya karena yang dipakai nalar oleh mereka adalah berdasarkan rasio semata. Kalau rasio yang menjadi pertimbangan, mustahil hal tersebut terjadi.

Di saat beliau duduk sendirian dengan penuh keprihatin­an dan kesedihan karena umatnya mendustakan perjalanan Isra Mikrajnya, tiba-tiba musuh Allah Abu Jahal datang kepadanya seraya bertanya dengan nada menghina, "Wahai Muhammad, apa yang kamu lakukan tadi malam." Rasulullah saw. menjawab jujur dengan perasaan tenang, "Tadi malam aku dijalan­kan oleh Allah." Abu Jahal bertanya lagi, "Ke mana kamu dijalankan?" Rasulullah saw. menjawab, "Aku dijalankan oleh Allah ke Baitul Maqdis." Mendengar jawaban Rasulullah saw yang terakhir ini, Abu Jahal tertawa terbahak-bahak dengan penuh kesinisan, seraya berkata, "Akhirnya, kamu tiba kembali ke sini di tengah kami ini sebelum waktu subuh." Rasulullah saw. lalu menjawab dengan tenang, "Benar, aku kembali ke sini sebelum waktu subuh."

Mendengar jawaban Rasulullah saw. yang tegas, tanpa ada rasa takut bila ucapannya itu nanti didustakan oleh orang lain, hal itu sudah mampu menggetarkan hati Abu Jahal. Pada dasarnya, hati kecil Abu Jahal membenarkan cerita Rasulullah saw. sebab beliau sejak kecil tidak pernah berdusta sedikit pun, meskipun kebenaran itu dirasakan pahit olehnya. Akan tetapi, ia merasa gengsi dan malu besar bila sampai membenarkan Muhammad di hadapan para pembesar kafir Quraisy. Kemudian, Abu Jahal berkata kepada Rasulullah saw., "Bagai­mana kalau aku mengumpulkan seluruh penduduk Mekah ini, kamu berani menceritakan tentang perjalanan Isra Mikrajmu tadi malam di hadapan mereka, sebagaimana yang kamu ceritakan kepadaku?" Rasulullah saw. menjawab, "Baiklah kalau itu keinginanmu, aku akan menceritakan di hadapan mereka tentang perjalanan Isra Mikrajku di hadapan mereka."

Setelah pertemuan tersebut, Abu Jahal lalu mengumpulkan seluruh masyarakat kota Mekah, seraya berseru, "Wahai masyarakat keturunan Bani Ka'ab bin Lubay, berkumpullah kalian ke sini." Dalam waktu singkat, penduduk Mekah sudah berkumpul di hadapan Abu Jahal. Mereka ada yang berdiri juga ada yang duduk dengan seluruh pandangan matanya tertuju pada Rasulullah saw. dan Abu Jahal. Mereka ingin tahu apa yang akan dikatakan oleh Abu Jahal kepada penduduk Mekah sebab setiap kali Abu Jahal mengumpulkan masyarakat Mekah pasti ada peristiwa yang luar biasa, setidak-tidaknya ada perkara yang sangat penting yang harus diketahui oleh pen­duduk Mekah.

Sesudah semuanya berkumpul, Abu Jahal kemudian berkata kepada Rasulullah saw., "Wahai Muhammad, cerita­kanlah kepada mereka tentang perjalanan Isra Mikrajmu, seperti yang kamu ceritakan kepadaku." Rasulullah saw. lalu berpidato di hadapan masyarakat Mekah tanpa ada perasaan gentar sedikit pun, beliau mengatakan, "Tadi malam, aku telah diisrakan oleh Allah." Mereka kemudian bertanya, "Ke mana kamu diisrakan, wahai Muhammad?" Rasulullah saw. men­jawab, "Aku diisrakan oleh Allah menuju Baitul Maqdis." Mereka bertanya lagi, "Pada hari ini, kamu sudah tiba kembali ditengah-tengah kami?" Rasulullah saw. menjawab, "Benar, aku tiba kembali di kota Mekah ini sebelum waktu subuh."

Masyarakat Mekah yang mendengar jawaban Rasulullah saw. Tersebut langsung bersorak-sorai dengan mendusta­kannya. Ada yang meletakkan tangan di atas kepalanya dengan berjingkrak-jingkrak karena rasa takjubnya kepada cerita Rasulullah itu, juga ada di antara mereka yang menjerit-jerit dengan kerasnya untuk melecehkan cerita Rasulullah saw. tersebut, sekaligus mendustakannya. Mereka menganggap cerita Rasulullah ini dianggap aneh dan tidak masuk akal, maka tidak heran bia di antara mereka ada yang mengangap Rasulullah sudah mulai gila. Dan, barn pada saat itu, Rasulullah saw didustakan oleh penduduk Mekah yang sebelumnya senantiasa mempercayai dan membenarkan apa yang disampaikan oleh Rasulullah. Ketidakpercayaan mereka ini hanya didasarkan pada pertimbangan rasio belaka.

Di tengah hiruk-pikuknya masyarakat Mekah yang tidak mempercayai cerita Rasulullah saw., tiba-tiba ada seseorang yang menyeruak di antara mereka menuju ke arah Rasulullah, orang itu namanya Muth'im bin Adi. Sesampainya di depan Rasulullah, ia berkata dengan kasar, "Setiap ucapanmu sebelum hari ini aku senantiasa membenarkannya, tetapi pada hari ini, aku mendustakan ceritamu. Sebab, aku mengalami sendiri, aku pernah pergi dari Mekah menuju Baitul Maqdis dengan mengendarai unta selama satu bulan penuh, begitu juga kembalinya dari sana menempuh waktu satu bulan, bagaimana bisa kamu pulang-pergi antara Mekah dan Baitul Maqdis hanya semalam saja. Demi Laatal dan Uzzaz aku tidak membenarkan ucapanmu itu."

Abu Bakar yang menyaksikan kejadian itu langsung mendekati Muth'im, seraya berkata, "Wahai Muth'im, se­buruk-buruknya sesuatu adalah apa yang kamu ucapkan kepada saudaramu ini, kamu telah mendustakannya. Sesung­guhnya aku bersaksi bahwa Muhammad saw. adalah orang yang benar."

Masyarakat Mekah yang melihat perdebatan antara Muth'aim dan Abu Bakar tentang kebenaran cerita yang disampaikan oleh Rasulullah saw., maka orang-orang yang ada di hadapan Rasulullah saw. lalu bertanya kepada beliau, "Wahai Muhammad, sifatilah kepada kami kalau kamu benar-benar pergi ke Baitul Maqdis, bagaimana bentuk sebenarnya Baitul Maqdis itu.? Bagaimana keadaan sekelilingnya? Dan, berapa jauh jaraknya antara Baitul Maqdis dan gunung yang ada di dekatnya?" Rasulullah saw. kemudian menjawabnya dengan terinci sesuai dengan pertanyaan yang diajukan kepadanya, mulai dari menyifati bentuk bangunannya, keadaan sekeliling­nya, termasuk juga menyebutkan jarak antara Baitul Maqdis dan gunung yang ada di sebelahnya sehingga apa yang disifati oleh Rasulullah mengenai Baitul Maqdis persis dengan kenyataannya.

Adapun ketika beliau ditanya tentang jumlah pintu Masjid Baitul Maqdis seluruhnya, beliau sangat bersedih. Belum perah beliau mengalami kesedihan seperti saat itu. Akhirnya, Allah membuka hijab, sehingga beliau dapat melihat dengan jelas seluruh pintu Masjid Baitul Maqdis. Dengan demikian, Rasulullah saw. mampu menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan oleh masyarakat Mekah mengenai Masjid Baitul Maqdis, termasuk jumlah seluruh pintunya.

Kemampuan Rasulullah saw. menjawab seluruh per­tanyaan yang diajukan oleh mereka tentang Baitul Maqdis sangat mengejutkan mereka. Mereka tidak menyangka kalau Rasulullah saw. mampu menjawab sesuai dengan kenyataan­nya. Hal ini membuktikan bahwa Rasulullah benar-benar pergi ke sana. Sedangkan, bagi orang yang tetap beku hatinya dan tidak memperoleh petunjuk dari Allah, ia menganggap ini merupakan kelihaian sihir Rasulullah saw, sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Jahal dan antek-anteknya. Melihat ke­hebatan Rasulullah ini, Abu Bakar lalu berkata kepadanya, "Engkau benar, ya Rasulullah. Aku bersaksi sesungguhnya kamu adalah utusan Allah." Dengan kenyataan ini masyarakat Mekah yang beriman semakin mantap dan yakin tentang kekuasaan Allah. Mereka lalu berkata, "Demi Allah, Rasulullah adalah orang yang benar." Kemudian, mereka bertanya kepada Abu Bakar, "Bagaimana sampai bisa kamu membenarkan cerita Muhammad yang mengatakan dirinya pergi ke Baitul Maqdis hanya dalam waktu semalam yang tiba kembali ke sini sebelum waktu shalat subuh?" Abu Bakar menjawab, "Ya, aku telah membenarkan cerita beliau karena beliau orang yang tidak pemah berdusta sejak kecil, bahkan jika ia menceritakan seluruh isi langit di waktu pagi maupun sore, aku tetap membenarkannya." Dari kejadian tersebut akhirnya, Abu Bakar digelari oleh masyarakat setempat dengan "ash-Shiddiq."

Memang kalau hanya pertimbangan rasio yang dipakai berpikir, mustahil Rasulullah saw. yang berada di Mekah dapat melihat Masjid Baitul Maqdis beserta seluruh isinya yang ada di Palestina. Apalagi pada saat itu belum ada alat komunikasi yang canggih seperti satelit dan televisi. Ini membuktikan kemahakuasaan Allah yang memberikan mukjizat kepada hamba-Nya yang dicintai.